- Petugas menyita satu anak orangutan dari dalam bus antar kota antar provinsi. Dari kardus tertera nomor telepon mengirim dan penerima. Mongabay menghubungi kedua orang yakni, pengirim dan penerima via telepon, berikut pengakuannya…
- Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru bersama Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau, menghentikan bus itu Sabtu pagi (21/3/20) dan meminta keterangan sang sopir.
- Mahfud, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, mengatakan, orangutan langsung cek kesehatan dan sementara dirawat di kandang transit atau klinik satwa BBKSDA Riau. Mereka juga akan koordinasi dengan Yayasan The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SCOP), Sibolangit.
- Eduward Hutapea, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera bilang, tim mereka sudah menelusuri lokasi pengirim dan penerima barang, sembari mendalami asal spesies hewan langka ini termasuk kesehatannya.
Satu anak orangutan tampak dalam keranjang plastik putih berlapis kardus rokok dalam bus di pertigaan SM Amin-HR Subrantas, Pekanbaru. Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera Seksi II Pekanbaru bersama Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau, menghentikan bus itu Sabtu pagi (21/3/20). Mereka meminta keterangan sopir yang sedang mengangkut primata dilindungi itu.
Pengakuan sopir, dia berangkat dari Sumatera Utara, menuju Padang. Orangutan dikirim dengan jasa kargo. Si sopir tak kenal pengirim dan orang yang akan terima barang. Dia hanya membawa bus.
Tim Gakkum melepasnya dan membawa barang bukti ke Balai Gakkum, belakang BBKSDA Riau, Jalan HR Subrantas.
Bagian atas kardus tertulis nama Ton berlamat di Pasar Sungai Limau, Padang Pariaman. Pengirimnya, Serka Zul tetapi tidak menyertakan alamat. Pada nama pengirim dan penerima juga tertera nomor telepon seluler. Di situ juga ditulis, hewan hidup!!!! Kardus juga diberi sirkulasi udara berupa lobang-lobang kecil dan garis-garis pendek di atas dan samping.
Anak orangutan yang diamankan dari dalam bus. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia
Saat dibuka dan hendak dikeluarkan, orangutan yang belum berumur satu tahun itu sempat menolak dan berteriak kecil. Di kandang ia memalingkan wajah dari awak media yang hendak mendokumentasikan. Seorang petugas yang menggendongnya, bilang, tubuh anak orangutan itu terasa panas dan kelihatan lapar. Sesaat kemudian, petugas memberi semangka, pisang dan jagung.
Mahfud, Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, mengatakan, orangutan langsung cek kesehatan dan sementara dirawat di kandang transit atau klinik satwa BBKSDA Riau. Mereka juga akan koordinasi dengan Yayasan The Sumatran Orangutan Conservation Programme (SCOP), Sibolangit.
Eduward Hutapea, Kepala Balai Gakkum Wilayah Sumatera bilang, tim mereka sudah menelusuri lokasi pengirim dan penerima barang, sembari mendalami asal spesies hewan langka ini termasuk kesehatannya.
Sejauh ini, mereka menduga ada perdagangan antar provinsi dan tak menutup kemungkinan ada upaya transit untuk pengiriman luar negeri.
Eduward belum sepenuhnya yakin dengan nama-nama yang tertera pada kardus. Ia bisa jadi modus mengelabui petugas.
Dia mengimbau, masyarakat bisa memberikan informasi kalau mengetahui dan mengenal pelaku perdagangan ini. “Kita juga akan koordinasi dengan kepolisian setempat.”
Inilah penampakan bungkus anak orangutan itu. ia terbungkus dalam keranjang plastik, bagian luar kardus rokok dengan ada lubang. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia
Tahun lalu, Tim Gakkum Wilayah Sumatera juga menyelesaikan empat kasus orangutan di Aceh Tengah dan Barat. Pelaku ada pemburu dan pemilik satwa. Berkas perkara dua kasus ini sudah dinyatakan lengkap (P21).
“Bisa saja dari Aceh masuk ke Medan. Dua provinsi itu juga masuk dalam habitat orangutan Sumatera,” kata Edward.
Mahfud, bilang, selain Aceh dan Sumut, orangutan Sumatera juga terdapat di wilayah tengah seperti di Bukit Tiga Puluh, bagian Jambi dan Riau. Ada juga di taman nasional dan hutan produksi.
Dalam kasus-kasus yang ditangani, Gakkum belum menemukan langsung penjual satwa. Perdagangan ini terputus. Pengakuan beberapa pemilik satwa, mereka dapatkan langsung dari hutan. Eduward sebut, pelaku sudah pasang strategi memutus mata rantai perdagangan satwa.
Ia tampak kelaparan dan senang kala diberi makan buah-buahan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia
Kata pengirim dan penerima
Mongabay coba hubungi nomor kontak tertera di kardus. Dua panggilan pertama, nomor kontak Zul belum dapat dihubungi. Beberapa menit kemudian, pada panggilan ketiga akhirnya tersambung dan langsung dijawab yang bersangkutan.
Zul tak mengetahui peristiwa penangkapan itu. Dia juga heran kenapa namanya tertulis di kardus. Zul bilang, dia sekarang di Polsek Binjai. Setelah itu, dia memutus pembicaraan. Kala dihubungi kembali, Zul tak menjawab.
Berbeda dengan Ton. Dua kali dihubungi tak ada jawaban. Panggilan berikutnya justru tak dapat dihubungi lagi. Pesan singkat yang dikirim pada Zul dan Ton juga tak ada jawaban. Kata Eduward, pengakuan sopir bus ketika diperiksa, orangutan itu memang dibawa dari Binjai. “Sudah kami telusuri juga di alamat pengirim dan penerimanya.”
Pukul 16.55, Ton kirim pesan ke Whatsapp, memberitahu jangan telepon. Dia ajak berbalas chatting-an saja. Dia sudah tahu dari sopir bus, satwa pesanan ditahan di Pekanbaru. Sopir itu juga sudah beritahu Zul.
Menurut dia, orangutan itu tak ditahan tetapi dicuri beberapa orang berpakaian preman. Salah seorang dari mereka, kata Ton, menitipkan nomor kontak ke sopir. Ton beberapa kali menghubungi dan mengirim pesan Whatsapp pada orang itu, tetapi tak ada jawaban. Nomor aktif. Ton tak tahu namanya.
Beberapa kali berbalas pesan, Ton mengirim sebuah nomor. Dia minta ditelepon agar komunikasi lebih jelas.
Ton mengaku, tinggal di Bandung. Orangutan itu dikirim terlebih dahulu ke Padang. Di sana akan ada temannya menjemput sebelum dikirim ke alamatnya. Ton pesan orangutan itu ke Zul. Mereka teman lama. Zul, katanya, tentara bertugas di Medan dan sempat di Binjai. Zul dapat orangutan itu dari orang lain. Ton bayar bila hewan itu sampai di tangannya. Harga di bawah Rp5 juta. Ton tak mau bilang ke siapa dia akan bayar bila terima barang.
Ton mengaku senang mengumpulkan satwa untuk kesenangan pribadi. Selain buat hiburan di rumah, katanya, juga bisa hilangkan stres. Sebelumnya, dia sudah sering pesan berbagai satwa. Kebanyakan bukan satwa dilindungi. Belakangan baru ada siamang, lutung dan binturong. Dia tahu itu dilarang namun belum pernah dapat teguran ataupun sanksi.
Kebiasaan Ton mengumpulkan satwa karena kasihan lihat hewan-hewan itu diburu atau diambil BKSDA namun terkadang mati. Ton punya beberapa anggota yang kerap beritahu hewan-hewan yang diburu.
“Kita cinta dengan isi Indonesia. Kenapa tidak boleh? Bukan kita siksa. Kita kasih makan,” kata Ton. Dia menjamin kemanan dan kesehatan satwa selama dirawat di kandang miliknya. Ton tak beri tahu alamatnya. “Itu rahasia dan pribadi.”
Keterangan foto utama: Satu anak orangutan tampak disekap dalam keranjang plastik putih berlapis kardus rokok dalam bus di pertigaan SM Amin-HR Subrantas, Pekanbaru. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia
Anak orangutan ketika dikeluarkan dari dalam keranjang plastik. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia