- Serangan wabah COVID-19 yang tengah dirasakan oleh Indonesia saat ini, dikhawatirkan bisa menghancurkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada usaha kelautan dan perikanan, terutama pada sub sektor perikanan budi daya nasional
- Perikanan budi daya menjadi andalan untuk lima tahun ke depan, setelah Pemerintah Pusat menetapkan sebagai sektor andalan yang bisa dikembangkan. Untuk bisa melindungi rencana tersebut, produksi dari hulu harus bisa tetap terjaga di tengah pandemi global akibat COVID-19
- Upaya untuk menjaga keberlangsungan UMKM perikanan budi daya itu, adalah dengan mendorong para pembudi daya skala kecil untuk meninggalkan penggunaan pakan ikan produksi pabrik dan beralih ke pakan ikan mandiri
- Adapun bahan baku alternatif yang bisa dijadikan pakan ikan mandiri, diusahakan yang harganya murah dan mudah didapat pada lingkungan sekitar. Contohnya, adalah Maggot dan bungkil sawit yang bisa ditemukan dengan mudah di Indonesia
Berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Indonesia untuk bisa menjaga keberlangsungan usaha pada sektor kelautan dan perikanan, khususnya sub sektor perikanan budi daya yang menjadi harapan utama untuk lima tahun ke depan. Upaya itu, di antaranya adalah dengan menggenjot produksi pakan ikan mandiri untuk menggantikan pakan ikan pabrikan.
Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet Soebjakto menjelaskan, kampanye penggunaan pakan ikan mandiri akan memberi manfaat kepada para pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) perikanan budi daya. Dengan demikian, stabilitas usaha juga akan bisa dijaga saat situasi sedang tidak menentu di tengah pandemi COVID-19 ini.
Mengingat situasi sekarang yang sedang diserang wabah, dia menyebut bahwa KKP akan berusaha untuk terus bisa memastikan keberlangsungan usaha kelompok pembudi daya ikan skala kecil yang jumlahnya mencapai 80 persen. Mereka semua, akan dijamin untuk bisa terus melaksanakan usahanya saat ini.
“Intruksi Presiden jelas, bahwa setiap Kementerian harus melakukan re-focusing program yang secara langsung menjamin daya beli masyarakat tetap terjaga. Kami terjemahkan intruksi tersebut untuk fokus mendorong program yang memberikan efek langsung bagi terciptanya efisiensi produksi. Dengan demikian, nilai tambah tetap didapat dan pada akhirnya daya beli tetap terjaga,” ungkap Slamet pekan lalu di Jakarta.
baca : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudi daya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19
Slamet mengatakan, kampanye penggunaan pakan ikan mandiri semakin sering dilakukan di saat sekarang, karena harga pakan ikan produksi pabrikan terus naik dengan cepat. Hal itu bisa terjadi, karena rupiah mengalami tekanan yang sangat kuat terhadap dollar Amerika Serikat dan memicu kenaikan harga-harga, termasuk pakan ikan.
Akibat kenaikan harga pakan ikan produksi pabrik, biaya produksi untuk budi daya perikanan juga langsung mengalami kenaikan. Bagi Slamet, kondisi itu akan dirasa sangat berat bagi pembudi daya ikan skala kecil yang mendominasi usaha perikanan budi daya di Indonesia sejak lama.
Dengan kondisi yang berat seperti itu, dia memperkirakan pembudi daya ikan skala kecil akan terus mengalami tekanan sangat berat dan terancam kehilangan margin keuntungan antara Rp500 – Rp700 per kilogram. Ancaman itu diakuinya hanya dihitung dari kenaikan harga pakan saja, dan belum dihitung jika ada tren penurunan harga jual lokal.
“Komposisi biaya produksi untuk budi daya perikanan itu 70 persen adalah berasal dari biaya pakan,” ucapnya.
Untuk itu, agar kerugian bisa terus ditekan karena ancaman kehilangan margin keuntungan, Pemerintah menyarankan para pembudi daya ikan skala kecil untuk bisa mengganti penggunaan pakan ikan produksi pabrik dengan pakan ikan mandiri.
baca juga : Protokol Penanggulangan COVID 19 Diberlakukan pada Perikanan Tangkap
Sistem Logistik
Di sisi lain, agar ketersediaan bahan baku untuk pembuatan pakan ikan mandiri bisa tetap ada, Pemerintah juga menjamin akan membangun sistem logistik di setiap kawasan perikanan budi daya. Proses tersebut juga dijanjikan akan dipercepat, menyikapi ancaman krisis ekonomi akibat wabah COVID-19.
Menurut Slamet, stimulus untuk pakan melalui penggunaan pakan ikan mandiri, akan bisa mendorong para pembudi daya ikan skala kecil bisa terus melaksanakan usahanya. Jika itu bisa terjadi, maka kebutuhan stok pangan juga akan terus terjamin dan dampak dari wabah COVID-19 akan bisa dikendalikan.
“Dan tentu siklus produksi di hulu tidak terganggu,” tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga sudah menyerukan penggunaan pakan ikan mandiri kepada para pembudi daya ikan skala kecil di seluruh Indonesia. Penggunaan pakan mandiri, disebut akan bisa menekan biaya produksi dengan jumlah yang banyak, karena biaya pakan mendominasi biaya produksi.
Untuk bisa memproduksi pakan ikan mandiri, Edhy mendorong para pelaku usaha skala kecil untuk bisa memanfaatkan bahan baku yang murah dan mudah didapat di lingkungan sekitar. Contohnya, adalah Maggot atau larva (belatung) yang dihasilkan dari lalat black soldier fly (BSF).
Menurut dia, Maggot adalah salah satu serangga pemakan bahan organik seperti sayuran, limbah rumah tangga, dan limbah restoran. Dengan kemampuan tersebut, maka Maggot adalah serangga yang bisa mengurai sampah organik dengan baik.
“Protein yang ada pada serangga BSF ini berkualitas tinggi dan menjadi sumber protein yang baik bagi ikan. Untuk itu saya mendorong inovasi penggunaan pakan alternatif untuk budi daya ian menggunakan Maggot,” ucap dia.
Edhy menjelaskan, kemampuan unik yang dimiliki Maggot dalam mengurai sampah organik bisa berlangsung selama 14 hingga 20 hari. Kemampuan yang dimiliki serangga tersebut juga menjadi potensi untuk mendukung pengembangan ekonomi berbasis laut atau dikenal dengan sebutan ekonomi biru yang sudah populer di dunia dalam beberapa tahun terakhir ini.
baca juga : Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada
Alternatif
Agar pengembangan pakan dari bahan altenatif bisa terus meningkat, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorongnya melalui Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI). Salah satu inovasi yang dihasilkan dari GERPARI, adalah riset penyediaan bahan baku pakan ikan alternatif dari Maggot yang dihasilkan melalui proses biokonversi limbah organik.
Inovasi tersebut, merupakan hasil riset dari peneliti Balai Riset Budi daya Ikan Hias (BRBIH) KKP Melta Rini Fahmi yang sudah dimulai sejak 2005 atau 14 tahun lalu. Dari penelitian tersebut, diketahui kalau BSF akan merombak, mengekstraksi, dan mengonversi nutrien yang masih tersimpan di dalam limbah organik.
Dari proses tersebut, akan didapatkan nutrien dalam bentuk baru berupa pupuk organik dan Maggot yang dimanfaatkan untuk bahan baku pakan ikan. Pada tahapan uji coba di BRBIH, ikan Koi yang diberi pakan Maggot memperlihatkan hasil yang menakjubkan karena bisa memijah hingga empat kali dalam periode yang sama dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan pelet.
Di sisi lain, biokonversi menggunakan Maggot juga bisa menghasilkan keuntungan, karena bisa dilaksanakan dengan menggunakan biaya yang rendah. Rinciannya, untuk bisa memproduksi Maggot, tidak memerlukan pasokan air, listrik, bahan kimia, dan bisa menggunakan infrastruktur sederhana.
Selain Maggot, bahan baku untuk pakan ikan mandiri yang direkomendasikan oleh Pemerintah, adalah limbah kelapa sawit atau bungkil (palm kernel meal/PKM). Bahan baku tersebut diklaim masih bisa ditemukan dengan mudah di sejumlah pulau, terutama Sumatera dan Kalimantan.
Pengembangan PKM untuk bahan baku pakan ikan mandiri sudah dilakukan sejak 2019 dengan melibatkan Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Selama proses tersebut, dilakukan uji coba melalui pembandingan efektivitas dan efisiensi dari formula pakan yang direkomendasikan FAO dengan pakan yang biasa digunakan oleh para pembudi daya ikan patin.
baca : Ini Cara KKP Manfaatkan Limbah Sawit untuk Pakan Ikan
Kepala Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Stephen Rudgard beberapa waktu lalu menjelaskan, keberhasilan Indonesia mengembangkan pakan ikan mandiri dari bahan baku PKM menjadikan Indonesia sebagai negara rujukan untuk wilayah Asia Pasifik.
Menurut Stephen, kegiatan pakan ikan mandiri sangat tepat untuk terus dikembangkan di seluruh dunia, karena itu bisa meningkatkan ketahanan pangan yang saat ini sedang dikampanyekan oleh PBB. Dengan ketahanan pangan yang baik, maka itu bisa mengurangi kelaparan dari penyediaan pangan yang sehat.
“Melalui pakan ikan mandiri, maka kita mampu menyediakan kebutuhan protein yang sehat, yaitu ikan dengan harga yang lebih murah, sehingga akan membantu penanganan kelaparan serta mengurangi malnutrisi di masyarakat,” ungkap dia.
***
Keterangan foto utama : Seorang pekerja sedang memberikan pakan pada ikan nila dalam budidaya keramba jaring apung di Danau Toba, Sumut. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia