- Satu harimau terjerat sling besi di dalam konsesi PT PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) pada Blok Meranti, Sabtu (28/3/20) pukul 11.00. Harimau berhasil evakuasi dan kini masuk pusat rehabilitasi di Dharmawangsa. Berhubung harimau betina usia tiga tahun ini diselamatkan dalam situasi pandemi virus Corona, diberi nama Corina. Berat badan 77,8 kilogram dan panjang 170 centimeter.
- Corina didiagnosa mengalami anemia dan laserasi. Anemia terjadi karena penurunan sel darah merah tetapi tak dalam jumlah signifikan. Laserasi atau luka baru karena jerat sangat dalam namun beruntung, tendon atau jaringan ikat yang menghubungkan jaringan otot dan tulang tak terputus.
- Corina adalah harimau kedua yang terjerat di sekitar lokasi itu. Pada 24 Maret 2019, harimau jantan berumur tiga tahun, diberi nama Inung Rio ditemukan pekerja PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN), Grup RAPP dalam Restorasi Ekosistem Riau (RER), Desa Sangar, Teluk Meranti, Pelalawan. Walau sempat evakuasi, Inung Rio, tak bertahan hidup…
- Sunarto, ahli Ekologi Satwa WWF Indonesia dalam jawaban tertulis, mengatakan, penurunan luas maupun kualitas habitat harimau terus terjadi, tak terkecuali di Kampar dan Semenanjung Kampar. Hal ini, katanya, terkait alih fungsi hutan legal maupun ilegal, pembangunan jalan dan peningkatan aktivitas penduduk.
Pekerja Lapangan Blok Meranti PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melihat harimau Sumatera (panthera tigris Sumatrae) terjerat di sempadan sungai atau kanal Desa Sangar, Kecamatan Teluk Meranti, Pelalawan, Sabtu (28/3/20) pukul 11.00. Tim Departemen Lingkungan dan Konservasi RAPP mengabari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Riau. Harimau berhasil evakuasi dan kini masuk pusat rehabilitasi di Dharmawangsa.
Berhubung harimau betina usia tiga tahun ini diselamatkan dalam situasi pandemi virus Corona, diberi nama Corina. Berat badan 77,8 kilogram dan panjang 170 centimeter.
Suharyono, Kepala BBKSDA Riau, sekitar pukul 15.00, mengumpulkan anggota bahas teknis penyelamatan harimau. Pukul 19.30, Suharyono langsung melepas tiga tim penembak bius menuju lokasi. Dipimpin Andri Hansen Siregar, Kepala Bidang Wilayah I KSDA Riau.
Sebelum berangkat, Andri sudah memberitahu enam personil di Pos Kerumutan Utara, untuk bersiap-siap. Tiga orang dari mereka diminta menjemput dua tim medis di Pelangiran. Kebetulan, dokter hewan dan asisten sudah beberapa bulan menangani harimau di sana.
Tim medis yang sudah menunggu di Pulau Muda, dijemput dengan satu mobil dan dua sepeda motor. Mereka dibawa ke Pos Kerumutan Utara, terlebih dahulu untuk berangkat bersama personil resort yang sudah menunggu ke Pelabuhan Jeti, Teluk Keladi. Dari pelabuhan, tim diangkut speedboat ke Estate Meranti.
“Kalau menunggu tim medis lewat jalur sungai sampai pagi. Maka kita putuskan jemput langsung lewat darat meski jalan sangat jelek,” kata Hansen.
Tim Hansen, tiba di Pelabuhan Jeti, tak lama setelah tim medis rilis. Sampai Meranti, pukul 8.00, tim siapkan peralatan medis dan bius. Setelah semua siap, tim menuju pinggir kanal Blok Meranti sekitar 60 kilometer dengan kendaraan. Selanjutnya menyusuri kanal sepanjang dua kilometer. Setelah naik ke darat, jalan kaki lagi 500 meter atau sekitar 20 menit mendekati tujuan.
Vegetasi yang dirintis semak didominasi mahang dan rotan. Akhirnya, tim menemukan harimau sekitar pukul 12.00.
Dari jarak 10 meter, harimau ditembak bius pada paha kanan belakang. Harimau sempat dua kali mengamuk. Sekitar 15 menit, harimau tak sadarkan diri. Pukul 12.30, tim langsung mendekat untuk penyelamatan lanjutan.
Jerat dilepas, observasi singkat dan luka dibersihkan. Selama penanganan itu, Hansen sempat melihat harimau lain tetapi jarak masih leluasa.
Selesai itu, tim buat tandu seadanya dari kayu-kayu sekitar. Mereka mengangkat harimau bergantian tanpa henti bersama orang-orang perusahaan yang juga mendampingi. Sekitar 30 menit, mereka tiba di pinggir kanal dan menyusuri Estate Meranti.
Proses pembersihan luka jerat harimau. Foto: BKSDA Riau
Tim bergerak cepat untuk evakuasi dan pengobatan intensif. Kaki harimau luka cukup parah. Dosis bius juga hanya satu jam. Sesuai perkiraan jarak tempuh untuk mencapai kandang angkut di pinggir jalan koridor RAPP.
Sekitar 15 menit perjalanan menuju Estate Maranti, harimau mulai sadar. Harimau dehidrasi berat. Tim menyiram air gambut. Respon harimau dilihat baik dan mau minum. Tim langsung beres-beres dan kembalikan semua perlengkapan.
Pukul 17.00, tim bergerak ke Pelabuhan Jeti, menyusuri Sungai Kampar ke Teluk Meranti dengan ponton. Kucing besar itu hendak dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya (PRHSD), milik Yayasan Arsari Djojohadikusumo (YAD).
Suharyono dan tim medis PRHSD yang membawa potongan daging sapi untuk makan harimau sudah menunggu di Teluk Kuantan. Mereka memandu tim menuju pusat rehabilitasi harimau itu.
Tiap satu setengah jam, tim berhenti untuk observasi harimau dan memberi minum selama 10-15 menit. Respon harimau selalu baik dan mulai berdiri. Harimau baru dikasih makan pukul 8.00 ketika tim berhenti istirahat dan sarapan di perbatasan Sijunjung-Dhamasraya. “Perintahnya begitu,” kata Hansen.
Mereka tiba di PRHSD, Senin (30/3/20) sekitar pukul 11.30, setelah 18 jam perjalanan. BBKSDA Sumatera Barat sudah menunggu di lokasi dan menyaksikan serah terima harimau pada Manager Operasional PRHSD dokter hewan, Saruedi Simamora.
Sebelum masuk kandang besar, harimau masuk kandang transit. Kesehatan harimau dicek dan diobservasi lagi. Ia makan empat kilogram potongan sapi. Harimau cukup sehat. Hanya lemah karena luka dan dehidrasi. Pukul 14.oo tim balik ke Pekanbaru.
Terluka
Dalam siaran pers yang diterima Mongabay dari Direktur Eksekutif YAD Catrini Pratihari Kubontubuh, sehari setelah Corina di sana, Simamora memimpin tim medis memeriksa kesehatan harimau. Pemeriksaan meliputi fisik, darah dan parasit.
Corina didiagnosa mengalami anemia dan laserasi. Anemia terjadi karena penurunan sel darah merah tetapi tak dalam jumlah signifikan. Laserasi atau luka baru karena jerat sangat dalam namun beruntung, tendon atau jaringan ikat yang menghubungkan jaringan otot dan tulang tak terputus.
Simamora mengatakan, mereka mengupayakan pengobatan terbaik, walau kemungkinan terburuk kaki kanan Corina bisa diamputasi.
Proses evakuasi harimau setelah ditandu lalu menyusuri kanal menuju Estate Meranti. Foto: BKSDA Riau
Terancam punah
Hansen bilang, Corina ditemukan dalam lansekap Semenanjung Kampar, utara Kerumutan atau lebih condong ke Lanskap Zamrud. Corina diperkirakan terjerat tiga hari dan membawa sling baja cukup jauh dari lokasi awal terkena jerat. “Kami lihat jerat nyangkut di kayu-kayu sekitar belukar.”
Hansen memberi ke Manajemen RAPP agar lebih ketat mengamankan konsesi mereka supaya terhindar dari para pemburu satwa. Satwa apa saja, katanya, bisa kena jerat itu. Di sana memang rumah satwa terutam harimau.
Corina adalah harimau kedua yang terjerat di sekitar lokasi itu. Pada 24 Maret 2019, harimau jantan berumur tiga tahun, diberi nama Inung Rio ditemukan pekerja PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN), Grup RAPP dalam Restorasi Ekosistem Riau (RER), Desa Sangar, Teluk Meranti, Pelalawan.
Inung Rio juga sempat dievakuasi dan menjalani perawatan di PRHSD sejak 25 Maret. Tak sampai satu bulan, Inung mati setelah sehari mulai menunjukkan penurunan aktivitas dan beberapa gejala klinis.
Selama Suharyono bertugas di Riau, sudah empat harimau diantar ke PRHSD. Dia menyatakan, perang terhadap pelaku jerat dan tak ada ampun bila petugas mendapati.
Dia minta, peran aktif pemegang konsesi menjaga dan meningkatkan pengamanan di wilayah kerja mereka.
Budhi Firmansyah, Manager Komunikasi RAPP prihatin dan menyayangkan, ada oknum atau kelompok tak bertanggung jawab bertindak terlarang dan melanggar hukum. Perusahaan mereka senantiasa bekerjasama dengan pihak berwenang, agar pelaku ditangkap dan menerima hukuman.
Berdasarkan monitoring perubahan tutupan hutan yang terlihat dari citra satelit di Semenanjung Kampar dan Kerumutan dari tahun 2012 hingga 2018, kawasan ini masih mengalami penurunan tutupan hutan. Penurunan paling drastis terjadi di Semenanjung Kampar dari periode 2016 ke 2018, dengan laju sebesar 4.12%. Sumber: WWF Indonesia
Untuk melindungi satwa di sekitar operasional perusahaan, RAPP berusaha meningkatkan kemampuan personil Tim Penanggulangan Konflik Satwa Liar (TPKSL) dengan pelatihan mitigasi konflik manusia dan satwa.
Sunarto, ahli Ekologi Satwa WWF Indonesia dalam jawaban tertulis, mengatakan, penurunan luas maupun kualitas habitat harimau terus terjadi, tak terkecuali di Kampar dan Semenanjung Kampar. Hal ini, katanya, terkait alih fungsi hutan legal maupun ilegal, pembangunan jalan dan peningkatan aktivitas penduduk.
Hasil telaah IUCN Redlist, harimau Sumatera mengalami kehilangan habitat dengan laju rata-rata antara 3,2%-5,9% pertahun. Sunarto bilang, data spesifik Kerumutan dan Semenanjung Kampar, masih dicek.
Sesuai draf terakhir Strategi Rencana Aksi Konservasi (SRAK) versi konsultasi publik yang disampaikan Sunarto, berdasarkan data dalam input analisa kesintasan Population Visability Analysis (PVA) harimau Sumatera, populasi dua bentang alam itu diperkirakan sekitar 15 individu dewasa.
Salah satu tujuan awal pemerintah memberi konsesi kehutanan terutama hutan tanaman inudstri, katanya, selain mendorong pendapatan dan perekonomian, juga perbaikan kondisi lingkungan. Dalam perjalanan waktu, tujuan lingkungan sering terlupakan dan tak termonitor.
Untuk itu, katanya, perlu kerja sama semua pihak agar perusahaan menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Perusahaan, katanya, perlu meningkatkan berbagai upaya perbaikan mulai penataan penggunaan ruang atau lahan. Juga, katanya, perlu dipastikan keseimbangan dan integrasi antara kawasan konservasi dan budidaya.
Wilayah penting bagi satwa langka termasuk habitat utama dan jalur penghubung pergerakan nyaperlu diamankan dan tak terganggu. Interaksi satwa dan manusia, katanya, dapat diperbaiki dengan terus meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta kapasitas masyarakat termasuk pekerja perusahaan.
“Semua itu dapat dilakukan, asal ada komitmen bersama, saling percaya dan kerjasama berbagai pihak.”
Hasil analisa kesintasan PVA Harimau Sumatera oleh Forum Harimau Kita dengan dukungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan, kalau perlindungan dan pengelolaan tidak ditingkatkan, harimau sangat rentan kepunahan.
Untuk itu, katanya, perlu upaya pengelolaan dengan menambah daya dukung habitat, menekan kematian karena perburuan ataupun konflik seperti yang sudah terjadi.
Keterangan foto utama: Pemindaham harimau ke kandang angkut untuk dibawa ke Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dhamasraya. Foto: BKSDA Riau