- Nelayan kecil di Cilacap, Jawa Tengah mengaku hasil tangkapan ikan bagus, apalagi mulai memasuki musim angin timuran
- Namun demikian, dengan adanya Covid-19, membuat hasil tangkapan tidak dapat terdistribusikan hingga jauh atau permintaan menurun apalagi ekspor sehingga berdampak anjloknya harga ikan
- Tranksasi pada tempat pelelangan ikan (TPI) Padarang anjlok hingga 40% yaitu dari berkisar Rp30 juta/hari menjadi hanya Rp10 juta/hari
- HNSI mulai meminta bantuan, salah satunya kepada pemerintah membeli ikan hasil tangkapan nelayan kecil dan nantinya ikan dapat menjadi bahan makanan bantuan mereka yang terdampak COVID-19
Perahu nelayan itu melintasi Kali Yasa kemudian berhenti di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tegalkamulyan, Cilacap Selatan, Cilacap, Jawa Tengah pada Sabtu (25/4/2020). Dua orang nelayan turun dan membawa hasil tangkapan udang. Ada sekitar 50 kg udang dogol yang diperolehnya.
“Kalau untuk tangkapan, masih lumayan. Karena nelayan kecil yang tidak jauh melautnya, berangkat pagi dan pulang tengah hari, bisa memperoleh udang krosok, jerbung, maupun dogol. Ini kebanyakan udang dogol, tetapi harganya sekarang menurun. Biasanya sampai Rp70 ribu/kg, tetapi saat sekarang hanya kisaran Rp45 ribu/kg. Penurunan harga terjadi karena memang permintaan juga turun. Pasokan ke luar kota tidak banyak lagi karena ada wabah corona,” jelas Ahmad (48) salah seorang nelayan setempat.
Keluhan nelayan itu juga dibenarkan oleh Ketua Kelompok Nelayan Pandanarang, Cilacap, Tarmuji. Menurutnya, saat sekarang sebetulnya sudah mulai pergantian dari angin baratan ke angin timuran. Dan akan memasuki musim panen ikan
“Kalau angin timuran itu menjadi berkah nelayan. Ikan-ikan dari sebelah, sekitar Australia sana mengikuti arah angin. Jadi, nelayan-nelayan di Cilacap, khususnya yang kecil tidak perlu jauh-jauh sampai ke tengah, sudah mendapatkan ikan lumayan,”jelasnya.
baca : Nasib Nelayan Semakin Terpuruk di Saat Pandemi COVID-19
Tetapi dengan pandemi COVID-19 ternyata berdampak bagi nelayan. Meski hasil tangkapan normal, tetapi harga-harga ikan menjadi anjlok. Misalnya untuk udang dogol yang biasanya dapat mencapai Rp70 ribu/kg kini menjadi Rp45 ribu/kg. Kemudian untuk udang peci yang biasanya Rp150 ribu/kg, kini menjadi Rp110 ribu/kg. Bawal putih ukuran kecil (1 ons) yang biasanya Rp85 ribu/kg menjadi Rp65 ribu/kg. Untuk ukuran besar (0,5 kg) dari biasanya Rp215 ribu/kg, menjadi Rp180 ribu/kg.
“Kondisi pandemi Covid-19 menjadikan harga iklan menjadi anjlok. Otomatis, nelayan kecil makin terpuruk dengan kondisi ini. Misalnya saja, dalam kondisi normal, satu grup nelayan dapat menghasilkan Rp4juta hingga Rp5 juta, kini turun antara 30% hingga 40%,” jelasnya.
Dengan turunnya harga tangkapan, praktis transaksi di tempat pelelangan ikan (TPI) juga merosot tajam. “Untuk TPI Pandarang saja, saat sekarang juga mengalami penurunan antara 30% hingga 40%. Dalam kondisi normal, setiap harinya ada transaksi dengan nominal Rp20 juta hingga Rp30 juta. Tetapi saat ini, hanya tersisa Rp8 juta hingga Rp10 juta. Bukan karena ikannya yang kurang, tetapi anjloknya harga. Anjloknya harga disebabkan karena memang permintaan menurun. Dengan adanya pandemi COVID-19, angkutan juga terpengaruh, sehingga tidak banyak hasil tangkapan yang dibawa ke luar kota,”ungkap Tarmuji.
Ia mengungkapkan dari 1.037 anggota nelayan di Pandanarang, Cilacap, 50% di antaranya sangat terdampak dengan adanya pandemi ini. “Mereka merupakan nelayan kecil, sehingga layak mendapat bantuan. Sementara ini, baru sebagian nelayan yang mendapat bantuan dari pihak TNI Angkatan Darat. Setahu saya, yang lain belum ada. Tetapi kabarnya nanti akan ada bantuan dari KUD Minosaroyo yang akan mencairkan dana paceklik untuk anggotanya. Saya dengar kabar, bantuannya Rp300 ribu dan beras 4 kg. Informasinya kan dibagikan pada pertengahan April,”ungkap Tarmuji.
baca juga : Presiden Himbau Masyarakat Makan Ikan di Tengah Pandemi COVID-19. Apakah Tepat?
Sementara Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Sarjono mengungkapkan ada 20 ribu dari 100 ribu nelayan di Cilacap menjadi anggota HNSI. “Kondisi pandemi berdampak buruk kepada nelayan. Sebetulnya bukan persoalan sulit menangkap, tetapi karena pandemi membuat pasar ikan tidak normal. Yang biasanya ikan dapat diekspor, kini sulit atau bahkan tidak bisa. Perdagangan ke luar daerah juga menurun, sehingga berdampak pada harga ikan yang merosot. Inilah dampak pandemi COVID-19 bagi nelayan,” kata Sarjono saat dihubungi Mongabay.
Ia mengungkapkan transaksi di TPI-TPI di Cilacap sangat menurun jika dibandingkan dengan hari-hari normal. Sebab, pembelinya berkurang banyak. Adanya pembatasan sosial sangat berpengaruh terhadap transaksi. “Kalau nelayan sebetulnya malah senang melaut dalam kondisi sekarang. Karena mereka bisa langsung berjemur di laut dan kena air asin. Nelayan percaya dengan itu akan meningkatkan imunitas. Apalagi kalau melaut tidak berkerumun seperti di daratan,”ujarnya.
Dia mengatakan bahwa untuk nelayan dengan kapal di bawah 5 grosston (GT) memang lebih terdampak. Maka dari itu, pihaknya tengah mengusulkan supaya ikan laut menjadi salah satu yang dapat dibeli pemerintah agar menjadi dapat menjadi bahan bantuan untuk warga lainnya. “Jadi, kalau bisa pemerintah membeli hasil tangkapan dan nantinya ikan hasil pembelian dijadikan untuk bahan bantuan warga lain yang terdampak,” ungkapnya.
baca juga : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudi daya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19
Dijelaskan oleh Sarjono, dari sekitar 100 ribu nelayan yang ada di Cilacap, sebagian besar merupakan nelayan kecil. “Meski hanya 20 ribu nelayan yang memiliki kartu anggota HNSI, namun kami tetap memperjuangkan mereka yang tidak memiliki kartu anggota. HNSI secara resmi telah mengajukan kepada perusahaan besar baik BUMN maupun swasta yang ada di Cilacap untuk ikut serta membantu nelayan. Kami juga mengajukan kepada pemerintah bantuan beras 100 ton dengan masing-masing nelayan mendapat jatah 5 kg beras. Semoga saja segera ada realiasinya. Sebab, nelayan benar-benar terkena dampak corona,” ujarnya.
Ia berharap, dengan datangnya musim angin timuran maka sesungguhnya nelayan bersiap untuk memasuki panen raya ikan. “Mulai Mei dan diperkirakan puncaknya Juni adalah masa-masa panen raya ikan. Sebab, dengan adanya angin yang bertiup dari arah timur, juga membawa ikan-ikan masuk ke perairan wilayah Cilacap. Dampaknya, bagi nelayan kecil tidak perlu jauh-jauh dari pantai. Karena banyak ikan yang berada dekat dengan wilayah pantai,”tambahnya.
Sementara pengamat cuaca Stasiun Meteorologi BMKG Tunggul Wulung Cilacap Rendi Krisnawan mengatakan bahwa angin timuran sebetulnya merupakan angin di wilayah perairan dan Samudra Hindia selatan Jawa berhembus dari timur laut hingga tenggara.
“Angin timuran ini juga menandai pergantian musim dari penghujan ke kemarau. Angin timuran kecenderungannya memiliki kecepatan yang tinggi, membawa masa udara yang dingin dan kering dari Benua Australia. Sehingga cuacanya menjadi cerah dan sedikit hujan,”katanya.