-
- Bendungan Lau Simeme, Kecamatan Sibiru-biru, Deli Serdang, Sumatera Utara, sudah memasuki pembangunan jalan walau masalah lahan dengan warga belum selesai.
- Pembangunan proyek strategis nasional ini mulai 2017, dan progres konstruksi mencapai 11%. Pekerjaan masih fokus pada pembangunan jalan masuk sepanjang 2,9 kilometer, dan jalan dari bendungan ke quarry (penggalian) sepanjang 18 kilometer. Juga pembangunan jalan relokasi 800 meter, terowongan pengelak sepanjang 700 meter, serta pekerjaan spillway.
- Jamilah, Komisi A DPRD Deli Serdang, mengatakan, status tanah di hutan produksi tetapi masyarakat sudah mendiami sejak puluhan tahun lalu. Saat ini, masyarakat sudah diminta mempersiapkan surat-surat kepemilikan mereka.
- Basuki Hadimulyono, Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat, mengatakan, kehadiran bendungan berpotensi memberikan manfaat bagi penyediaan air baku PDAM Tirtanadi, Sumut sebesar 3.000 liter perdetik. Selain itu, memberikan sumber irigasi bagi lahan pertanian di Bandar Sidoras seluas 3.082 hektar dan irigasi Lantasan 185 hektar.
Pada 14 April lalu Bendungan Lau Simeme, Kecamatan Sibiru-biru, Deli Serdang, Sumatera Utara, menelan korban. Banjir bandang hanyutkan tiga warga, satu tewas, satu selamat dan satu orang hilang terbawa arus.
Hisar Turnip, Humas SAR Medan mengatakan, orang itu hanyut terpeleset saat pengerjaan proyek. Mereka warga Desa Rumah Gerat. “Korban pada saat itu terpeleset saat banjir bandang,”katanya.
Ajun Komisaris Polisi Erlonggena, Kepala Kepolisian Sektor Sibiru-biru, mengatakan, Mesias, korban tewas sedang memancing di lokasi pemandian Pantai Casanova, Desa Namo Suro Baru, Sibiru-biru. Sedang Roy Syahputra, dan Riki Reinaldo berencana mandi di sungai setelah usai bekerja di proyek bendungan Lau Simeme.
Bendungan ini adalah proyek strategis nasional, mulai dikerjakan sejak 2017 dengan progres konstruksi mencapai 11%. Proses pengadaan lahan bersengketa dengan masyarakat. Kini, proses pembangunan jalan untuk bendungan sudah mulai.
Pembangunan Bendungan Lau Simeme bertahap dalam dua paket dengan biaya Rp1,3 triliun melalui skema kontrak 2017-2020.
Suhardi, Kepala Seksi Pelaksanaan Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera II, mengatakan, bendungan ini memang bagian dari proyek pembangunan 65 bendungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Kendala utama pembangunan bendungan saat ini pemebebasan lahan,”katanya.
Menurut dia, pekerjaan masih fokus pada paket I dan paket II. Paket I adalah pekerjaan pembangunan jalan masuk sepanjang 2,9 kilometer, dan pekerjaan jalan dari bendungan ke quarry (penggalian) sepanjang 18 kilometer.
Untuk paket II, pembangunan jalan relokasi sepanjang 800 meter, terowongan pengelak sepanjang 700 meter, serta pekerjaan spillway—struktur di bendungan untuk kendalikan pelepasan air dari tanggul ke hilir— dan bangunan fasilitas.
Panjang terowongan dibangun sepanjang 700 meter terdiri dari tiga saluran dengan sistem pressure flow. Pekerjaan sudah 420 meter, tinggal 80 meter.
“Paket I progres fisik sudah 72%,, sedangkan paket II sudah 61%,”katanya.
Ada 255 keluarga terkena dampak pembangunan proyek bendungan ini. Ratusan keluarga itu berasal dari lima desa, yaitu, Desa Mardinding Julu, Desa Penen, Rumah Gerat, dan Kuala Dekah. Masyarakat menganggap, lahan mereka adalah kawasan hutan produksi, pemerintah pusat belum berikan kepastian.
Binsar Sitanggang, Kepala Bagian Tata Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang mengatakan, pemkab masih berupaya memfasilitasi pertemuan antar warga dengan Balai Wilayah Sungai KPUPR.
“Tahun 2019 Deliserdang masuk dalam daerah Tora (tanah obyek reforma agraria-red) dari pemerintah pusat. Mestinya dapat ganti rugi setimpal,”katanya.

Sengketa lahan
Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Sumatera Utara (Bakumsu) menyebutkan, masyarakat setempat banyak resah karena pembangunan Bendungan Lau Simeme. “Penyelesaian konflik lahan masih belum jelas, tetapi proyek terus berjalan,” kata pernyataan Bakumsu dari laman mereka.
Bakumsu menyatakan, wacana pembangunan bendungan sudah sejak 1991-1992. Wacana ini jalan setelah ada verifikasi lapangan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung.
Pada 2003-2004, pengembangan melalui tim penelitian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) oleh tim ahli dari Universitas Sumatera Utara.
Ada enam desa terdampak dalam pembangunan bendungan, yaitu, Desa Kuala Dekah, Sari Laba Jahe, Rumah Great, Mardidnding Julu, Siria-ria dan Desa Penen.
Bakumsu mendampingi warga dan telah rapat dengar pendapat dengan Komisi A dan Komisi B di Deliserdang. Mereka juga diskusi dengan perwakilan pemerintah pusat.
Kuasa hukum pemerintah pusat, Yusril Ihza Mahendra melalui delegasinya mengatakan, akan menyelesaikan persoalan ini. Pemerintah menganggap, lahan itu tidak bisa diberi ganti rugi karena masuk hutan produksi.
Jamilah, Komisi A DPRD Deli Serdang, mengatakan, status tanah di hutan produksi tetapi masyarakat sudah mendiami sejak puluhan tahun lalu. Saat ini, katanya, masyarakat sudah diminta mempersiapkan surat-surat kepemilikan mereka.
“Saya sudah berkali-kali tinjau lokasi, memang benar wilayah itu sudah lama jadi permukiman warga,”katanya.
Kalau tak punya surat menyurat, warga meminta kepada kepala desa untuk mengeluarkan surat menguasai fisik. Bagi warga yang masih tinggal di hutan produksi, Dinas Kehutanan harus jadikan itu Tora kemudian terbit surat kepemilikan.

Kepala desa, camat, Dinas Kehutanan dan Badan Pertanahan telah berjanji menyelesaikan surat itu dalam tempo tiga bulan dua minggu lebih sejak mediasi.
Kalau pemerintah ingin melakukan pembebasan lahan, katanya, tentu harus memberikan ganti rugi yang layak, sesuai dengan harga tanah disana.
“Rincian waktu tiga bulan dua minggu itu maksudnya, di kecamatan pengurusan selama satu bulan, Dinas Kehutanan dua bulan, kemudian pengurusan di BPN selama dua minggu,”kata Jamilah.
Pembangunan ini masuk dalam proyek strategis nasional 65 bendungan dari KPUPR. Basuki Hadimulyono, Menteri PUPR, mengatakan, pengelolaan sumber daya air dan irigasi akan lanjut guna mendukung produksi pertanian. Sungai, katanya, jadi sumber pembangkit listrik (PLTA minihidro) dengan kapasitas 2,80 MW. Pembangunan ini, katanya, akan diikuti ketersediaan jaringan irigasi.
“Dengan begitu, bendungan yang dibangun dengan biaya dapat segera dimanfaatkan karena air dipastikan mengalir sampai ke sawah-sawah petani”, katanya.
Basuki mengatakan, kehadiran bendungan berpotensi memberikan manfaat bagi penyediaan air baku PDAM Tirtanadi, Sumut sebesar 3.000 liter perdetik. Selain itu, memberikan sumber irigasi bagi lahan pertanian di Bandar Sidoras seluas 3.082 hektar dan irigasi Lantasan 185 hektar.
Dia bilang, bendungan ini diharapkan dapat mengendalikan deras aliran hulu Sungai Percut dan Sungai Deli dan mengurangi risiko banjir sebagian wilayah Medan dan Deliserdang sebesar 68,17 m3/detik.
Keterangan foto utama: Pembangunan jalan untuk Bendungan lau Simeme, di kawasan hutan produksi. Foto: KPUPR
