- Sembilan penambang emas tradisional meninggal, tertimbun di lubang tambang di Talakiak, Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari [SBH], Kabupaten Solok Selatan, Sumatera barat, Sabtu [18/4/2020].
- Kejadian bermula saat para penambang mengoperasikan mesin dompeng, masuk ke lubang tambang. Lubang galian yang labil ditambah adanya penggalian menyebabkan badan lubang runtuh.
- Sejauh ini, sudah 15 kali penindakan tambang ilegal yang dalam aktivitasnya menggunakan alat berat. Tercatat, 13 kasus sudah dilimpahkan ke pengadilan sedangkan 2 lagi masih dilengkapi berkasnya.
- Menciptakan ekonomi alternatif berkelanjutan kepada masyarakat yang selama ini bekerja di tambang illegal harus dilakukan. Penegak hukum untuk menindak tegas cukong dan pemodal yang masih berkeliaran, agar kedepannya Solok Selatan terhindar bencana, harus dijalankan.
Sembilan penambang emas tradisional meninggal. Mereka tertimbun di lubang tambang di Talakiak, Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari [SBH], Kabupaten Solok Selatan, Sumatera barat, Sabtu [18/4/2020] lalu.
Kejadian bermula saat 12 penambang melakukan aktivitasnya, mengoperasikan mesin dompeng, pompa air jenis keong yang digerakkan dengan mesin diesel, dengan masuk ke lubang tambang. Lubang galian yang labil ditambah adanya penggalian menyebabkan badan lubang runtuh. Tiga orang berhasil menyelamatkan diri.
Dari sembilan korban tersebut, satu di antaranya perempuan. Mereka adalah Menan [58], Dedi [30], Husin [50], Jaja [25], Buyuang [30], Abu [35], Yandi [40], Ipit [35] yang semuanya warga Jorong Rawang, Nagari Ranah Pantai Cermin. Seorang korban lagi bernama Iril [35], warga Jorong Talakiak, Nagari Ranah Pantai Cermin. Semua jenazah sudah dievakuasi.
Baca: Menyelisik Tambang Emas Ilegal di Solok Selatan
Kapolres Solok Selatan, AKBP Imam Yulisdianto, dihubungi Mongabay mengatakan, saat kejadian sedang hujan. Para korban tertimbun material longsor yang digali manual, bukan menggunakan alat berat.
“Saat evakuasi, kami hanya menemukan beberapa alat tradisional berupa dulang dan mesin sedot air. Tapi, menurut penuturan masyarakat di lokasi kejadian, mesin sedot itu milik penambang lain yang baru datang. Namun, tetap kami sita,” ujarnya baru-baru ini.
Menurut Kapolres yang sudah bertugas dua tahun di Solok Selatan ini, sekitar tiga bulan lalu pihaknya pernah melakukan penindakan para penambang emas ilegal, tepatnya di sepanjang Sungai Batanghari. Termasuk di Nagari Pantai Cermin, lokasi tertimbunnya penambang, namun pihak kepolisian mendapat perlawanan warga.
“Saat itu mobil kami dilempari, namun kami tetap lakukan penindakan. Alat penyedot air kami sita, tidak ada alat berat,” sebutnya.
Tidak ditemukan lagi alat berat di lokasi tambang, diklaim Kapolres karena masifnya penertiban yang dilakukan jajarannya dua tahun terakhir.
“Kami fokus penertiban. Sudah 15 kali penindakan tambang ilegal yang dalam aktivitasnya menggunakan alat berat. Sejauh ini, 13 kasus sudah dilimpahkan ke pengadilan sedangkan 2 lagi masih dilengkapi,” ujarnya.
Baca: Ketika Penambangan Emas Liar Mengancam Identitas Minangkabau
Selain melakukan penindakan, pihak kepolisian juga melakukan cara-cara persuasif untuk menghentikan aktivitas ilegal yang sudah dilakukan turun-temurun ini.
“Aktivitas tambang kebanyakan di sepanjang Sungai Batanghari dan beberapa di lubang bekas peninggalan Belanda. Sejak saya tugas, sudah saya sampaikan, penambangan tidak boleh karena liar. Saya komunikasikan kepada stakeholder terkait, saya bersurat ke Bupati dan Gubernur, bagaimana menangani ini semua. Kalau dikatakan kegiatan turun-temurun ini klasik, bagaimana kita berusaha mengubah mindset mereka dengan cara berkebun atau bertani, harus ada solusi,” imbuhnya.
Terkait penegakan hukum, Imam menyatakan belum ada aturan hukum kuat. Namun, harus dicegah mengingat aktivitas tersebut bisa merusak lingkungan dan menyebabkan bencana ekologis.
“Di sini kebanyakan aktivitas pencarian emas dengan cara mendulang, kategori konvensional, tanpa ada alat berat. Pelanggaran hukum belum begitu kuat, tapi tetap dilarang. Kami informasikan juga kondisi tanah labil sehingga sangat berbahaya,” terangnya.
Baca: Tambang Emas Liar di Sarang Harimau Sumatera
Masih berjalan
Camat Sangir Batanghari, Gurhanadi, menyatakan sebagian besar penambang adalah petani. Mereka beralih profesi, menambang di bekas penambangan Belanda karena anjloknya harga komoditi karet dan sawit.
Hal senada diungkapkan Abdul Aziz, Ketua Kelompok Pecinta Alam Winalsa. Menurut dia, tambang talakiak atau bekas tambang Belanda merupakan pertambangan emas yang dikerjakan menggunakan mesin dompeng dan dulang. Masih ada masyarakat yang bergantung hidup di sana.
“Umumnya menggunakan ekskavator, namun berhenti sejak adanya penindakan polisi beberapa bulan terakhir. Sementara, aktivitas tambang dengan mesin pompa air masih ada,” jelasnya.
Kehadiran pemerintah mencarikan solusi ekonomi bagi penambang sangat dibutuhkan. Sejauh ini, belum terlihat sehingga warga nekat nambang emas.
“Beberapa kali dalam diskusi grup terfokus yang diinisiasi Kapolres Solok Selatan, masih saja tokoh masyarakat meminta pelonggaran penegakan hukum. Ironis memang, kebutuhan hidup sehari-hari dijadikan pembenaran. Sekarang, setelah ada korban jiwa, siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Baca juga: Tinggalkan Tambang Emas Liar, Sijunjung Potensial Sebagai Sentra Ikan Air Tawar
Yoni Candra, Kepala Departemen Kajian, Advokasi dan Kampanye WALHI Sumbar mengungkapkan belasungkawa kepada keluarga yang ditinggalkan maupun yang mendapat musibah. Yoni dalam keterangan tertulisnya menyatakan, aktivitas tambang ilegal di beberapa daerah selalu menjadi sorotan, karena menimbulkan bencana ekologis.
“Kami telah berulang kali mengigatkan potensi bencana dan kecelakaan kerja ke Pemerintah Daerah Sumbar dan Kabupaten/Kota yang warganya melakukan penambangan ilegal.”
Yoni menegaskan, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat khususnya Dinas ESDM dan penegak hukum, khususnya Polda Sumbar dan Polres Solsel dalam situasi pandemi COVID-19, hendaknya tidak lalai melakukan pengawasan.
“Kami meminta Pemda Sumatera Barat dan Pemkab Solok Selatan menciptakan ekonomi alternatif berkelanjutan kepada masyarakat yang selama ini bekerja di tambang ilegal. Kami juga mendorong penegak hukum, agar cukong dan pemodal yang masih berkeliaran ditindak tegas, sehingga kedepannya Solok Selatan terhindar bencana,” pungkasnya.