- Setelah menanti puluhan tahun, akhirnya gajah lahir di Gembira Loka. Keberhasilan mengembangbiakan gajah Sumatera itu cukup berliku. Kelahiran gajah terakhir di lembaga konservasi ini pada 1992. Berbagai upaya terus dilakukan agar gajah beranak pinak namun tak kunjung berhasil.
- Gajah merupakan satwa pemilih dalam mencari pasangan. Seringkali gajah tak mau kawin paksa. Kalau pejantan siap membuahi kapan saja, tak demikian betina. Dalam setahun, gajah betina siap kawin dalam empat kali kesempatan. Itupun masa subur pendek, hanya satu sampai tiga hari.
- Arinta, nama bayi gajah yang baru lahir 25 Maret lalu dari pasangan Argo dan Sinta. Bayi Sinta lahir normal, dengan berat 98 kg, tinggi 84 cm dan lingkar dada 1,09 m. Umumnya bayi gajah lahir berat 90-100 kg.
- Meski Pulau Jawa tak lagi jadi habitat gajah, dan gajah Jawa sudah dinyatakan punah, keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki hubungan dekat dengan satwa satu ini. Begitupun keraton kasunanan di Surakarta. Di Alun-alun Selatan Yogyakarta, juga ada kandang gajah, tempat gajah keraton dipelihara. Kini, kandang tak berisi gajah karena gajah terakhir keraton, Kyai Argo dan Nyai Gilang telah pindah ke Gembira Loka akhir 2009.
Arinta, bayi gajah berumur dua bulan itu suka bermain di kubangan yang tak begitu dalam, yang sengaja disiapkan di kandangnya. Ia juga kerap terlihat berlarian. Setiap menemukan benda baru, rasa penasaran Arinta bergejolak. Ia tampak bersemangat mengeksplorasi setiap sudut kandang.
“Arinta selalu penasaran dengan barang-barang baru yang ditemukan. Ada tanaman, ranting-ranting kayu,” kata Eros Yan Renanda, humas Gembira Loka Zoo, Yogyakarta menggambarkan tingkah lucu Arinta dengan dunia barunya.
Kehadiran bayi gajah Elephas maximus Sumatranus pada 25 Maret lalu amat ditunggu keluarga besar Gembira Loka. Begitupun para penyayang gajah. Sayangnya, mereka belum bisa menyaksikan langsung kelucuan Arinta karena Gembira Loka tutup gara-gara pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Gembira Loka berjanji menyiarkan perkembangan sang bayi melalui internet secara berkala.
Saat ini, Arinta masih menyusu pada induknya, Sinta, umur 21 tahun. Ia juga belajar makan makanan padat seperti buah-buahan dan sayur.
Tanda bayi gajah siap makan makanan padat antara lain ketika tertarik feces induknya. Bayi gajah secara alamiah berusaha memakannya.
Mahout atau pawang gajah Gembira Loka, Muhammad Adi Satria mengatakan, kalau Arinta suka makan rumput dan wortel.
“Meski porsi makan padat masih sedikit,” katanya.
Gajah adalah hewan yang hidup berkelompok. Kelompok dipimpin oleh satu gajah betina dewasa. Di alam satu kelompok bisa sampai 30 gajah bahkan lebih.
“Arinta perlahan kami kenalkan ke gajah-gajah betina lain. Karena di habitat asli gajah sistem asuhnya kelompok. Yang betina mengasuh bareng-bareng. Pelan-pelan bayi gajah ini kami kenalkan ke budhe-budhenya,” kata Eros lagi ketika dihubungi Mongabay, baru-baru ini.
KMT A Tirtodiprojo, Direktur Gembira Loka melalui pesan pendek kepada Mongabay akhir Mei lalu mengatakan, kelahiran gajah itu sekaligus menjawab keraguan beberapa pihak tentang gajah Sumatera itu. Dia bersyukur, gajah pindahan dari Pusat Konservasi Gajah (PKG) Seblat, Bengkulu itu bisa berkembang biak di tempat barunya.
Arinta dipilih jadi nama bayi gajah itu dengan harapan si bayi bakal tumbuh kuat dan makin mandiri. Arinta juga berasal dari singkatan Argo dan Sinta, kedua orangtuanya.
Meski lahir sehat, namun perkembangan Arinta terus dipantau karena masih dalam masa rawan.
“Anak gajah sampai 12 tahun biasa kena herpes. Virus bisa dari lingkungan sekitar. Itu sebabnya perkembangan terus kami awasi. Kandang dan tempat bermain Arinta harus bersih dan terkontrol,” katanya.
Pintu masuk Gembira Loka. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia
Penantian panjang
Tirto mengatakan, keberhasilan mengembangbiakan gajah Sumatera itu cukup berliku. Kelahiran gajah terakhir di lembaga konservasi ini pada 1992. Berbagai upaya terus dilakukan agar gajah beranak pinak namun tak kunjung berhasil.
“Ternyata betina-betina gajah yang kami rawat sebelumnya memiliki kista. Ini membuat mereka susah hamil,” katanya.
Gajah merupakan satwa pemilih dalam mencari pasangan. Seringkali gajah tak mau kawin paksa. Kalau pejantan siap membuahi kapan saja, tak demikian betina. Dalam setahun, gajah betina siap kawin dalam empat kali kesempatan. Itupun masa subur pendek, hanya satu sampai tiga hari.
“Akhirnya GL Zoo pembiakan terprogram. Sebelum gajah kawin, semua diperiksa dulu. Kondisi kandungan betina bagaimana, kapan siap kawin. Gajah jantan juga diperiksa spermanya. Apakah cukup sehat untuk membuahi pasangan.”
Gajah yang siap kawin di Gembira Loka bebas tanpa rantai. Ia memberi kesempatan kepada gajah untuk memilih pasangan dan merasa nyaman dengan pasangan mereka.
“Sejak kedatangan Sinta dan Natasya gajah betina dari Bengkulu tahun 2015 sudah kita lepas. Gajah jantan pun demikian. Semua gerak geriknya kita amati memakai kamera pemantau. Akhirnya, pejantan Argo mau kawin dengan Sinta.”
Dari penelusuran, gajah betina siap kawin pada usia delapan tahun, sementara gajah jantan pada usia 12 tahun. Masa reproduksi gajah betina empat tahun sekali. Meski bisa kawin kapan saja, gajah jantan punya perilaku khas yang disebut musht yang kerap dihubungkan dengan musim birahi. Seringkali gajah jantan mengamuk pada masa itu.
Musht ditandai dengan keluar cairan hitam berbau merangsang yang meleleh di pipi, berasal dari kelenjar di antara mata dan telinga.
Meski mundur satu bulan dari hari perkiraan lahir (HPL), proses kelahiran bayi gajah terbilang lancar. Sejak kandungan memasuki usia tiga bulan, Sinta sudah mendapat perlakuan khusus. Saat malam hari, ia dipisahkan dari kawanan gajah lain untuk memastikan agar Sinta cukup istirahat selama hamil.
“Sejak bunting dia kami sendirikan di kandang asuh. Kami buat kandang baru. Sebenarnya kandang lama, tapi kami buat sekat baru untuk kandang asuh,” kata Eros.
Selama kehamilan Sinta diberi pakan khusus dan multivitamin. Selain menu rumput kalanjono, ia juga makan buah-buahan dan sayuran seperti semangka, wortel, pepaya. Pemantuan lewat USG juga untuk memastikan perkembangan janin berlangsung baik. Selama hamil Sinta rutin diajak jalan-jalan untuk menjaga tubuh tetap sehat.
Sore menjelang kelahiran, Sinta nampak gelisah. Maret lalu, usia kehamilan Sinta genap 21 bulan. Gajah betina umumnya hamil selama 18-22 bulan. Kala itu, feces pun mengecil, sebagai tanda ia siap melahirkan.
Lewat tengah malam, bayi gajah itupun lahir, disaksikan dokter hewan, penjaga, dan beberapa orang lain yang tetap menjaga jarak.
“Sebelum lahir itu ia menggoyang-goyangkan kakinya. Kaki belakang diangkat lalu digoyang-goyangkan secara bergantian. Setelah lahir, bayi gajah ditendang tapi dengan lembut. Seperti ingin memastikan apakah anak yang baru dilahirkannya hidup atau mati.“
Seluruh proses persalinan gajah itu direkam melalui kamera pemantau. Dalam video itu terlihat Sinta tampak mengangkat kaki belakang lalu digerakkan memutar seperti baling-baling helikopter secara bergantian antara kaki kiri dan kanan.
Sinta melahirkan dalam posisi berdiri. Proses kelahiran berlangsung alami, tanpa bantuan dokter hewan ataupun keeper. Sesaat setelah bayi lahir Sinta terlihat menendang bayinya. Seperti terbangun dari tidur panjang, bayi gajah itu pun berusaha berdiri untuk pertama kali yang dibantu oleh induknya. Dua jam kemudian, bayi gajah sudah menyusu ke induknya.
Bayi Sinta lahir normal, dengan berat 98 kg, tinggi 84 cm dan lingkar dada 1,09 m. Umumnya bayi gajah lahir berat 90-100 kg.
Kelahiran Arinta adalah buah penantian panjang Gembira Loka akan kehadiran satwa baru terutama gajah. Kini, anggota keluarga gajah di jadi sembilan. Mereka terdiri dari dua gajah jantan yaitu Inta dan Argo. Sisanya, betina yaitu Sinta dan Natasya datang dari Bengkulu, lalu Sobaya, Cempaka, Gilang, Seiji, dan Arinta.
Seiji pun tengah hamil. Selisih jarak kehamilan dengan Sinta enam bulan. Kalau berlangsung lancar, satwa ini akan melahirkan pada Oktober mendatang.
Bayi gajah sesaat setelah lahir. Foto: Gembira Loka
Peristiwa budaya
Meski Pulau Jawa tak lagi jadi habitat gajah, dan gajah Jawa sudah dinyatakan punah, keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki hubungan dekat dengan satwa satu ini. Begitupun keraton kasunanan di Surakarta.
Di Surakarta, ada kampung bernama Kampung Gajahan di sebelah selatan Keraton Surakarta. Selain jadi lokasi bekas kandang gajah Keraton Surakarta, di kampung ini juga banyak patung gajah.
Di Alun-alun Selatan Yogyakarta juga ada kandang gajah, tempat gajah keraton dipelihara. Kini, kandang tak berisi gajah karena gajah terakhir keraton, Kyai Argo dan Nyai Gilang telah pindah ke Gembira Loka akhir 2009. Pada 1996, dua gajah Sumatera itu dikirim ke Jawa dan mengisi bangsal gajahan milik Keraton Yogyakarta.
Dari penelusuran, kandang ini dikabarkan tidak pernah kosong sejak Keraton Yogyakarta berdiri. Gajah bagi keraton jadi simbol kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, gajah selalu terlibat dalam prosesi Grebeg Syawal keraton. Tujuh gunungan diarak menuju Mesjid Gedhe Kauman dan diperebutkan sebagai tanda rasa syukur. Sekawanan pasukan gajah dan kuda mengawal prosesi itu. Karena pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) acara Grebeg Syawal tahun ini ditiadakan.
Selain gajah jadi simbol kekuatan, kesabaran, budi pekerti, dan ilmu pengetahuan, kotoran satwa ini bagi sebagian orang dipercaya sebagai penolak bala dan memberi kesuburan. Setiap Suro atau bulan pertama dalam kalender Jawa ada petani tembakau, misal, dari Wonosobo datang ke Gembira Loka. Mereka datang tak hanya satu dua, bisa sampai puluhan. Selain berwisata, tujuan mereka datang mencari kotoran gajah dari kebun binatang ini.
Kotoran gajah itu akan dicampur dengan pupuk kandang lain. Terlebih kalau kotoran gajah itu dari dua gajah milik keraton yang dititipkan di Gembira Loka. Pencari kotoran gajah itu makin percaya akan membawa berkah. Kotoran gajah ini jadi pupuk sekaligus dipercaya menjauhkan dari hama.
Keterangan foto utama: Arinta, bersama induknya, Sinta dan tante Natasya. Foto: Gembira Loka