- Ada 53 paruh bengkok lepas liar di Desa Domato, Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara, awal Juli itu. Burung-burung ini sitaan dan pengembalian sukarela warga di Maluku Utara.
- Lepas liar di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini dengan menggunakan protocol kesehatan, pakai masker, jaga jarak, maupun cuci tangan.
- Pemilihan lokasi lepas liar di Desa Domato, karena kondisi hutan sangat bagus dan terjaga dengan potensi sumber pakan alami melimpah. Selain itu, aparat pemerintah desa dan warga mendukung hingga lebih aman dalam melindungi burung-burung ini dari buruan.
- Maluku Utara, merupakan kantong paruh bengkok. Perburuan burung banyak terjadi. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Maluku-Maluku Utara mengakui, kendala wilayah kerja luas membuat pengawasan sangat sulit hingga perlu peran berbagai pihak.
Suara burung paruh bengkok bersahut-sahutan. Ada 53 burung ditampung dalam kandang besar di kawasan puncak Desa Domato Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara, awal Juli itu sebelum lepas liar oleh petugas Kantor Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah I Ternate. Burung-burung ini sitaan dan pengembalian sukarela warga di Maluku Utara.
Lepas liar di masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini dengan menggunakan protocol kesehatan, pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. “Karena melibatkan banyak orang dengan protokol kesehatan ketat, memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan,” kata Abas Hurasan, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Ternate.
Sebanyak 53 paruh bengkok ini terdiri dari 35 kasturi Ternate (Lorius garrulus), sembilan nuri kalung ungu (Eos squamata) dan sembilan kakatua putih (Cacatua alba).
Burung-burung itu , katanya, sudah menjalani karantina dan rehabilitasi di Kandang Transit Seksi Konservasi Wilayah I Ternate sekitar tiga tahun.
Sebelum pelepasliaran, burung-burung itu terlebih dahulu diperiksa kesehatan oleh dokter hewan SKW I Ternate dan Karantina Pertanian Kelas II Ternate.
Pemeriksaan burung yang akan lepas liar dan berbagai pihak yang hadir dalam acara itu. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia
“Pemeriksaan kesehatan burung wajib untuk mengetahui kondisi kesehatan, prilaku serta sifat liar. Ini sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal KSDAE tertanggal 20 Mei 2020 tentang petunjuk teknis pelepasliaran satwa liar di masa pandemi COVID-19.”
Pemilihan di Desa Domato, kata Abas, karena kondisi hutan sangat bagus dan terjaga dengan potensi sumber pakan alami melimpah. Hutan ini, katanya, cocok untuk habitat nuri dan kakatua. Selain itu , dukungan dan perhatian berbagai pihak, seperti camat, polsek dan kepala desa begitu tinggi hingga burung bisa lebih aman dari gangguan para pemburu.
Abas bilang, pelestarian paruh bengkok perlu kerjasama semua pihak. Dia mengajak semua pihak menjaga burung endemik dengan tidak menangkap, membeli, memperdagangkan maupun memelihara.
“Biarkan di hidup bebas di alam. Apabila ada masyarakat atau TNI, Polri serta aparatur sipil lain yang memiliki. memelihara satwa dilindungi agar menyerahkan kepada Seksi Konservasi Wilayah 1 Ternate untuk dilakukan rehabilitasi,” katanya.
Kalau ada masyarakat yang menemukan ada penangkapan maupun perdagangan burung , katanya, agar melaporkan melalui pusat pengaduan Balai KSDA Maluku nomor 085244440772.
Lokasi pelepasliaran di hutan Desa Domato, Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara
Maluku Utara, merupakan kantong paruh bengkok. Perburuan burung banyak terjadi. Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Maluku-Maluku Utara mengakui, kendala wilayah kerja luas membuat pengawasan sangat sulit. Pintu masuk dan keluar banyak, terutama bandara dan pelabuhan laut. Akses terbuka ini lebih sulit terpantau dan membuat penyelundupan makin rawan.
Awal Desember 2019, sejumlah satwa endemik Maluku dan Malut juga dipulangkan BKSDA Sulawesi Utara (Sulut). Satwa liar itu masing-masing diserahkan ke Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata, ada 23 paruh bengkok.
Dari mana asal-usul burung-burung itu? BKSDA mengatakan, satwa hasil sitaan, temuan, dan penyerahan masyarakat di wilayah kerja BKSDA Sulut.
Satwa ini melalui perawatan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki. Untuk empat yaki merupakan hasil penyerahan masyarakat di Kota Ternate kepada petugas Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Maluku dan dititipkan di PPS Tasikoki.
Mohtar Amin Ahmadi, Kepala BKSDA Maluku- Malut waktu itu, mengatakan, sebagai daerah kepulauan, Maluku dan Malut, memiliki banyak pintu masuk dan keluar, terutama pelabuhan laut dan udara. Ada 45 pelabuhan resmi, 21 di Maluku dan 24 Malut. Ada juga 15 bandara di Maluku dan sembilan di Malut. Dari begitu banyak pintu masuk dan keluar itu, katanya, sulit mereka awasi sendiri.
Untuk itu, perlu sinergi semua pihak dalam menyelamatkan paruh bengkok dari perburuan, pencurian, pengambilan serta perdagangan.
Khusus Malut, sangat rawan satwa liar ke luar negeri. BKSDA pernah tangani kasus, upaya penyelundupan ke Filipina melalui Pelabuhan Bitung, lalu ke Davao.
Keterangan foto utama: Pemilihan lokasi lepas liar di Desa Domato, karena kondisi hutan sangat bagus dan terjaga dengan potensi sumber pakan alami melimpah. Selain itu, aparat pemerintah desa dan warga mendukung hingga lebih aman dalam melindungi burung-burung ini dari buruan. Foto: Mahmud Ichi/ Mongabay Indonesia