Mongabay.co.id

Misteri Punahnya Badak Berbulu Terkuak, Bukan karena Diburu Manusia

 

 

Dari burung moa yang berukuran raksasa di Selandia Baru hingga burung dodo yang unik di Mauritius, kedatangan manusia sering kali menyebabkan kepunahan bagi hewan-hewan luar biasanya yang sebelumnya hidup bebas karena terisolasi.

Sebelumya, banyak ilmuwan berasumsi bahwa badak berbulu [Coelodonta antiquitatis], mamalia berbulu lebat dan bertanduk besar, mengalami nasib yang sama. Di masa purba, hewan ini sangat umum ditemukan di Eropa utara dan Asia bagian utara sekitar 30.000 tahun silam, ketika manusia pertama tiba. Tak lama kemudian, hewan ini menghilang dari muka bumi.

Seperti juga gajah berbulu [Coelodonta antiquitatis] atau singa goa [Panthera spelaea), punahnya badak berbulu selama ini diyakini akibat ‘bentrokan’ tak terhindarkan dari makin luasnya persebaran manusia di akhir Zaman Es. Namun, dalam sebuah riset terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Current Biology edisi 13 Agustus 2020, diungkapkan bahwa punahnya badak berbulu bukan disebabkan oleh perburuan yang dilakukan manusia.

Baca: Inilah 4 Jenis Badak Purba yang Pernah Hidup di Bumi

 

Penampakan bayi badak berbulu bernama Shasa setelah dilakukan rekonstruksi. Foto: Albert Protopopov via IFL Science

 

Para ilmuwan dalam studi tersebut menyelidiki populasi badak berbulu di Siberia dengan melihat DNA dari sampel jaringan, tulang, dan rambut dari 14 badak berbulu. Genom DNA dan mitokondria dari spesimen yang diawetkan secara genetik diurutkan, memungkinkan mereka memperkirakan ukuran populasi dan keragaman genetik dalam kelompok.

Hasilnya menunjukkan, populasi badak berbulu telah beradaptasi secara genetik selama puluhan ribu tahun sebelum kepunahannya. Indikator genetik dari ukuran populasi dan perkiraan tingkat perkawinan sedarah menunjukkan bahwa populasi mereka stabil, bahkan lama setelah manusia mulai tinggal di Siberia.

Stabilitas ini tetap terjadi dari 29.000 tahun lalu, pada permulaan periode dingin, hingga 18.500 tahun lalu. Bahkan, badak ini belum punah sampai sekitar 14.000 tahun lalu, yang menunjukkan bahwa banyak hal berubah secara dramatis untuk spesies tersebut dalam 4.500 tahun setelah rentang penelitian.

Baca: Sudan, Badak Jantan Terakhir di Dunia Itu Telah Tiada

 

Bayi badak berbulu bernama Sasha yang ditemukan kondisi aslinya di Siberia. Foto: Anastasia Loginova/Siberian Times via IFL Science

 

Pengurutan gen juga menunjukkan mutasi genetik yang membantu badak berbulu beradaptasi dengan perubahan iklim, seperti perubahan reseptor kulit yang mendeteksi suhu hangat dan dingin. Badak berbulu sangat cocok dengan iklim Siberia timur laut yang  beku dan para peneliti menjelaskan mutasi “adaptif” bisa terjadi pada spesies tersebut ketika periode pemanasan singkat, yang dikenal sebagai interstadial Bølling-Allerød, yang terjadi antara 12.890 dan 14.690 tahun lalu. Anehnya, bukan dinginnya Zaman Es yang menghabisi mereka melainkan semburan kehangatan singkat yang datang sebelumnya.

“Perubahan suhu sangat cepat. Beberapa catatan dari inti es yang diambil di Greenland menunjukkan peningkatan suhu hingga 10 derajat Celcius, mungkin hanya dalam beberapa dekade,” ungkap penulis senior Love Dalén, profesor genetika evolusioner di Pusat Paleogenetika, sebuah usaha patungan antara Universitas Stockholm dan Museum Sejarah Alam Swedia, dikutip dari IFL Science.

Baca: Upaya Para Ilmuwan Membangkitkan Gajah Purba dari Tidur Panjangnya

 

Rangka tubuh badak berbulu. Foto: Fedor Shidlovskiy via IFL Science

 

Mirip dengan mammoth berbulu, tubuh badak berbulu ditutupi bulu tebal dan sangat cocok dengan lingkungan dingin di Siberia. Keduanya juga memiliki adaptasi yang sama, membantu mereka bertahan hingga berakhirnya Zaman Es terakhir di bumi.

Akan tetapi, mammoth lebih besar tiga kali lipat dibanding badak berbulu, serta memiliki pola makan yang lebih fleksibel dan hidup berkelompok. Sedangkan badak berbulu, menurut peneliti, hidup menyendiri.

“Awalnya diperkirakan bahwa manusia muncul di timur laut Siberia 14.000-15.000 tahun lalu, satu masa saat badak berbulu punah. Namun baru-baru ini, ada beberapa penemuan situs koloni manusia yang jauh lebih tua, sekitar 30.000 tahun silam,” lanjut Dalén.

“Jadi, penurunan menuju kepunahan badak berbulu tidak bertepatan dengan kemunculan pertama manusia di wilayah tersebut. Malahan, di masa ini, terjadi peningkatan populasi badak berbulu,” tuturnya.

Baca juga: Beberapa Fakta Mengejutkan tentang Unicorn Siberia

 

Pengunjian sampel DNA badak berbulu yang dilakukan Edana Lord di laboratorium. Foto: Marianne Dehasque via Smithsonian

 

Para ahli saat ini coba mendapatkan lebih banyak urutan genom dari badak yang hidup antara 18.000 dan 14.000 tahun itu, untuk menganalisis penurunan populasi dan pengaruhnya.

“Bagaimanapun, kami tidak mengesampingkan keterlibatan manusia [dalam kepunahan badak berbulau], namun kami memperkirakan bahwa kepunahan mamalia besar ini lebih mungkin disebabkan perubahan iklim,” jelas Edana Lord, dikutip dari Smithsonian, rekan penulis studi dan mahasiswa pascadoktoral di Center for Palaeogenetics.

 

 

Exit mobile version