- Penyerapan hasil produk perikanan yang berasal dari nelayan dan pembudi daya ikan selalu menjadi persoalan yang tak pernah terselesaikan sejak lama. Dari waktu ke waktu, penyerapan selalu disebut tidak pernah berjalan baik, walau produksi berjalan lancar
- Kondisi tersebut semakin terpuruk setelah pandemi COVID-19 melanda Indonesia sejak enam bulan terakhir. Produksi nelayan dan pembudi daya ikan yang tidak terserap dengan baik, berimbas pada keberlanjutan produksi berikutnya
- Agar persoalan tersebut tidak semakin berlarut dan terpecahkan, Pemerintah Indonesia memutuskan menggunakan sistem resi gudang (SRG) untuk memecahkan persoalan pemasaran dan keterpurukan harga hasil produksi kelautan dan perikanan
- Dengan SRG, diharapkan kendala pemasaran sudah tidak lagi ada dan nelayan bisa meningkatkan kapasitas dirinya masing-masing untuk mencapai kesejahteraan ekonomi dan sosial. Sistem tersebut juga akan membantu nelayan dan pembudi daya untuk mendapatkan akses perbankan lebih mudah
Optimalisasi produk perikanan yang ada di Indonesia kini memasuki babak baru setelah Pemerintah Indonesia meluncurkan sistem resi gudang (SRG). Dengan sistem tersebut, semua produk perikanan yang dimiliki para nelayan di seluruh Nusantara bisa dimanfaatkan lebih maksimal, karena akan disimpan di gudang beku (cold storage) SRG.
Pada tahap awal, Pemerintah menjanjikan akan mengoperasikan SRG di 15 gudang beku yang ada di seluruh Indonesia. Sistem tersebut diharapkan bisa membantu penyerapan seluruh produk perikanan yang sudah berhasil produksi oleh nelayan skala kecil, tradisional, maupun pelaku usaha besar.
Saat peluncuran yang digelar pada pekan lalu di Jakarta, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan bahwa SRG adalah sistem yang sangat baik dan akan berperan untuk memecahkan persoalan penyerapan produk perikanan di seluruh Indonesia.
“Peran resi gudang ini menjadi jalan keluar (persoalan itu),” ucap dia.
Dengan adanya SRG, nelayan di pesisir Nusantara yang selama ini kesulitan untuk memasarkan hasil produk perikanan, diharapkan tidak akan terjadi lagi. Semua produk perikanan, akan bisa dititipkan di SRG melalui penyimpanan di gudang beku.
Akan tetapi, walau sudah menjadi terobosan, SRG akan tetap membutuhkan kerja sama yang harmonis antar instansi Negara dalam prosesnya di lapangan. Dengan kerja sama yang sinergis, seluruh produksi perikanan yang dihasilkan nelayan dan pembudidaya ikan akan bisa diserap secara baik.
“Tidak ada lagi cerita produk perikanan yang sia-sia dan terbengkalai. Semuanya akan terserap dengan SRG,” jelas dia.
baca : Perjuangan Industri Perikanan Tangkap Keluar dari Jurang COVID-19
Selain SRG untuk produk perikanan, pada kesempatan yang sama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga meluncurkan pasar laut Indonesia untuk menyerap seluruh produk olahan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kelautan dan perikanan.
Menurut dia, kehadiran pasar laut diyakini akan bisa menghidupkan kembali para pelaku UMKM yang ada di seluruh wilayah pesisir. Selama ini, banyak sekali produk UMKM pesisir yang bisa bersaing dengan non UMKM, namun terkendala pada proses pemasaran.
“Ini menggairahkan sektor kelautan dan perikanan, karena mayoritas dari sektor ini adalah para pelaku usaha kecil,” ucap Edhy.
Pasar laut Indonesia sendiri tidak lain adalah kegiatan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas UMKM sektor kelautan dan perikanan melalui fasilitasi dan bimbingan teknis. Dalam prosesnya, pelaku UMKM akan diberikan peningkatan akses dan perluasan untuk skema pembiayaan.
Selain itu, juga peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan nilai tambak produk, peningkatan dan perluasan jangkauan pemasaran, serta penguatan kelembagaan usaha. Untuk proses tersebut, KKP sudah menyeleksi sebanyak 800 UMKM dari berbagai provinsi.
baca juga : Bergerak Bersama untuk Serap Seluruh Produksi Perikanan
Stabilitas Harga
Tentang SRG yang baru diluncurkan, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Nilanto Perbowo pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa itu merupakan instrumen persediaan produk KP dalam negeri dan menjadi bagian dari sistem ketahanan dan kestabilan harga.
Dengan adanya SRG, nelayan dan pembudidaya ikan diharapkan bisa bangkit dari keterpurukan karena selama ini selalu terkendala dengan proses pemasaran. Melalui skema RSG, mereka semua akan mendapatkan harga tawar yang lebih baik dan sekaligus jaminan penyerapan pasar untuk seluruh produk perikanan mereka.
Agar seluruh produk KP yang dihasilkan para nelayan dan pembudidaya ikan bisa terserap, KKP menyiapkan 15 unit gudang beku yang 11 unit di antaranya dimiliki oleh badan usaha milik Negara (BUMN) seperti Perinus dan Perindo.
“Selain itu, ada dua unit milik KKP yang saat ini dikelola oleh koperasi nelayan,” tambah dia.
Dalam melaksanakan SRG, Ditjen PDSPKP dan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) akan bekerja sama di lapangan. Sementara, PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) akan berperan sebagai penyedia sarana dan prasarana kliring dan penjaminan transaksi, juga registrasi resi gudang komoditas ikan.
Selain itu, melalui anak usahanya, PT KBI akan berperan sebagai penyedia plafon pembayaran penyerapan ikan mitra dalam SRG. Sedangkan BUMN perikanan, melalui mitra-mitranya akan menyediakan komoditas ikan yang dimasukkan ke dalam skema Resi Gudang.
Untuk itu, akan dilakukan penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) antara Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) dengan PT KBI tentang Penggunaan Information System Warehouse Receipt (IS-Ware) dalam SRG.
Nilanto Perbowo mengatakan, dengan segala keuntungan yang bisa didapat, SRG akan menjadi kebijakan yang tepat dalam menyerap hasil tangkapan nelayan, meningkatkan ekonomi komoditas ikan, kesejahteraan nelayan, kebutuhan konsumsi, dan juga menjaga ketersediaan bahan baku bagi UMKM kelautan dan perikanan.
Menurut dia, SRG dapat menjaga ketersediaan ikan dan kestabilan harga dengan mekanisme tunda jual. Sistem tersebut diharapkan dapat membantu nelayan dan pembudidaya ikan mendapatkan posisi tawar harga yang lebih baik dan jaminan penyerapan ikan yang dihasilkan.
baca juga : Optimisme Sektor Perikanan Lewati Pandemi COVID-19
Buka Akses
Kepala BAPPEBTI Sidharta Utama menyatakan, pemanfaatan SRG akan membantu nelayan dan pembudidaya ikan untuk meningkatkan akses pasar, informasi sebaran, menjaga mutu, serta nilai dari komoditas kelautan dan perikanan.
“Jumlah SRG sekarang lebih dari 120. Tingkat penggunaannya sudah lebih dari 40 persen, meningkat selama beberapa tahun terakhir,” ucap dia.
Dengan segala potensi yang ada pada sektor kelautan dan perikanna, dia optimis tingkat penggunaan SRG di masa mendatang bisa mencapai 100 persen. Terlebih, karena wilayah Indonesia sebagian besar adalah berupa lautan, dan karenanya SRG akan menjadi sistem yang tepat untuk bisa membantu nelayan dan pembudidaya ikan dalam memasarkan hasil produksi mereka.
Melalui skema SRG, maka itu bisa menjadi agunan untuk mengajukan pinjaman pada perbankan. Dengan demikian, SRG menjadi instrumen pembiayaan yang menarik bagi nelayan dan pembudidaya ikan, serta bisa menjadi alternatif solusi bagi nelayan dalam menghadapi fluktuasi harga ikan.
Resi Gudang sendiri adalah dokumen surat berharga atas komoditas yang disimpan di gudang yang terdaftar di Pusat Registrasi (Pusreg) Resi Gudang. Sistem ini, sebelumnya sudah diadopsi untuk menjaga dan memasarkan hasil produksi rumput laut.
Berkat SRG, nilai tambah hasil panen rumput laut mengalami kenaikan setelah terdaftar sebagai salah satu komoditas dalam SRG. Kenaikan itu kemudian akhirnya bisa membuka akses pasar, baik itu di dalam negeri ataupun untuk keperluan ekspor.
Dengan SRG, petani rumput laut bisa memunda penjualan hasil panen dan melaksanakan penjualan saat kondisinya dinilai tepat. Itu artinya, rumput laut yang dititipkan di SRG akan bisa dijual kembali setelah harga di pasaran mengalami kenaikan.
perlu dibaca : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudidaya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19
Adapun, komoditas rumput laut yang disimpan di gudang beku SRG sudah memenuhi kecukupan pasokan, standar kualitas, dan harga yang kompetitif. Dengan demikian, nantinya rumput laut bisa dipasarkan untuk kebutuhan ekspor.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi saat ini sedang terjadi karena pandemi COVID-19. Kondisi itu menyebabknya terjadinya penurunan daya beli masyarakat, dan itu berdampak pada penyerapan hasil produk kelautan dan perikanan.
***
Keterangan foto utama : Suasana pengolahan ikan di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman Muara Baru, Jakarta Utara pada November 2016. Foto : Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia