- Tambang emas ilegal di Kecamatan Sungai Mas dan Pantai Cermin, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, makin marak belakangan ini.
- Tambang emas ilegal yang dilakukan di Sungai Mas dan Pantai Cermin itu, awalnya dilakukan secara sederhana, menggunakan nampan lalu disaring untuk dicari emasnya.
- Namun, dalam beberapa tahun terakhir, kegiatan ini dilakukan menggunakan alat berat eskavator yang mengebabkan sungai rusak dan airnya keruh.
- Berdasarkan keterangan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Aceh Barat, tambang emas tersebut tidak ada izinnya.
Tambang emas ilegal di Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh, terus menjamur. Upaya penertiban yang tidak berjalan maksimal menjadi salah satu penyebab sungai dan hutan di kabupaten tersebut mulai rusak.
Tambang emas ilegal yang dilakukan di sungai, di Kecamatan Sungai Mas dan Pantai Cermin, Kabupaten Aceh Barat, awalnya dikerjakan secara tradisional oleh masyarakat. Caranya, mereka masuk sungai, lalu mengambil bebatuan kecil dengan nampan, setelah itu menyaringnya yang biasa disebut dengan indang.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, indang sudah ditinggalkan. Pengusaha mulai mendatangkan alat berat, mengeruk sungai yang menyebabkan airnya keruh.
“Sekarang, yang dikeruk dengan eskavator bukan hanya sungai atau bantaran, tapi juga tanah di belakang rumah warga. Bahkan, kebun dan hutan sekitar juga digali dengan alat berat untuk dicari emasnya,” ujar Khalidin, warga Pantai Cermin, awal September 2020.
Khalidin mengatakan, penambangan emas ilegal telah berlangsung lama, dan terkesan dibiarkan. Lebih seratusan alat berat berada di Pantai Cermin, bahkan banyak pengusaha yang membeli alat berat baru.
“Kami, masyarakat yang biasa berkebun mulai khawatir dengan kegiatan ini. Kami sudah tidak bisa beraktivitas lagi karena sebagian besar areal pertanian di Pantai Cermin mengandalkan air sungai yang kini keruh,” ujarnya.
Dampak tambang emas ilegal itu juga mengancam ketersediaan air bersih masyarakat. Sejumlah desa di Pantai Cermin dan Sungai Mas memang mengandalkan air sungai untuk dikonsumsi dan kebutuhan harian. “Kami menggunakannya untuk kebutuhan air minum, mencuci, dan memasak,” ungkapnya.
Baca: Tambang Emas Ilegal di Aceh Belum Berhenti Beroperasi
Hal senada disampaikan Munir, warga Sungai Mas, Kabupaten Aceh Barat. Sebagian besar masyarakat dan perangkat desa tersebut menolak keras kehadiran tambang emas ilegal itu. “Namun, kami tidak bisa protes karena banyak pihak yang sepertinya mendukung,” ujarnya.
Munir menyebutkan, akibat penggunaan alat berat, belasan kilometer Sungai Mas dan Pantai Cermin dan hutan gundul akibat penggalian yang terus dilakukan. “Kami sangat jenuh dengan kondisi ini, tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada yang mendukung.”
Di Aceh, selain Kabupaten Aceh Barat, pertambangan emas ilegal juga masih terjadi di Kabupaten Aceh Selatan, Pidie, dan Nagan Raya.
Baca: Tertibkan Tambang Ilegal, Polda Aceh Amankan Pekerja dan Alat Berat
Pengawasan
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh mendesak Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk melakukan pengawasan tambang emas ilegal di Sungai Mas dan Pantai Cermin.
“Di Sungai Mas, lokasi pertambangannya berada di kawasan hutan lindung dan merusakan bantaran Sungai Woyla – Seunagan,” sebut Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, Kamis [10/9/2020].
Dia mengatakan, Kecamatan Sungai Mas berada di DAS Woyla yang merupakan bagian Wilayah Sungai [WS] Woyla – Bateue. Kawasan ini melintasi beberapa desa yang memiliki potensi sumber emas.
“Dalam Pasal 23 dan Pasal 24 Qanun Aceh Barat No. 1 Tahun 2013, Tentang RTRW Kab. Aceh Barat disebutkan bahwa Krueng Woyla – Seunagan merupakan kawasan lindung wilayah sungai. Sebagai wilayahnya merupakan konservasi sumber daya air dan pendayagunaan sumber daya alam.”
Meskipun telah ditetapkan sebagai kawasan lindung, fakta di lapangan menunjukkan adanya pertambangan emas ilegal di areal tersebut. Pertambangan ilegal merupakan pelanggaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Aktivitas ini juga melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Semua praktik pertambangan harus memiliki izin dan harus sesuai dengan kebijakaan rencana tata ruang daerah serta perundang-undangan yang berlaku. Hingga saat ini belum ada penindakan dari Pemerintah Aceh agar kegiatan itu tidak terjadi,” terangnya.
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Pasal 17 [1] disebutkan, setiap orang dilarang, huruf a], membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri.
Pihak Kepolisian beberapa kali juga telah melakukan penangkapan terhadap kegiatan pertambangan emas ilegal di Kabupaten Aceh Barat. Termasuk, menyita alat berat.
Pada 6 Maret 2020 misalnya, personil Reskrimsus Polda Aceh bersama Polres Aceh Barat mengamankan tujuh eskavator yang digunakan untuk menambang emas ilegal di Sungai Mas. Dalam kasus ini, polisi menetapkan lima tersangka dan pada Juni 2020, kasus tersebut telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Aceh Barat.
Berikutnya, Juni 2020, pihak kepolisian kembali menangkap tujuh pelaku yang di Kecamatan Sungai Mas. Mereka berasal dari Aceh Barat, Nagan Raya, dan Provinsi Sumatera Utara. Namun, penangkapan tersebut tidak menimbulkan efek jera, selang beberapa hari aktivitas di lokasi pertambangan ilegal ramai kembali.
“Kami juga tidak pernah dengar pelaku pertambangan emas ilegal diproses hingga ke pengadilan dan pemodal ditangkap sesuai hukum yang berlaku,” ujar Muhammad Nur.
Baca juga: Tambang Emas Ilegal Bertebaran di Aceh, Bagaimana Dampaknya Terhadap Lingkungan?
Sebelumnya, dikutip dari Antara, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Aceh Barat Mulyadi, mengatakan sejauh ini tambang emas tersebut tidak ada izinnya.
“Sampai sekarang ilegal,” katanya, Senin [31/8/2020].
Meski pun demikian, Mulyadi menegaskan, koordinasi dengan Camat Sungai Mas dilakukan agar kegiatan ini diharapkan dapat dihentikan. Koordinasi dengan pihak terkait di Provinsi Aceh juga diintensifkan guna menemukan solusi terbaik, seperti diusulkan untuk dijadikan tambang rakyat.