- Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, NTT merupakan wilayah gersang. Namun sorgum mengubah wilayah ini dan menjadikan sentra budidaya sorgum di NTT dengan 6 varietas yang dikembangkan yakni Kuali, Super-1, Okin, Numbu, Wolo dan Waiotan
- Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel) bersama Maria Loretha selaku pelestari benih sudah mengembangkan 14 jenis sorgum yakni Pega, Wolo, Warogoru, Mesak Hitam, Lepang, Watablolon, Merih, Okin, Wataru, Kuali, Wata Mayung, Terae Are, Terae Madare dan Wataru Hamu dan tersebar di 8 kabupaten di NTT
- Semua jenis sorgum baik sorgum pangan (tipe tanaman pendek) maupun sorgum (batang) manis (tipe tanaman tinggi) dapat tumbuh dengan baik atau bisa dikembangkan di NTT dimana pemilihan jenis sorgum yang akan dikembangkan tergantung tujuannya
- Dinas Pertanian Provinsi NTT untuk musim tanam 2020/2021 memiliki program pengembangan sorgum seluas 2.840 Ha tersebar di 14 kabupaten dan Yaspensel dipercayakan untuk siapkan benih sebanyak 22,7 ton
- Tulisan ini merupakan bagian pertama dari dua tulisan
Siang itu, pertigaan jalan negara Trans Flores Maumere-Larantuka tampak sepi. Selepas pusat Desa Kawalelo, sorgum ditanam persis di samping badan jalan. Hamparan kebun sorgum mulai terlihat pertanda Dusun Likotuden, kampung sorgum tak jauh lagi.
“Lahan sorgum saya seluas 2,5 hektare. Mulai tanam tahun 2014, panen 2015 karena sorgum bisa dimakan,“ sebut Agatha Gela, warga Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Kecamatan Demon Pagong, Kabupaten Flores Timur, NTT kepada Mongabay Indonesia awal Agustus 2020.
Agatha bertutur, tahun 2015 harga sorgum mulai naik dari Rp2.200/kg hingga Rp10.000/kg di tahun 2020. Pertama panen ia hanya menghasilkan 800 kg saja.
Tahun 2020 dirinya bersyukur panen melimpah sehingga 1,5 ton buat konsumsi keluarga dan 1,3 ton dijual ke Koperasi Sorgum Likotuden dan mendapatkan pemasukan Rp13 juta.
“Uangnya saya pakai untuk biaya sekolah anak dan penuhi kebutuhan sehari-hari. Pertama tanam sorgum, suami tidak mau sehingga sendiri buka lahan dan akhirnya tahun kedua baru suami mau bantu. Malah sekarang suami lebih rajin tanam sorgum,” tuturnya seraya tertawa lepas.
baca : Boro Tinggalkan Kemapanan di Belanda, Garap Sorgum di Pulau Adonara, Apa yang Dicarinya?
Fanatik Jenis Tertentu
Sorgum memiliki kemampuan tumbuh kembali setelah dipanen atau ratun. Kelebihan ini yang membuat petani berniat menanam selain harga jualnya yang lumayan bagus.
Ditemui di lahan sorgum Likotuden, penggerak petani lahan kering Maria Loretha mengatakan bila ditanam dengan jarak tanam 30 cm dan antara baris 75 cm di lahan seluas satu hektare maka produksi sorgum mencapai 3-4 ton.
Maria jelaskan, setiap petani fanatisme terhadap jenis sorgum tertentu. Untuk Likotuden ada 6 varietas sorgum yang dikembangkan yaitu Kuali, Super-1, Okin, Numbu, Wolo dan Waiotan.
“Secara keseluruhan saya sudah kembangkan 14 jenis yakni Pega,Wolo,Warogoru, Mesak Hitam, Lepang, Watablolon, Merih, Okin,Wataru, Kuali, Wata Mayung, Terae Are, Terae Madare dan Wataru Hamu,” papar peraih Kehati Award bidang Prakarsa Lestari Kehati (2012) itu.
Sorgum sebut pelestari benih ini kini sudah tersebar di 8 kabupaten seperti di Flores Timur, Ende, Sikka, Nagekeo, Manggarai Barat, Sumba Timur, Rote Ndao, dan Lembata.
Maria menyebutkan petani menggemari sorgum berumur pendek seperti jenis Kuali, Okin dan Wataru Manis. Sorgum jenis ini anti rebah, produksinya tinggi dan potensi ratun bisa 3-4 kali karena kemampuan mengikat air di udara sangat bagus. Yang paling bagus menurutnya jenis Kuali.
“Saya pelestari benih maka mau tidak mau, suka tidak suka saya tetap tanam semua jenis sorgum,” ucapnya.
baca juga : Sukses Kembangkan Sorgum di NTT, Maria Akui Jatuh Cinta pada Rasa Pertama
Tergantung Tujuan
Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serelia, Balitbangtan Kementerian Pertanian, Dr. Marcia Bunga Pabendon kepada Mongabay Indonesia menyebutkan semua jenis sorgum baik sorgum pangan (tipe tanaman pendek) maupun sorgum (batang) manis (tipe tanaman tinggi) dapat tumbuh dengan baik atau bisa dikembangkan di NTT.
Marcia katakan, pemilihan jenis sorgum yang akan dikembangkan tergantung tujuannya. Jika arahnya untuk pangan maka sebaiknya tanam sorgum pangan karena hasil bijinya lebih tinggi mencapai 3-6 ton/ha.
“Contoh untuk varietas ini adalah Numbu, Kawali, Super-6, Lokal Kuali yang sudah menyebar luas di Flores Timur,” ungkapnya.
Jika menginginkan biomassa untuk pakan ternak dan untuk mendapatkan gula cair dari nira batang sorgum, Marcia sarankan menanam sorgum manis karena bobot biomassanya lebih tinggi sekitar 20 – 35 ton/ha dan hasil biji sekitar 2-4 ton/ha.
Walaupun fokus ke biomassa, sorgum tetap menghasilkan biji karena malai akan tetap berbuah sehingga kebutuhan pangan akan tetap terjamin. Contoh untuk varietas ini adalah Super-1 dan Super-2.
“Salah satu kelebihan dari tanaman sorgum adalah potensi ratun yaitu jika tanaman sudah dipanen dan batang dipangkas akan mengeluarkan tunas lagi,” jelasnya.
Marcia menjelaskan, apabila tunas tersebut dipelihara dengan baik dan dilakukan penjarangan tunas (tumbuhkan 2 tunas terbaik) yang dekat dengan permukaan tanah maka tunas tersebut dapat tumbuh lagi dan berbuah lagi.
“Dalam setahun bisa panen ratun dua kali sehingga dalam sekali menanam panen dapat dilakukan sampai 3 kali,” ungkapnya.
Dusun Likotuden, ungkap Marcia, memiliki curah hujan hanya 2-3 bulan setahun dengan kondisi lahan batu bertanah. Petaninya rutin sekali tanam tanpa pupuk dan panen 2-3 kali setahun. Budidaya sorgum input rendah outputnya tinggi.
perlu dibaca : Bonifasius Soge, Lelaki Muda Penggerak Sentra Sorgum Likotuden
Sedangkan Wakil Bupati Flores Timur (Flotim), Agustinus Payong Boli kepada Mongabay Indonesia mengatakan sorgum di Flotim menjadi idola masyarakat dalam hal penanaman dan pengolahan bahan baku.
Menurut Agus sapaannya, masyarakat sedang bersemangat menanam sorgum baik penanaman untuk produksi maupun pengolahan hasil. Penanamannya ada di tiga pulau yaitu Adonara, Solor dan Flores daratan.
“Ada empat alasan masyarakat menanam sorgum. Pertama, sifat sorgum sendiri yang merupakan tanaman alternatif untuk daerah yang kekurangan air dan tepat untuk wilayah di Flotim,” ungkapnya.
Alasan kedua, sebut Agus, nilai gizinya tinggi serta alasan ketiga hasil olahannya lebih variatif dan bisa dimakan sebagai makanan utama, diolah menjadi kue dan makanan tambahan untuk pencegahan stunting.
Alasan keempat orientasi bisnisnya lebih menguntungkan. Untuk itu, ia mengatakan, pemerintah secara spirit memberikan informasi dan mengkampanyekan sorgum seluas-luasnya kepada masyarakat serta mendorong lewat program sektor pertanian.
baca juga : Pakar: Jika Kembangkan Sorgum, NTT Bakal Daulat Pangan
Pengembangan Lahan
Direktur Yayasan Pembangunan Sosial Ekonomi Larantuka (Yaspensel), Romo Benyamin Daud,Pr saat berbincang di kantornya menyebutkan tahun 2020 pihaknya mendapat dukungan pemerintah provinsi NTT untuk pengembangan sorgum.
Romo Benya sapaan karibnya memaparkan, total lahan seluas 2.840 hektare tersebar di 14 kabupaten dengan fokus terbesar pengembangan ada di Flores Timur karena ada penggeraknya dan lembaga pendamping Yaspensel.
“Kami dari Yaspensel dipercayakan untuk siapkan benih sebanyak 22,7 ton. Kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk pengembangan lahan,” ungkapnya.
Pengembangan lahan sorgum terbesar ada di Kabupaten Flores Timur seluas 1.000 ha disusul Manggarai Timur 350 ha, Sumba Timur 300 ha serta Sikka dan Ende masing-masing 200 ha.
Selain itu Kabupaten Manggarai seluas 120 ha, Belu, Timor Tengah Utara dan Lembata masing-masing dengan luas 100 ha. Berikutnya Kabupaten Ngada sebesar 60 ha disusul Rote, Sumba Barat dan Manggarai Barat masing-masing sebanyak 50 ha.
“Petani-petani sorgum tidak terpengaruh pangannya di masa pandemi Corona karena hasil panen sorgum luar biasa. Saat ini ratun pertama juga luar biasa dan hasilnya pun melimpah dan kesadaran petani makan sorgum sudah bagus,” ucapnya bangga.
Romo Benya mengakui ada satu benih yang sudah mendapat sertifikat pendaftaran varietas tanaman dan sedang dalam proses pendaftaran varietas tanaman yakni Okin, Kuali, Waiotan dan Watasolot.
“Beberapa varietas sudah diusulkan untuk didaftarkan namun pemerintah daerah belum memiliki dana,” pungkasnya.