Mongabay.co.id

Peneliti LIPI Beberkan Konflik Kepentingan, Koalisi Soroti Aktor di Balik Omnibus Law

Aktivitas pencarian jenazah almarhum Alif di lubang bekas tambang batubara pada 2018. Foto dok Jatam Kaltim

 

 

 

 

Assalamualaikum, selamat sore. Saya Gubernur Kalimantan Barat, dengan ini memohon kepada presiden untuk secepatnye, mengeluarkan perpu yang menghapus UU Omni Bus Law Cipta Kerja demi menghindari pertentangan di masyakarat dan tidak mustahil semakin meluas. Undang-undang yang baik seharusnya sesuai rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.” Begitu bunyi status Facebook, Sutamidji, Gubernur Kalbar, Rabu sore, menyikapi UU Cipta Kerja.

Di Kalimantan Barat, protes massa juga terjadi menyikapi pengesahan UU ini. Aksi massa terjadi di berbagai daerah.

Tak hanya Sutarmidji, beberapa gubernur juga menyuarakan omnibus law ke presiden, seperti Ridwan Kamil (Jawa Barat), dan Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta).

Baca juga : Banjir Kritik Pengesahan UU Cipta Kerja, Pemerintah Kejar Target Bikin Aturan Turunan

Beberapa bupati/walikota pun memfasilitasi demonstran penolak omnibus law dengan menyurati Jokowi, seperti Ahmad Fahmi, Wali Kota Sukabumi; Oded Muhammad, Wali Kota Bandung dan Aa Umbara, Bupati Bandung Barat.

Ada juga 15 DPRD menyatakan sikap setelah didesak massa. Seperti, empat DPRD provinsi di Kalimantan Selatan, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Barat. Kemudian, 11 DPRD kabupaten/kota terdiri dari Bojonegoro, Sidoarjo, Tuban (Jawa Timur); Purwakarta, Bandung, Tasikmalaya (Jawa Barat); Kudus (Jawa Tengah); Jambi; Bontang (Kalimantan Timur); Sumbawa (NTB) dan Pasaman Barat (Sumatera Barat).

Baca juga : UU Cipta Kerja Melegalkan Deforestasi dan Degradasi Hutan

Selain protes langsung turun ke jalan, di sosial media isu omnibus law jadi trending topic. Laman sosmed penuh dengan berbagai ucapan dari mosi tak percaya, sampai poin-poin yang menjadi protes.

 

Kerja oligarki

Proses RUU Cipta Kerja, sejak dari draf penyusunan di pemerintah sudah mendapat kritikan dari berbagai kalangan karena terburu-buru dan diam-diam. Berbagai kalangan pun terus memberikan masukan dan kritikan terhadap pasal-pasal yang ada dalam draf UU yang dinilai mengancam lingkungan dan masyarakat itu. Dari pengusulan pemerintah ke DPR awal Februari lalu, bahas sekitar tujuh bulan lalu ketuk palu pada 5 Oktober lalu.

Baca juga: Horor RUU Cipta Kerja: dari Izin Lingkungan Hilang sampai Lemahkan Sanksi Hukum

Penelitian dari Marepus Corner, perkumpulan para peneliti muda dari Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, dominasi pebisnis mencapai 55% dari 575 anggota DPR berpotensi memicu konflik kepentingan dalam setiap pembuatan UU selain mengukuhkan oligarki politik untuk kepentingan para pengusaha.

Sebaran pebisnis di DPR, katanya, lebih dari setengah, atau 55%. “Total pebisnis itu meningkat jadi 318 orang. Rasio itu bisa 5-6 orang dari 10 orang anggota DPR ialah pebisnis,” kata Defbry Margiansyah, peneliti P2P LIPI dalam diskusi “Peta Bisnis di Parlemen, Potret Oligarki di Indonesia.”

Baca juga: Was-was ‘Sapu Jagat’ Omnibus Law

Dengan komposisi itu, katanya, potensi konflik kepentingan dalam pembuatan UU akan makin tinggi. “Ada keterkaitan antara bidang usaha yang dimiliki dan penempatan komisi pebisnis di DPR itu mengindikasikan agenda kerja komisi-komisi rentan terhadap kepentingan agenda dan pebisnis itu.”

Dia contohkan, di Komisi VII DPR membidangi sektor energi di dalamnya ada para pengusaha energi ikut membahas regulasi.

 

Sumber: Koalisi Masyarakat Sipil #BersihkanIndonesia

 

Anggota DPR dengan status pebisnis pun tersebar di berbagai partai politik, komisi dan fraksi. Sebaran pebisnis di DPR, persentase terbanyak berada di PDIP sebagai partai pemenang atau 23% atau 73 orang, diikuti Gerindra (52 orang) dan Golkar (51 orang).

Baca juga: RUU Cipta Kerja Ketok Palu, Lonceng Bahaya bagi Lingkungan Hidup?

“Secara dominan mereka berada di energi dan migas sebanyak 140 orang dan sektor teknologi, industri, manufaktur dan ritel 142 orang. Diikuti developer, kontraktor, perkebunan, perikanan dan peternakan.”

“Dari komposisi itu menunjukkan, bayang-bayang konflik kepentingan agak susah kita hindari.”

Terkait oligarki, kata Defbry, ada 116 afiliasi anggota DPR pebisnis terkait jejaring oligarki.

“Kami mendukung sebuah pembangunan tapi tidak mengabaikan aspek keadian sosial, lingkungan, termasuk partisipasi publik yang inklusi. Itu jadi framework pembangunan yang berkelanjutan. Ini menjadi problem terbesar mengapa UU ini banyak ditolak dan digugat masyarakat sipil dan publik,” katanya.

Dampak konsentrasi kekuasaan itu, katanya, mengindikasikan agenda politik demokratis berbasis nilai kesetaraan dan keadilan di parlemen makin berat. Apalagi, ketiga berhadapan dengan kepentingan politik bisnis dari jejaring oligarki.

 

 

Aktor Intelektual

Senada dengan penelitian Marepus Corner, Koalisi Masyarakat Sipil #BersihkanIndonesia pun menemukan keterkaitan olgarki di balik pembahasan dan pengesahan UU Cipta Kerja. Mereka sebut, ada kepentingan besar para pebisnis tambang melalui sejumlah elit politik dan pebisnis di Satgas dan Panja Omnibus.

“Terdapat 12 aktor intelektual yang tersebar dan memiliki peran serta fungsi berbeda di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka,” kata Merah Johansyah, Juru Bicara #BersihkanIndonesia dari Jaringan Advokasi Tambang.

Dia sebutkan, sosok-sosok itu, yakni, Airlangga Hartarto, Rosan Roeslani, Pandu Patria Sjahrir, Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Azis Syamsudin, Erwin Aksa, Raden Pardede, M Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar, dan Lamhot Sinaga.

“UU Cipta Kerja, salah satu skenario oligarki untuk terus menimbun kekayaan. Pengesahan UU Cipta Kerja menunjukkan para oligarki telah memperkokoh posisi, dan skenario mereka telah berjalan dengan sempurna. Apalagi, saat ini KPK juga sudah dilemahkan,” kata Egi Primayogha, anggota Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch.

“Penelusuran kami mencatat, setidaknya 57% anggota panja (panita kerja) merupakan pelaku usaha. Kami juga menemukan, sebagian dari barisan para aktor ini pernah tercatat sebagai mantan tim sukses dan tim kampanye pada pemilihan presiden 2019,” kata Iqbal Damanik, Direktur Tambang dan Energi Auriga Nusantara.

Adanya konflik kepentingan, akan menyebabkan pengambilan kebijakan tak berdasarkan kepentingan publik.

Omnibus Law juga penanda krisis demokrasi dan tegaknya pemerintahan despotik yang terus memperkuat kepentingan dengan memperlemah suara rakyat,” kata Tata Mustasya, Koordinator Kampanye Ikim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.

Dari analisis koalisi menyebutkan, Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang berperan sebagai orang yang membentuk tim Satgas Omnibus. Dia terhubung dengan PT Multi Harapan Utama, sebuah tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Luas konsesi PT MHU mencapai 39.972 hektar atau setara luas Kota Surabaya.

Catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur pada 2017, MHU meninggalkan 56 lubang bekas tambang yang tersebar di Kutai Kartanegara, dan salah satu lubang di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Kilometer 14, menewaskan Mulyadi, pada Desember 2015.

Rosan Roeslani, Ketua Kadin juga Ketua Satgas Omnibus Law terhubung dengan 36 entitas bisnis, mulai dari perusahaan di bidang media, farmasi, jasa keuangan dan finansial, properti, minyak dan gas, hingga pertambangan batubara. Rosan juga tercatat sebagai anggota Indonesia Coal Mining Association.

Saat pemilu presiden 2019, Rosan menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Amin. Saat itu, ketua dari Tim Kampanye dijabat Erick Thohir, sahabat dekat Rosan sejak masa sekolah.

Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR, terkait dengan perusahaan pertambangan batu bara melalui kedekatan dengan bekas Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari sekarang terpidana korupsi.

Menurut laporan Coalruption, Rita mengangkat Azis sebagai komisaris perusahaan tambang batu bara milik ibunya, Sinar Kumala Naga.

Sembilan aktor intelektual di Satgas dan Panja DPR UU Cilaka dari sektor batubara lain adalah Puan Maharani, Arteria Dahlan, Benny Sutrisno, Erwin Aksa, Raden Pardede, M. Arsjad Rasjid, Bobby Gafur Umar dan Lamhot Sinaga. Mereka memiliki fungsi dan peran berbeda, beberapa tergabung dalam satgas, panja, hingga pimpinan DPR.

Hasil penelusuran #BersihkanIndonesia, mereka memiliki hubungan dengan bisnis tambang dan energi batubara baik langsung maupun tidak langsung, secara pribadi, baik sebagai pemilik, komisaris hingga direksi.

 


Baru penjelasan setelah pengesahan

Dari awal penyusunan draf pemerintah tak transparan ke publik. Baru, setelah RUU ketuk palu, para menteri ramai-ramai memberikan penjelasan, termasuk Presiden Joko Widodo.

Sehari setelah pengesahan di sidang paripurna, para menteri adakan jumpa pers daring atau bikin rilis. Pada, Jumat (9/10/20), Presiden Joko Widodo juga menggelar konferensi pers terkait UU Cipta Kerja sembari menyatakan protes muncul berdasarkan pemberitaan hoax dan mis komunikasi. Meski begitu, sejak ketuk palu 5 Oktober, hingga kini UU Cipta Kerja belum ada resmi dibagi buat publik.

Jokowi coba menyakinkan kalau regulasi ‘sapu jagad’ ini mampu menyelesaikan permasalahan penciptaan lapangan kerja, tidak membebani masyarakat dan tak hanya menguntungkan kalangan tertentu.

Pemerintah, katanya masih membuka aspirasi dari masyarakat dan dari daerah terkait UU Undang yang menimbulkan aksi protes di berbagai wilayah Indonesia ini.

“Kalau masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja ini silakan mengajukan uji materi atau judicial review melalui Mahkamah Konstiusi. Sistem ketatanegaraan kita masih mengatakan seperti itu,” katanya, dalam konferensi secara daring dari Istana Bogor.

Jokowi mengatakan, kebutuhan UU Cipta Kerja ini, karena setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru masuk pasar kerja. “Hingga kebutuhan lapangan kerja sangat-sangat mendesak apalagi di tengah pandemi. Ada sekitar 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak pandemi COVID-19,”katanya.

 

Keterangan foto utama: Pebisnis tambang batubara, salah satu yang bakal mendapatkan keuntungan dari pengesahan UU Cipta Kerja. Bisnis ini di lapangan menciptakan banyak masalah lingkungan, konflik sosial bahkan korban jiwa yang jatuh ke lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga. Foto: Jatam Kaltim

Exit mobile version