- Kawasan Pesisir Okaba alami abrasi parah. Tempat bersejarah, Sidabok pun terkena abrasi. Dua bangunan tua bersejarah hampir roboh. Begitu pula rumah-rumah warga di pesisir.
- Pemerintah Merauke sudah meletakkan ribuan batu untuk pemecah ombak demi mengerem lajut abrasi. Batu terpasang sekitar satu kilo meter mengitari Sidabok. Sayangnya, sebagian sudah tergelam tersapu ombak.
- Yohanes Mahuze, Kepala Kampung Okaba berharap ada bantuan pemerintah untuk membagun pemecah ombak lagi di sepanjang pesisir yang menyebabkan banyak beting pasir runtuh.
- Stevanus Mahuze, Kepala Disrik Okaba bilang, perlu waktu dan biaya terbilang banyak untuk menahan ombak. Seharusnya, pemerintah menurunkan tim studi kelayakan lebih dahulu, baru buat rancangan dan melihat penempatan lokasi pemecah ombak yang tepat. Hal penting lagi, harus perbanyak tanam mangrove supaya akar cukup kuat menahan erosi laut.
Sidabok di Distrik Okaba, Merauke, Papua, merupakan tempat bersejarah bagi orang Marind Anim. Ia tempat warga lakukan beragam ritual adat dan kerohanian. Sidabok kini memprihatinkan. Abrasi Pesisir Okaba mengancam daerah pesisir pantai ini terus tergerus.
Edoardus Kaize, Wakil Ketua II DPR Papua mengatakan, masa Belanda, belum ada jalan darat hingga mereka harus berjalan kaki menyusuri pantai, atau pakai perahu layar sampai tiba di tempat itu.
Penduduk lokal, katanya, pakai perahu layar. Begitu juga misionaris Katolik dahulu pakai perahu layar angkut kayu, semen, atau seng untuk untuk bikin gereja atau tempat tinggal para pastor Katolik di sekitar Sidabok.
Kini, dua gedung zaman Belanda hampir roboh. Warga berupaya menyelamatkan Sidabok dengan menancapkan ribuan kayu berjejer sebagai pagar. Tampak menara gereja mulai rusak. Gereja juga terdampak abrasi.
Kaize bilang, lahan Sidabok luas. Dari sana, pantai terlihat langsung. Tampak tanaman kelapa tumbang terkena abrasi.
“Dulu gereja ini megah dan terbesar, sampai penduduk lain berdoa di gereja itu karena halaman sangat luas dan agak menjorok ke arah laut,” katanya.
Tak hanya Sidabok, beberapa pemukiman warga di pesisir pantai juga mengalami kerusakan parah. Tampak pula sebuah kapal karam juga terkubur pasir. Para peghuni rumah memilih pindah sementara untuk menyelamatkan diri. Saat musim ombak besar bangunan Kantor Polsek, ikut terendam.
***
Untuk ke Okaba, dari Merauke melalui jalan antar beberapa distrik yaitu Merauke, Kurik, Semangga, Tanah Miring, dan Malind.
Jembatan penyeberangan rusak, hingga naik kapal menyeberangi Kali Bian. Setelah itu, sepeda motor dan penumpang lain siap melanjutkan perjalanan menuju ke Okaba.
Kaize bilang, Kali Bian terluas dan terlebar dibandingkan Kali Kumbe, dan Buraka. Motor tempel, biasa warga menyebut dengan belang, perlu untuk mengangkut penduduk dari dan ke Okaba.
Tiba di daratan, terlihat pohon mangrove tumbuh dengan rapi dan sejuk, kendaraan melaju lagi. Tak lama , debu mengiringi pengendara dan penumpang. Ternyata, pohon-pohon mangrove roboh untuk memudahkan jalan bagi penebang mangrove besar sebagai kayu bakar. Pada bagian depan, truk mengangkut kayu bakar menuju kampung terdekat.
Kaize bilang, Okaba selama ini tidak mendapatkan perhatian. Dia datang bersama tim untuk memantau Sidabok yang terkena abrasi parah.
Dia bilang, tempat ini dulu amat ramai untuk upacara adat dan keagamaan. Seorang misionaris Katolik berkebangsaan Belgia, Pastor Petrus Vertenten, membuka tempat itu. Lalu datanglah Pastor Yohanes van de Kooy juga turut tinggal di sana.
Mereka yang kali pertama membuka Okaba, tergabung dalam Misionaris Hati Kudus Yesus. Orang Marind pun membuka diri tanpa memandang suku, ras atau agama.
Vertenten sebagai tokoh agama, membangun perkampungan percontohan di daerah itu. Saat itu, sedang wabah yang hampir menghabiskan orang Marind. Wabah itu disebut granuloom atau Virus Spanyol.
Dalam Buku Sejarah Gereja Katolik di Irian Selatan terbitan Keuskupan Agung Merauke, Desember 1999, menyatakan, Yohanes de Kooy turut membalut luka penduduk hingga sembuh.
Pemecah ombak
Pemerintah Merauke sudah meletakkan ribuan batu untuk pemecah ombak demi mengerem lajut abrasi. Batu terpasang sekitar satu kilo meter mengitari Sidabok. Sayangnya, sebagian sudah tergelam tersapu ombak.
Di antara bebatuan itu warga Okaba menanam mangrove. Terlihat pucuk mangrove mulai muncul dari dalam pasir.
Di Pesisir Okaba pun sudah ada pemecah ombak setinggi dua meteran, tetapi di ujung bebatuan ini tidak mampu menahan pukulan ombak.
Kaize bilang, bangunan pemecah ombak membantu menghambat terpaan ombak. Dia pun mengajak, aparatur di Merauke selalu meninjau kondisi Pantai Okaba.
“Kita harus dorong DPRD Papua, Pemerintah Papua, Merauke, DPRD Merauke mengambil langkah segera menyelamatan Sidabok.”
Yohanes Mahuze, Kepala Kampung Okaba berharap ada bantuan pemerintah untuk membagun pemecah ombak lagi di sepanjang pesisir yang menyebabkan banyak beting pasir runtuh.
Sebelum abrasi, katanya, Okaba menjadi satu distrik tua era Belanda. Sidabok menjorok ke lautan. Kini, katanya, abrasi menggila hingga pohon-pohon tersapu, pekuburan pun hilang tertelan abrasi.
Warga semangat melindungi Sidabok dengan kayu sebesar paha dan betis orang dewasa. Bila terkena tiupan angin kencang dan terpaan ombak masih aman.
Dia bilang, warga juga sudah dilarang menebang mangrove di pingiran gedung tua itu. Dia berharap, ada program penanaman mangrove lagi.
Yohanes agak senang karena mangrove di dekat dua gedung tua itu sementara bisa menahan pasir. “Ke depan akan ditanam beberapa jenis pohon besar.”
Dia pun minta, warga Okaba giat menanam mangrove di sepanjang pesisir pantai. Mereka berencana bikin aturan kampung untuk menjaga mangrove agar tak rusak.
Aksi warga Okaba adalah menahan gelombang dengan cara memagar dengan ribuan kayu penyanggah khusus di Sadabok. Swadaya penduduk, katanya, mulai terlihat dalam menahan laju abrasi.
Dia berharap, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata juga Dinas PUPR meninjau langsung pantai ini.
Stevanus Mahuze, Kepala Disrik Okaba bilang, perlu waktu dan biaya terbilang banyak untuk menahan ombak.
Seharusnya, kata Stevanus, pemerintah menurunkan tim studi kelayakan lebih dahulu, baru buat rancangan dan melihat penempatan lokasi pemecah ombak yang tepat.
Dia mengusulkan, arus air dialihkan saja ke laut lepas, atau aliran air Kali Koloi arahkan ke Kali Bian. Semua kali kecil, katanya, pasti bermuara di kali besar dan lebar seperti Bian.
“Kalau air dihambat, arus akan menggali lagi timbunan tanah dan pasir dan bisa terjadi kerusakan pantai yang maha berat lagi.”
Dia bilang, harus perbanyak tanam mangrove supaya akar cukup kuat menahan erosi laut. Selain pemecah ombak juga perlu diperbanyak di sepanjang Okaba.
Marcelus Macau, Kepala Dinas Pariwisata bilang, agar warga langsung melaporkan masalah ini kepada instansi terkait di Merauke seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas PUPR, Dinas Pariwisata, Balai Sungai dan Rawa dan DPRD Merauke. Harapannya, mereka segera mengambil langkah untuk menyelamatkan tempat bersejarah itu.
Macau bilang, pengalaman gedung gereja awal peradaban orang Marind di Kampung Wendu, tinggal puing, tidak ada perhatian pemerintah. Kini, Sidabok hampir tersapu ombak lagi.
Dia mengajak penduduk sekitar tetap rajin memelihara pantai agar mangrove bisa menjaga pantai.
Menurut dia, kondisi abrasi pantai pesisir Merauke termasuk Okaba perlu penanganan serius.
Dinas, katanya, berencana menata Pantai Okaba untuk destinasi wisata. Tempat ini, katanya, menarik bila air surut batas air makin jauh dan sangat menarik dilihat.
Dia segera bicarakan melalui penetapan APBD perubahan supaya Dinas Kebudayaan bisa bergerak. Mereka berupaya mengusulkan alokasi dana dalam anggaran 2021. “Segera ditindak lanjuti karena satu saat kayu penyanggah akan lapuk.”
Rino Tahiya, Kepala Bidang Tata Kelola pada Dinas Lingkungan Hidup bilang, Pemerintah Merauke sudah mulai menanam mangrove bersama warga sekitar Sidabok ini.
Tahun lalu, katanya, atas usulan Pemda Merauke telah menancapkan ribuan kayu untuk menahan abrasi sekaligus menambah pasir. Apalagi pemerintah telah membangun pemecah ombak di sekitar pantai.
Dia bilang, Sidabok terletak pada gundukan, dan persis pada tikungan seperti memutar dan arus air laut membentuk pusaran hingga masuk dan terjadi abrasi.
Untuk itu, harus ada kajian lagi mengenai kondisi bibir pantai, pasir dan lumpur oleh tim khusus, supaya masalah bisa tuntas.
Tahiya tidak ingin Sidabok hilang. Dia mengajak semua pihak membantu termasuk bantu warga dalam memelihara mangrove.
Dia bilang, aparat kampung agar selalu memantau pertumbuhan mangrove, bila mati harus mengganti yang baru.
Sularso, Wakil Bupati Merauke mengatakan, abrasi pantai Okaba selalu jadi perhatian. Pada 2019, Pemda Merauke mengajak beberapa pihak bekerja sama menata pantai, seperti KPUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Balai Sungai dan Rawa, maupun Balai Penanggulangan Bencana.
Dia akui, pemasangan pemecah ombak baru sepanjang satu kilo meter. “Sisanya, akan berlanjut lagi.”
Pemerintah Merauke, katanya, harus bekerja sama dengan Pemerintah Papua, dan Pusat termasuk masyarakat. Bangunan pemecah ombak, katanya, perlu dana dan waktu tidak sedikit.
Keterangan foto utama: Sidabok, tempat bersejarah di Okaba dipagari dengan kayu untuk hindari abrasi. Foto: Agapitus Batbuall/Mongabay Indonesia