- Nelayan Sedanau menemukan rumpon berbendera Vietnam di perairan Natuna Utara. UPTD Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Batam mengatakan, sudah mendeteksi 10 rumpon terpasang di Natuna Utara. Mereka akan lakukan pencabutan rumpon ini.
- Rumpon merupakan alat yang ditanamkan ke dasar laut membentuk seperti karang. Secara perlahan, ikan akan bersarang di karang buatan itu hingga memudahkan nelayan asing menangkapnya.
- Haryadi, Ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Natuna mengatakan, sekarang nelayan Vietnam makin berani masuk ke perairan Indonesia, seolah laut Natuna itu wilayah tangkapan mereka.
- Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengatakan, mestinya PSDKP mapun TNI Angkatan Laut, operasi rutin di wilayah rawan seperti Natuna, dengan pakai alat pendeteksi rumpon.
Kali pertama nelayan Natuna Utara menemukan rumpon berbendera Vietnam, di tengah laut pada 30 November 2020. Sebelumnya, Natuna hanya dimasuki kapal asing yang menangkap ikan, sekarang mulai penanaman rumpon.
UPTD Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Batam mengatakan, sudah mendeteksi 10 rumpon terpasang di Natuna Utara. Mereka akan lakukan pencabutan rumpon ini.
Joko Suprianto, nelayan Natuna asal Sedanau, Bunguran Barat Natuna, dengan cepat mengambil handphone dan memotret rumpon berbendera Vietnam yang terapung di perairan Natuna Utara, 30 Oktober 2020.
Setelah itu, dia mengarahkan kamera android ke layar radar di pompong ukuran dua GT yang dia bawa. Dia berhasil mencatat titik koordinat rumpon, di 5.02010 LU, Laut Natuna Utara, Natuna, Kepulauan Riau.
“Kami nelayan memang sepakat membawa handphone android, kalau ada hal yang mencurigakan (seperti ini) difoto dan divideokan,” katanya, awal November lalu.
Joko yang menemukan sebuah rumpon berbendera Vietnam di Laut Natuna bagian Utara. Ketika itu dia sedang dalam perjalanan menuju lokasi memancing. “Tidak sengaja, saya jumpa rumpon berbendera, kalau rumpon nelayan Indonesia pasti tidak ada bendera,” katanya.
Sebagai seorang nelayan, dari kejauhan Joko bisa memastikan benda yang terapung menggunakan jerigen dan memiliki lampu penanda adalah rumpon.
Dia juga memastikan melalui radar karang (fish finder) bahwa posisi rumpon tegak ke dasar laut. “Saya orang laut, pasti tahu rumpon atau tidak, talinya juga kelihatan baru dipasang, bukan putus lalu dibawa ombak,” katanya.
Joko mengatakan, posisi rumpon hanya berjarak 45 mil dari Pulau Laut Natuna. Jarak itu, katanya, masih dekat pulau. Dia memastikan rumpon berada di wilayah Indonesia.
Setelah menemukan rumpon, Joko melanjutkan perjalanan. Dia tidak mau berlama-lama di lokasi itu, karena khawatir dalam waktu bersamaan kapal asing melewati lokasi rumpon.
Menurut Joko, tidak tertutup kemungkinan bisa terjadi sabotase laut. Nelayan asal Pulau Sedanau ini mengatakan, rumpon dengan bendera Vietnam itu dipasang di perairan yang berjarak sekitar 50 mil dari garis pantai Pulau Semiun. “Jika dari tempat tinggal saya di Sedanau itu butuh waktu 10 jam perjalanan,” katanya.
Rumpon merupakan alat yang ditanamkan ke dasar laut membentuk seperti karang. Secara perlahan, ikan akan bersarang di karang buatan itu hingga memudahkan nelayan asing menangkapnya.
Rumpon ini hal baru yang ditemukan Joko dan nelayan lain di Natuna. Biasa, katanya, hanya kapal asing sering mondar-mandir di laut Natuna dengan cara menangkap ikan dengan kapal.
“Saya sudah laporkan, ini memang berisiko kalau terus-terus terjadi, tetapi bagaimana lagi. Ini pekerjaan saya.”
Menurut Joko, penanaman rumpon lepas dari pantauan patroli aparat karena berada di laut lepas. Sedangkan, patroli lebih dominan di perairan Natuna yang berhadapan dengan Kalimantan.
“Kalau ini kan perbatasan dengan laut lepas.”
Perlu dukungan alat
Di tengah kekhawatiran itu, katanya, nelayan Natuna khusus di Sedanau sangat memerlukan alat komunikasi memadai. Selama ini, alat komunikasi mereka hanya berjarak maksimal 12 mil antar kapal nelayan.
Sedangkan nelayan di Sedanau ini melaut sejauh 50 mil-100 mil. “Dulu pernah diberikan pemerintah alat komunikasi, tetapi tidak terpakai, jarak 12 mil saja sudah tidak bisa digunakan untuk kami komunikasi antar nelayan. Jadinya, alat itu tidak dipasang.”
Nelayan di Sedanau, ada 300 orang, sekitar 40 melaut ke laut lepas. Selain perlu alat komunikasi memadai, kata Joko, nelayan Sedanau perlu fish finder lebih bagus. “Kalau bisa ada bantuan fish finder lebih bagus, bisa mendeteksi lebih dalam lagi keberadaan ikan. Kalau yang sekarang beberapa meter sudah kabur,” kata pria yang biasa melaut dengan kapal pompong ukuran dua GT itu.
Makin berani
Soal rumpon nelayan asing, Haryadi, Ketua Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Natuna mengatakan, sudah menerima laporan dari nelayan. Sampai saat ini, masih proses memastikan laporan itu. “Pasti atau tidaknya rumpon itu kita belum bisa berikan statemen, kita lagi kroscek,” katanya.
Dia mengatakan, sekarang nelayan Vietnam makin berani masuk ke perairan Indonesia, seolah laut Natuna itu wilayah tangkapan mereka. “Ya, selama ini seliweran aja masuk, mereka anggap itu traditional fishing mereka, makanya mereka berani, itu sering terjadi di laut Natuna Utara, tempat rumpon itu ditemukan nelayan,” katanya.
Menurut Haryadi, patroli aparat terus dilakukan tetapi nelayan asing kucing-kucingan masuk ke perairan Natuna. “Penemuan rumpon ini termasuk baru. Artinya, mereka makin berani. Selama ini, hanya menangkap ikan menggunakan kapal.”
Dia berharap, aparat keamanan banyak patroli,. Kalau sampai ada penanaman rumpon ini, katanya, sangat merugikan masyarakat nelayan. Apalagi, katanya, batas wilayah juga akan diklaim kalau terus dibiarkan. “Harus diperkuat terus patroli di perbatasan ini.”
Moh Abdi Suhufan, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengatakan, mestinya PSDKP operasi rutin di wilayah rawan seperti Natuna, dengan pakai alat pendeteksi rumpon. “Kalau memang informasi rumpon itu benar, semestinya PSDKP bisa memutuskan atau mencabut rumpon itu, seperti rumpon Filipina di laut Sulawesi,” katanya.
Data 2019, terdapat 150 ribu rumpon ilegal di laut Indonesia. Aparat hukum mestinya menindak tegas. “Kapal saja dihalau apalagi rumpon.”
Selain itu, aparat hukum terutama TNI Angkatan Laut harus operasi rutin atau latihan gabungan di Natuna hingga memperlihatkan ke Vietnam atau negara lain bahwa Indonesia siap siaga.
“Patroli tentu harus ditingkatkan, kalau biasa satu dan dua kapal, ditingkatkan jadi empat, patroli juga harus di udara, laut, dan memanfaatkan pantauan radar dengan maksimal,” katanya.
Saat ini, katanya, data mereka dapat, nelayan negara asing makin agresif di laut Natuna, meskipun beberapa waktu lalu ada masalah. “Karena ada pola yang dikembangkan oleh kapal Vietnam, kapal asing dikawal coast guard mereka, jika ketahuan mereka akan melarikan diri. Kalau tidak bisa melarikan diri, mereka akan menabrakkan kapal hingga tenggelam, mereka agresif sekali.”
Tidak hanya merugikan Indonesia secara sumber daya alam, kapal asing atau nelayan asing yang merajalela di Natuna juga membahayakan nelayan.
Apalagi, katanya, kapal asing itu melaut secara bersamaan, tidak satu dua kapal saja. “Sedangkan kapal nelayan kita kecil-kecil. Kita berharap juga nelayan jangan mengambil risiko, cukup mereka memberi tahu ke aparat jika menemukan hal yang mencurigakan.”
Abdi mendukung, pemerintah melalui Kementerian Kominfo memberikan fasilitas program afirmatif antara lain, pemberian alat komunikasi khusus seperti permintaan nelayan Sedanau, Natuna Utara.
Alat itu, katanya, sangat nelayan perlukan dalam memberikan informasi ke aparat hukum dengan mudah kalau ada sesuatu di tengah laut. “Kita dorong Kominfo menyalurkan program khusus alat komunikasi untuk nelayan, supaya mereka bisa berkomunikasi jarak jauh,” ucap Abdi.
Salman Mokoginta, Kepala Pangkalan PSDKP Kota Batam mengatakan, sedang mempersiapkan operasi rumpon di Natuna Udara. “Kita sedang persiapkan gelar operasi itu, seperti dilakukan PSDKP di Sulawesi. Kita akan angkat dan putuskan itu rumpon semua,” katanya, saat dihubungi, Selasa, 3 November 2020.
PSDKP, katanya, sudah menemukan sekitar 10 titik rumpon Vietnam yang terpasang di perairan Natuna Utara. “Ini penemuan perdana rumpon di laut Natuna, biasa hanya pencurian ikan dengan kapal.”
Selama ini, PSDKP selalu melakukan airborne surveillance. Melalui kegiatan ini, katanya, juga ditemukan beberapa titik rumpon di Natuna Utara. “Terkait rumpon ini sudah sejak kapan, kita belum tau, nanti setelah operasi baru ketahuan berdasarkan kondisi tali yang dipasang, kalau sudah ada tumbuhan laut berarti sudah lama,” katanya.
Salman bilang, pemasangan rumpon bukanlah bukti asing makin berani, karena mereka selalu patroli rutin. Dia duga ada jenis ikan lain yang dicari nelayan asing. “Baru tiga hari lalu kita usir kapal Vietnam menangkap ikan di sana, walaupun dijaga coast guard mereka, kami tidak peduli.”
Pemasangan rumpon, katanya, kemungkinan menandakan ada ikan pelagis, tak hanya ada ikan demersal yang biasa ditangkap pakai trawl.
“Kemungkinan dominan itu rumpon dari Vietnam, kalau dari Thailand tidak bisa lagi masuk Natuna, mereka pindah wilayah lain,” katanya.
Kolonel Bakamla Hadi Pranoto, Kepala Kantor Kamla Zona Maritim Barat mengatakan, belum menerima laporan terkait rumpon berbendera Vietnam. Dia klaim, mereka selalu patroli di laut Natuna. “Patroli kita jalankan terus, sudah menangkap dua kapal baru-baru ini,” katanya saat dijumpai di Gedung Daerah Tanjungpinang, 2 November lalu.
Arif Fadilah, Sekretaris Daerah Kepulauan Riau juga belum menerima laporan soal rumpon ini. Mereka, katanya, terus mendukung dalam menjaga laut Natuna. “Kita yakin masyarakat tidak kuat berhadapan dengan mereka,” katanya.
Arif mengatakan, kalau nelayan menemukan hal mencurigakan sila melapor ke aparat keamanan, atau dinas terkait.