- KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan beberapa orang pada Rabu (25/11/2020) dinihari di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Tangerang terkait dengan kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL)
- Berbagai pihak telah memperingatkan Menteri KKP tentang kebijakan ekspor BBL karena tidak sinkron dengan rekomendasi Komnas Kajiskan, dan dugaan kongkalikong terhadap pemberian izin ekspor kepada 31 perusahaan yang tidak sesuai persyaratan ekspor serta jelas merugikan nelayan pembudidaya lobster
- KIARA menyebutkan 31 perusahaan eksportir ada sejumlah nama politisi nasional dari beberapa partai politik yang mengindikasikan dengan kuat adanya praktik kolusi yang dilakukan oleh Menteri KP Edhy Prabowo.
- Sebelumnya, Menteri Edhy Prabowo mengaku siap untuk menerima segala resiko dari polemik kebijakan ekspor BBL. Dia bahkan mengaku siap untuk diaudit oleh tim auditor, jika memang kebijakan tersebut dicurigai ada ketidakberesan sejak dari awal sampai proses seleksi perusahaan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan beberapa orang, termasuk istri Edhy, Iis Rosita pada Rabu (25/11/2020) dinihari di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Tangerang setelah kembali dari kunjungan kerja di Honolulu, Amerika Serikat. Edhy ditangkap karena terkait dengan kebijakan ekspor benih bening lobster (BBL).
“Yang bersangkutan diduga terlibat korupsi dalam penetapan izin ekspor baby lobster,” kata Ketua KPK Firli Bahuri melalui keterangannya di Jakarta, Rabu, seperti dikutip dari antaranews.com.
Saat ini, lanjut Firli, Edhy Prabowo sedang menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta. “Sekarang beliau di KPK dimintai keterangan, nanti akan disampaikan penjelasan resmi KPK. Mohon kita beri waktu tim Kedeputian Penindakan (KPK) bekerja dulu,” kata Firli
Sedangkan Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri melalui keterangan tertulis di Jakarta yang dikutip dari antaranews.com mengatakan KPK mempunyai waktu 1×24 jam untuk menentukan status dari pihak-pihak yang telah ditangkap, “KPK punya waktu 1×24 jam untuk menentukan sikap. Perkembangannya nanti kami informasikan lebih lanjut,” kata Ali.
Saat dikonfirmasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum mau berkomentar banyak terkait hal tersebut dengan alasan informasi yang masih simpang siur.
“Kami belum bisa berkomentar apapun, karena informasi yang diterima masih simpang siur,” kata Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Tb. Ardi Januar seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (25/11/2020).
baca : Ada Indikasi Pelanggaran Hukum dalam Kegiatan Ekspor Benih Lobster
Sementara Abdul Halim, Pengamat Kelautan dan Perikanan dari Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan menyayangkan tragedi penangkapan yang dialami oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berkenaan dengan ekspor benih bening lobster (BBL)
“Sejak awal (dikeluarkan kebijakan ekspor BBL) sudah diperingatkan, (Menteri KKP) masih bandel dan akhirnya berbuntut penangkapan oleh KPK. Namun demikian, azas praduga tak bersalah mesti dikedepankan oleh pelbagai pihak,” kata Halim yang dihubungi Mongabay Indonesia, Rabu (25/11/2020)
Kebijakan ekspor BBL yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.12/2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara RI yang sebelumnya dilarang pada zaman Menteri Susi Pudjiastuti melalui Permen KP No.56/2016.
Halim mengatakan melalui Permen No.12/2020 itu ada kongkalikong yang mempermudah perusahaan pengekspor BBL sehingga terjadi persaingan tidak sehat yang merugikan nelayan pembudidaya lobster di daerah-daerah.
“Indikator (kongkalikong kebijakan) di-setting sejak awal (agar perusahaan pengekspor) bisa mendapatkan rente sebanyak mungkin dengan cara semudah mungkin,” katanya.
baca juga : Edhy Prabowo: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Sudah Benar
KKP sendiri telah memberikan izin kepada 31 perusahaan pengekspor BBL yang rata-rata baru didirikan sekitar 2-3 bulan setelah Permen No.12/2020 diterbitkan pada awal Mei 2020 dan tidak memiliki rekam jejak usaha pembudidayaan lobster yang dibuktikan melalui panen usaha secara berkelanjutan.
Ketentuan itu sudah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf C Permen KP 12/2020. Sehingga mustahil perusahaan pengekspor itu dalam waktu singkat sejak awal Mei 2020, telah melakukan sekali panen budidaya lobster.
“Sementara perusahaan pemegang izin ekspor dimiliki orang-orang yang notabene dari partai seperti Partai Gerindra. Ada juga eks pegawai KKP yang juga Ketua Tunas Gerindra jadi kaki tangannya Menteri KKP. Kebijakan ekspor diatur sedemikian rupa hanya satu jasa angkut perusahaan yang membawa BL ke Singapura maupun Vietnam. Perusahaan yang ada keterkaitan langsung dengan orang-orang Menteri KKP. Cara itu mengakali semua fakta ilmiah yang dikeluarkan Kajiskan (Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan) tentang kajian stok ikan, kuota dan lokasi penangkapan BBL bahwa BL tidak boleh dieskpor, tapi dimanfaatkan untuk pembudidaya pembesaran lobster dalam negeri,” lanjut Halim.
Tidak adanya sinkronisasi Permen No.12/2020 dengan Komnas Kajiskan, menjadikan kegiatan ekspor BBL melanggar ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Permen KP 12/2020 dan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Akibat kebijakan ekspor ini, lanjutnya, banyak nelayan pembudidaya di berbagai daerah di Indonesia mengalami kesulitan mendapatkan BBL sehingga nelayan kolaps.
Oleh karena itu, Pusat Kajian Maritim Untuk Kemanusiaan mendesak KPK untuk membongkar kasus hukum ini setransparan mungkin agar kongkalikong di balik regulasi ekspor benih lobster terungkap, dan pihak yang bersalah dihukum sesuai aturan yang berlaku,
“Dan bisa menjadi hikmah untuk perbaikan tata kelola lobster dan perikanan secara umum di Indonesia yang harus diorientasikan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, khususnya pembudidaya lobster di dalam negeri,” tambah Halim.
perlu dibaca : Penyelundupan Benih Lobster Berakar dari Regulasi yang Tidak Tepat
Kolusi Kebijakan Ekspor
Sebelumnya Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati pada akhir pekan lalu juga memberikan tanggapannya tentang aktivitas ekspor BBL yang semakin sulit dibendung. Menurut dia, pemberian izin ekspor BBL kepada eksportir merupakan indikasi adanya praktik kolusi yang kental.
Indikasi itu muncul, karena perizinan yang sudah diterbitkan, ada yang ditujukan kepada perusahaan-perusahaan yang baru memulai usaha budi daya lobster dan ada keterlibatan politisi di dalamnya.
Dengan kata lain, perizinan yang sudah diterbitkan itu bisa juga disebut dengan perizinan instan.
“Berbagai elemen masyarakat mempertanyakan arah dan tujuan kebijakan ini,” ungkap Susan pada pertengahan Juli 2020.
Menurut dia, dari 31 perusahaan eksportir yang sudah diberikan izin untuk melaksanakan ekspor BBL, ada sejumlah nama politisi nasional yang ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Mereka itu, tidak lain adalah politisi dari Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gelora, Partai Gerindra, dan Partai Golkar.
Keterlibatan sejumlah politisi dalam kegiatan ekspor benih BBL, mengindikasikan dengan kuat adanya praktik kolusi yang dilakukan oleh Menteri KP Edhy Prabowo. Terlebih, pada 6 Juli 2020 Edhy sudah mengakui bahwa ada sejumlah temannya sesama politis yang sudah mendapatkan perizinan untuk melaksanakan ekspor BBL.
“Kata dia, apakah karena posisinya sebagai seorang menteri, lantas teman-temannya tak bisa berusaha (jadi eksportir BBL)?” sebut dia mengungkap pernyataan resmi yang dirilis Edhy Prabowo di tanggal tersebut.
baca juga : Ketika Susi Pudjiastuti Ikut Bahas Polemik Ekspor Benih Lobster
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku siap untuk menerima segala resiko dari polemik kebijakan ekspor BBL. Dia bahkan mengaku siap untuk diaudit oleh tim auditor, jika memang kebijakan tersebut dicurigai ada ketidakberesan sejak dari awal sampai proses seleksi perusahaan.
“Tentang orang dekat yang menerima izin (ekspor), saya tidak tahu menahu,” ungkapnya saat berada di Indramayu, Jawa Barat, Selasa (7/7/2020).
Edhy menerangkan, dirinya mendapatkan banyak informasi yang menyebutkan kalau dia ada hubungan dengan perusahaan yang lolos verifikasi untuk mendapatkan izin ekspor. Padahal, dia mengaku tidak tahu kapan mereka semua mengikuti proses yang sudah ditetapkan oleh tim khusus.
Seluruh proses verifikasi kepada perusahaan yang mendaftar untuk mendapatkan izin ekspor BBL, dilakukan secara khusus oleh tim. Setelah proses dinyatakan selesai, keputusan izin melaksanakan ekspor akan ditetapkan secara langsung oleh tim tersebut.
“Karena ada tim sendiri yang memutuskan izin, terdiri dari semua Dirjen (Direktur Jenderal), termasuk Irjen (Inspektorat Jenderal). Silakan saja kalau curiga, itu biasa. Silakan audit, (dan) cek. KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) terbuka,” jelas dia.