- Polairud Polda NTT kembali menangkap nelayan pengebom ikan di Perairan Pulau Semau, Kabupaten Kupang. Padahal pelaku pernah dipenjara setahun karena kasus serupa
- Aksi pengeboman ikan dan penggunaan potasium masih marak terjadi di perairan pantai utara dan pantai selatan Kabupaten Sikka yang merusak terumbu karang dan biota laut. Aparat diminta mengambil tindakan tegas dan meningkatkan patroli
- Aksi perikanan merusak itu marak terjadi akibat ringannya hukuman pengadilan terhadap pelaku dimana rata-rata pelaku hanya dihukum setahun hingga dua tahun penjara
- Dampak kerusakan karang menyebabkan ikan semakin sulit ditangkap dan wisatawan yang biasa melakukan snorkeling dan diving mengurungkan niatnya dan berdampak pada penurunan industri pariwisata setempat
Seorang nelayan berinisilal YP (37), warga RT 06/RW 03, Desa Uiboa, Kecamatan Semau Selatan, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali berurusan dengan pihak kepolisian. Nelayan ini kembali ditangkap saat menangkap ikan menggunakan bom.
Padahal, pelaku sebelumnya pernah ditangkap tahun 2016 dengan kasus yang sama dan menjalani hukuman selama setahun penjara.
“Kali ini YP ditangkap karena menangkap ikan menggunakan bom ikan di Tanjung Lay, Perairan Semau Selatan, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang,” kata Kasubdit Gakkum Dit Polairud Polda NTT, AKP Andy, SIK saat mendampingi Direktur Polairud Polda NTT, Kombes Pol. Andreas Herry Susi Darto, SIK dalam konferensi pers, Selasa (24/11/2020).
Selain menangkap YP, polisi juga mengamankan barang bukti berupa puluhan ekor ikan salam dan ikan gargahing, beberapa botol berisi dan bensin, korek gas, jaring dan peralatan selam.
“Tersangka diduga melanggar pasal 84 ayat (1), jo pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.45/2009 tentang Perikanan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp1,2 miliar,” ungkap Andy.
baca : Destructive Fishing Masih Marak Terjadi di NTT, Kenapa?
Selain itu, Polairud Polda NTT telah melimpahkan berkas perkara kasus lain yaitu nelayan berinisial YH (39) ke Kejati NTT. Nelayan YH ditangkap pada Senin (26/10/2020) di wilayah perairan Tablolong, Kabupaten Kupang.
“Saat dilakukan pemeriksaan, nelayan ini tidak memiliki izin menangkap ikan dan surat persetujuan berlayar dari syabandar sehingga langsung diamankan. Nelayan ini sering ditegur aparat karena selama berlayar tidak pernah mau membawa dokumen tersebut,” ucapnya.
Masih Marak
Aktivitas pengeboman ikan dan penggunaan potassium yang merusak itu tidak hanya terjadi di pantai utara dan selatan Pulau Flores, tetapi juga perairan Laut Sawu.
Hampir setiap tahun Polair Polda NTT menangkap nelayan pelaku ilegal fishing dan perikanan merusak di pantai utara Pulau Flores termasuk di perairan Kabupaten Sikka. Tetapi aksi pengeboman ikan pun masih tetap ada.
Penasihat Maumere Diver Community (MDC) Yohanes Saleh saat berbincang dengan Mongabay Indonesia, Minggu (22/11/2020) membeberkan pengeboman ikan dan penggunaan potassium memang masih marak terjadi di perairan pantai utara Flores Kabupaten Sikka, terbukti dengan ditemukan karang yang rusak dan mati. Padahal perairan itu merupakan spot snorkeling dan diving.
“Di kedalaman 5 sampai 7 meter dekat pesisir pantai, kita masih sering menemukan banyak karang yang hancur dan mati akibat penggunaan potasium dan bom dalam menangkap ikan. Harus ada patroli rutin dari aparat pemerintah di kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere,” katanya.
baca juga : Pengebom Ikan Ditangkap di Flores Timur. Diduga Ada Jaringan Terorganisir
Hanz sapaan akrabnya meminta agar ada penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) serta Peraturan Desa (Perdes) yang melarang aktifitas penangkapan ikan dalam radius tertentu.
Kondisi serupa juga terjadi di perairan pantai selatan Kabupaten Sikka. Penyelam senior Vinsen Parera saat ditanyai Mongabay, Minggu (22/11/2020) mengakui, beberapa spot penyelaman di pantai selatan terumbu karangnya mengalami kerusakan.
Aktivitas perikanan merusak masih terjadi, katanya, karena jarangnya patroli pengawasan oleh aparat. Padahal pantai selatan Flores biasa ditemukan hewan laut seperti penyu, pari manta, hiu paus dan lumba-lumba serta terkadang ikan Napoleon dan ikan lainnya yang unik.
“Penyelaman pada kedalaman 5 sampai 8 meter saja sudah bisa melihat pari manta dan penyu. Wisatawan asing paling senang berjumpa dengan hewan laut yang unik dan pari manta sehingga sayang sekali apabila aktifitas pengeboman ikan masih marak dilakukan,” ujarnya.
Vinsen berharap pemerintah menindak tegas pelaku pengeboman ikan serta mencari pamasok bahan baku pengeboman ikan. Ia menegaskan apabila aksi pengrusakan terumbu karang terus berlanjut, keindahan alam bawah laut Teluk Maumere dan pantai selatan pun perlahan hilang.
perlu dibaca : Aktifitas Destructive Fishing Semakin Marak, Nelayan Flores Kian Merana. Apa Jalan Keluarnya?
Hukuman Ringan
Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, Yohanes Don Bosco R.Minggo SPi. Msi. menyebutkan ekosistem terumbu karang merupakan sumberdaya wilayah pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan, terutama karena aktivitas manusia di sekitarnya.
Rickson sapaan akrabnya menjelaskan aktivitas yang merusak seperti kegiatan penangkapan ikan yang merusak, penambangan karang untuk koleksi atau bahan bangunan, dan pemanen biota karang yang merusak karang.
“Kerusakan karang juga diakibatkan oleh pembangnan di wilayah pesisir yang menyebabkan degradasi lingkungan, peningkatan suhu perairan dan keasaman perairan, bencana alam, pemangsaan alami oleh predator karang serta perubahan salinitas akibat banjir air tawar,” tuturnya.
Oleh karena itu, tandas Rickson, pemanfaatannya harus dilakukan secara ekstra hati-hati. Dia katakan apabila terumbu karang mengalami kematian, akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat pulih kembali.
Dia menjelaskan, di Kabupaten Sikka, pada umumnya penyebab kerusakan karang akibat aktifitas destructive fishing seperti penggunaan bom, racun dan penggunaan alat tangkap yang dioperasikan di lingkungan terumbu karang seperti, alat tangkap bottom gillnet, bubu, hand line dan speargun.
baca juga : Dua Pelaku Bom Ikan di Flotim Kembali Divonis Setahun Penjara. Kenapa Hukumannya Ringan?
Rickson menyebutkan hukuman terhadap pelaku pengeboman ikan masih sangat ringan berkisar antara satu tahun hingga dua tahun penjara, sehingga tidak ada efek jera. Terbukti pelaku pengeboman ikan akan kembali beraksi setelah bebas dari penjara.
Dia menegaskan, pelaku pengeboman ikan harus dijatuhi hukuman yang sangat berat sebab dampak yang ditimbulkan menyebabkan bukan saja kerusakan lingkungan tetapi membuat banyak orang kehilangan pendapatan.
“Akibat aksi pengeboman dan penggunaan potasium membuat terumbu karang rusak. Ikan sulit ditangkap dan wisatawan yang akan melakukan diving dan snorkling pun tidak datang ke sebuah wilayah sehingga membuat banyak orang kehilangan pendapatan,” ungkapnya.
Dia melihat belum ada tindakan yang tegas dari aparat pemerintah dan kalau dibiarkan, maka akan sangat merugikan semua pihak. Untuk itu, dia sangat berharap keterlibatan semua pihak melakukan penyadartahuan kepada masyarakat sehingga kedepannya tidak ada kegiatan yang dapat merusak lingkungan perairan.
“Pemberian pemahaman kepada masyarakat memang sangat membutuhkan waktu yang lama, untuk itu perlu adanya sinergitas setiap stakeholder yang memiliki tugas dalam pengelolaan sumberdaya karang untuk melakukan pengawasan yang ketat bagi setiap kegiatan pemanfaatan sumberdaya perairan di Kabupaten Sikka,” tegasnya.