- Bayi duyung sepanjang 114 cm dan lebar 24 cm ditemukan terjaring nelayan di Maluku Tenggara, Maluku. Sudah dilepasliarkan oleh petugas di lokasi penemuan
- Tim yang tergabung dalam proses pelepasliaran tersebut berharap, bayi duyung itu bisa kembali bertemu dengan induknya
- Bayi duyung itu tidak bisa hidup tanpa induknya. Karena dia menyusui di induknya. Makanya harapan untuk hidup sangat tipis, jika dilepasliarkan tanpa induk. Jadi lebih 50 persen harapan hidupnya
- Awal Desember lalu warga Dusun Namalomin, Desa Kilwaru, Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur juga digegerkan dengan seekor paus yang mati terdampar di wilayah mereka
Seekor bayi duyung (Dugong dugon) ditemukan terjerat dijaring Ulis Fernatyanan, salah satu nelayan Desa Sathean, Maluku Tenggara (Malra), Maluku. Bayi duyung terpisah dari induknya itu ditemukan pukul 13.27 WIT,
Ulis bersama sejumlah warga lalu melaporkan bayi duyung itu ke Kepala Desa Sathean, selanjutnya disampaikan ke Resort Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Tual. Kini bayi duyung dengan panjang 114 cm dan lebar 24 cm itu sudah dilepasliarkan ke habitatnya, di Maluku Tenggara.
Kepala Resort KSDA Tual, Justinus Yopi Jaminan mengungkapkan sebelum pelepasliaran pihaknya mendapat laporan dari Kepala Desa Sathean dan warga bahwa ada seekor bayi duyung terjerat di jaring nelayan.
“Setelah menerima laporan tersebut kami dari Resort Tual langsung menuju ke tempat kejadian perkara,” katanya kepada Mongabay Indonesia, Kamis (17/12/2020).
baca : Dua Ekor Dugong Ditemukan Mati Tersangkut Jaring Nelayan di Ur Pulau
Saat di lokasi, sudah ada dua orang petugas dari Dinas Perikanan Kota Tual. Dia mengatakan, setelah melakukan koordinasi dengan Pemerintah Desa, juga mendapat petunjuk dari Balai KSDA Maluku, bayi duyung itu dilepasliarkan ke habitatnya.
“Kami juga mencari bahan dari beberapa sumber yang berkompentensi sebelum pelepasliaran. Pelepasliaran dilaksanakan tepat pukul 15.00 WIT,” katanya.
Pihak yang terlibat dalam pelepasliaran itu, kata dia, meliputi Pemerintah Desa Sathean, Resort KSDA Tual, Dinas Perikanan dan beberapa warga di sana. Pihak-pihak terkait juga melakukan pemantauan sampai pukul 18.00 WIT untuk memastikan bayi duyung tersebut bisa kembali beraktivitas dan menemukan induknya.
Selama dua jam memantau, bayi duyung itu perlahan-lahan berjalan meninggalkan lokasi pelepasliaran. Tim yang tergabung dalam proses tersebut berharap, duyung itu bisa kembali bertemu dengan induknya.
Justinus juga mengaku, sebelum pelepasliaran Resort KSDA Tual dan beberapa unsur sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk proses penanganan bayi duyung tersebut. Salah satunya menghubungi dokter hewan di Kantor Karantina Tual.
“Saat dihubungi yang bersangkutan tidak menjawab panggilan tim. Makanya tidak ada pemeriksaan kesehatan, asupan susu pun tidak diberikan,” katanya.
baca juga : Seekor Dugong Terjaring di Flores Timur dan Hendak Dikonsumsi. Kok Bisa?
Dia mengatakan, mereka juga sudah melakukan koordinasi dengan Petugas Loka Pengelola Sumberdaya Pesisir dan Laut (PSPL) Sorong, yang pernah menangani kasus serupa di Raja Ampat, Papua Barat. Sesuai informasi WWF dan Loka PSPL, susu untuk bayi duyung adalah susu khusus yang didatangkan dari Australia. Susu itu tidak ada di Indonesia, sehingga bayi duyung tidak diberikan asupan susu.
Sisi lain dia mengatakan, sebagian besar perairan Maluku Tenggara dan Kota Tual menjadi habitat duyung. Jadi di mana ada lamun, di situ ada duyung. Karena lamun adalah pakan duyung.
Dia juga mengaku kejadian serupa sering terjadi di Maluku Tenggara. Bahkan ada yang terjerat dan langsung mati, seperti di Ur Pulau, Juli 2019 lalu. Warga di sana menemukan induk dan anaknya terjaring.
“Saat ditemukan kedua ekor dugong itu sudah mati, lalu petugas datang dan menguburnya,” kata dia.
Dia menambahkan, masyarakat di kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual, termasuk di Desa Sathean sudah mulai memiliki kesadaran tinggi ihwal pelestarian lingkungan hidup, terutama satwa, biota laut dan tumbuh alam yang dilindungi.
“Tumbuh kesadaran masyarakat karena sejak Tahun 2017, kami Resort KSDA Tual gencar melaksanakan sosialisasi Undang-undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem,” katanya.
perlu dibaca : Warga Seram Potong-potong Dugong Mati Terdampar, untuk Konsumsi?
Rentan mati
Santoso Budi, Kepala Loka (PSPL) Sorong mengatakan, terkait bayi duyung itu, pihaknya di Ambon sudah berkoordinasi dengan dengan WWF dan PSDKP di Kota Tual.
Menurut dia untuk proses penanganan harus dilakukan sosialisasi kepada masyarakat di Maluku. Karena memang orang timur bukan menganggap dugong sebagai satwa liar tapi hewan peliharaan.
“Kayak orang Jawa lihat kucing. Dengan kita memberikan pengertian kepada masyarakat, harapannya mereka akan melepasliarkan dugong saat menemukannya,” katanya.
Menurutnya, bayi duyung itu tidak bisa hidup tanpa induknya. Karena dia menyusui di induknya. Makanya harapan untuk hidup sangat tipis, jika dilepasliarkan tanpa induk. Jadi lebih 50 persen harapan hidupnya.
Kondisi inilah yang membuat mereka selaku lembaga konservasi serba dilematis. Karena di satu sisi aturan tidak memungkinkan untuk memelihara satwa liar. Pemerintah juga tidak punya sarana dan prasarana penampungan untuk mamalia laut semacam duyung.
Beberapa kasus bayi duyung yang dirawat, katanya, akhirnya mati meskipun dengan perawatan maksimal bersama dokter hewan. Kasus di Raja Ampat, untuk susu pun diterbangkan khusus dari Jakarta.
“Dugong akan didampingi induknya mulai 18 hingga 24 bulan. Karena dia menyusui. Sehingga pelepasliaran di bawah umur itu agak susah dia bertahan hidup. Pasalnya ketemu induk lain juga belum tentu dia menyusui dugong itu,” kata Santoso kepada Mongabay Indonesia.
penting dibaca : Kisah Mempertemukan Bayi Duyung dengan Induknya di Raja Ampat
Dia mengatakan, duyung merupakan salah satu jenis mamalia laut yang dilindungi karena sifat bioreproduksi dan populasinya yang terus menurun. Sebagai mamalia laut yang menyusui maka bayi duyung sangat mudah mengalami kematian jika terpisah dari induknya.
Kasus kematian duyung masih kurang dan jarang ditemukan, namun demikian bioreproduksi dan ancaman alami, serta penurunan luasan pakan alami (lamun) di semua daerah distribusi, perlu mendapat perhatian utama karena semua ancaman tersebut secara langsung menurunkan populasi dan kehadiran duyung.
Beberapa pakar menjelaskan bayi duyung yang terpisah dari induknya sangat kecil peluang untuk bertahan hidup karena membutuhkan perlindungan dan susu alami dari induknya.
Namun mamalia laut tersebut memiliki sifat sosial yang berbeda dengan biota laut lainnya. Sehingga jika penanganan medis dilakukan serius maka bayi duyung akan hidup dan dikembalikan ke habitat alaminya di sekitar lokasi ditemukan.
baca juga : Dugong Mati Terjerat Jaring Nelayan, Sosialisasi ke Masyarakat Minim?
Satwa lain
Awal Desember lalu warga Dusun Namalomin, Desa Kilwaru, Kecamatan Seram Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur juga digegerkan dengan seekor paus yang mati terdampar di wilayah mereka.
Paus tersebut dikerumuni warga, bahkan mereka ikut naik ke atas tubuh paus tersebut. Jarak antara paus terdampar dan perkampungan warga sekitar 700-800 meter.
Amir H Latuconsina, warga Dusun Namalomin saat dihubungi Mongabay Indonesia mengatakan, paus tersebut ditemukan warga sekitar pukul 06.30 WIT. Hingga saat ini belum ada satu pun petugas yang datang untuk mengevakuasi hewan tersebut.
“Sampai sekarang belum ada pihak atau petugas yang datang untuk menguburnya,” kata Latuconsina.
Paus tersebut terlihat mengeluarkan banyak darah dari tubuhnya. Terkait hal ini, beberapa petugas dan pihak terkait di sana juga sudah dihubungi, namun telepon mereka luar jangkauan.