- Denmark adalah negara yang jaraknya mencapai 11 ribu kilometer dari Indonesia. Negara tersebut sejak lama menjalin kerja sama dengan Indonesia untuk pengelolaan wilayah laut. Kerja sama tersebut diperkuat lagi pada 2020 mempelajari permasalahan dari Indonesia dan Denmark
- Belajar kepada Denmark, maka belajar tentang mengelola tata ruang laut dengan menggunakan teknologi terkini. Termasuk, mengelola sampah laut yang selalu menjadi masalah tak pernah selesai bagi kedua negara
- Dengan teknologi dan inovasi yang dimiliki Denmark, Indonesia diharapkan bisa menirunya untuk diterapkan dalam pengelolaan tata ruang wilayah laut. Selain itu, pengelolaan juga diarahkan pada konsep ramah lingkungan, seperti dalam pengiriman barang melalui laut
- Selain Denmark, membangun pertahanan laut yang tangguh juga dipelajari dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Daerah kecil tersebut sukses memetakan adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim karena mencegah erosi pesisir dan banjir rob
Denmark dan Indonesia adalah dua negara yang memiliki kesamaan dalam pengelolaan lingkungan dan laut. Walau berbeda benua dan dipisahkan jarak sekitar 11 ribu kilometer, namun kedua negara sama-sama menghadapi persoalan lingkungan seperti pencemaran dan sampah laut.
Persoalan tersebut menjadi ancaman serius bagi kedua negara, terlebih dengan adanya pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung sekarang. Untuk itu, diperlukan penanganan yang baik dan terarah, agar tantangan di lautan bisa diatasi dan tidak menjadi ancaman.
Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk Bidang Hukum Laut Okto Irianto menjelaskan, selain pencemaran dan sampah laut, aktivitas ilegal juga menjadi perhatian pihaknya sampai saat ini.
Contohnya, adalah penyelundupan obat-obatan terlarang, senjata, dan juga hewan langka yang hingga saat ini masih menjadi tantangan yang harus dihadapi. Namun demikian, tantangan tersebut diakui ada kesempatan positif untuk menyeimbangkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
“Dengan kelestarian ekosistem dalam sektor kemaritiman melalui berbagai inovasi,” jelas dia belum lama ini.
baca : Indonesia Harus Belajar Riset untuk Adaptasi Perubahan Iklim

Bagi Indonesia, tantangan mengelola wilayah laut menjadi lebih berat, karena situasi saat ini, di mana dunia sedang dilanda pandemi COVID-19. Untuk itu, bagaimana mewujudkan pembangunan kelautan berkelanjutan dan penanganan COVID-19, masih menjadi isu utama yang harus dihadapi.
Okto menerangkan, kerja sama dengan Denmark juga menjadi kesempatan untuk bisa mengadopsi segala kemajuan negara tersebut dalam mengelola wilayah lautnya. Termasuk, melakukan manajemen sampah laut untuk wilayah pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia.
Dengan manajemen yang baik, sampah bisa dikelola dengan menggunakan teknologi Trash Incinerator Vessels (TIV) yang sudah dimiliki Denmark. Dengan teknologi, pengelolaan sampah laut diharapkan bisa menjadi lebih baik lagi dan efisien.
Dia mencontohkan, wilayah pulau yang dinilai layak untuk menerapkan teknologi pengelolaan sampah TIV itu adalah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), dan Kabupaten Jepara (Jawa Tengah). Kedua daerah tersebut sudah menyatakan ketertarikannya untuk adopsi teknologi tersebut.
Di sisi lain, tantangan dan sekaligus kesempatan pengelolaan wilayah laut tak hanya berlaku untuk Indonesia, namun juga Denmark yang memiliki karakteristik pengelolaan wilayah laut yang sama. Hal itu diakui sendiri oleh Direktur Jenderal Otorita Maritim Denmark Andreas Nordseth.
Bagi dia, pertemuan khusus yang dilakukan dengan Indonesia menjadi bukti kerja sama bilateral menjadi kesempatan terbaik bagi kedua negara untuk saling bertukar pengalaman yang telah dimiliki, terutama dari sektor kemaritiman.
baca juga : Ini Cara Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

Tata Ruang Laut
Dalam kerja sama yang terus diperkuat, baik Indonesia maupun Denmark fokus untuk membahas berbagai dan manfaatnya bagi masing-masing negara. Lebih khusus, kedua negara sepakat untuk fokus mengawal tiga isu yang saat ini sedang terjadi.
Ketiga isu tersebut adalah perencanaan tata ruang laut (maritime spatial planning), pengiriman ramah lingkungan (green shipping), dan manajemen sampah laut (marine debris management). Ketiga isu tersebut dinilai berperan penting untuk melancarkan pengelolaan wilayah laut dengan lebih baik.
Adapun, tujuan dari ketiga isu tersebut adalah untuk meningkatkan kapasitas dan sertifikasi, peningkatan pengelolaan sektor kemaritiman, dan meningkatkan regulasi terkait pengelolaan sampah yang ada di wilayah perairan laut.
Duta Besar Denmark untuk Indonesia Lars Bo Larsen menyebutkan, isu perencanaan tata ruang laut memerlukan pengembangan maksimal yang meliputi penelitian dan pengembangan. Khusus bagi Indonesia, diperlukan asistensi secara teknis, lokakarya internasional, dan peningkatan kapasitas.
Dari tiga isu yang menjadi perhatian utama, salah satunya adalah pengiriman ramah lingkungan yang menjadi strategi dalam industri perikanan dan logistik. Strategi yang diinisiasi oleh negara-negara ASEAN itu kini sudah diterapkan di Denmark.
“Di mana, bahan bakar ramah lingkungan digunakan untuk menjaga kelestarian laut,” jelas dia.
Apa yang dilakukan Denmark tersebut, diharapkan bisa juga dilakukan oleh Indonesia. Namun, tak hanya fokus pada pengeriman ramah lingkungan saja, diharapkan juga akan ada adopsi dari segi teknologi hingga program yang sudah diterapkan oleh Denmark.
Salah satu kota yang diharapkan bisa menerapkan pengiriman ramah lingkungan itu adalah Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Di sana, Denmark tertarik untuk membagian ilmunya terkait teknologi dan inovasi untuk penerapan praktik perdagangan internasional laut yang ramah lingkungan.
“Kami juga berharap, kerja sama dalam dunia akademis perguruan tinggi antara kedua negara terus dikembangkan, khususnya dalam studi kemaritiman,” pungkas dia.
Di sisi lain, sebagai negara maritim besar di dunia, Indonesia berusaha keras untuk memperbaiki pengelolaan wilayah laut dan pesisir. Termasuk, dalam melaksanakan adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Hendra Yusran Siry mengatakan, pelaksanaan adaptasi dan mitigasi menjadi sangat penting dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim.
“Selain menyediakan potensi potensi alam yang besar, pesisir juga menjadi pusat banyak aktivitas masyarakat di Indonesia. Maka dari itu, perlu ada perhatian lebih untuk menciptakan ketahanan ekosistem dan masyarakat pesisir,” jelas dia.
perlu dibaca : Tekad Indonesia Bersihkan Sampah Plastik di Laut

Perubahan Iklim
Perlunya menciptakan ketahanan ekosistem dan masyarakat pesisir secara bersamaan, karena itu bisa menjadi kekuatan untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Contohnya, kenaikan muka air laut yang sudah terjadi banyak wilayah pesisir di Indonesia.
Bagi Yusran, salah satu daerah di Indonesia yang dinilai berhasil melakukan adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim, adalah Kabupaten Demak di Jateng. Daerah tersebut dinilai berhasil, karena bisa mencegah terjadinya erosi dan banjir rob di wilayah pesisir.
“Indonesia telah melaksanakan aksi nyata dalam menghadapi masalah lingkungan di wilayah pesisir, termasuk dengan melaksanakan pendektan membangun dengan alam,” ucap dia belum lama ini.
Kegiatan membangun dengan alam atau building with nature (BwN) sendiri merupakan program kemitraan antara KKP, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia (PUPR), Wetland International, EcoShape, Pemerintah Kabupaten Demak, dengan konsorsium Indonesia-Belanda.
Program tersebut sudah berjalan selama lima tahun dan berhasil meningkatkan ketangguhan pesisir utara di pulau Jawa. termasuk, berhasil memperbaiki wilayah pesisir seluas 477 hektare dengan cara memasang struktur semi-permeable berupa barisan pagar dari kayu dengan potongan ranting.
“Struktur semi-permeable atau sering juga disebut hybrid engineering ini dapat mengumpulkan sedimen untuk mangrove agar tumbuh secara alami, serta memadukan budi daya di sekitar hutan mangrove dan merevitalisasi lahan tambak,” jelas dia.
“Dari pengalaman kami, membangun dengan alam akan berjalan dengan lancar jika kita bekerja bersama-sama dengan masyarakat lokal, menggunakan pengetahuan masyarakat setempat yang nantinya mereka akan merasakan manfaat dari inisiatif ini,” tambah dia.
baca juga : Inilah Restorasi Jitu Ekosistem Pesisir Utara Jawa. Seperti Apakah?

Hendra melanjutkan, hingga kini KKP juga telah menambah skala pemasangan struktur semi-permeable di kabupaten lain di Utara Pulau Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi hingga total panjang struktur yang ada menjadi 23.5 km.
Harapan ke depan, pendekatan BwN dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam upaya Indonesia untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, dan yang lebih penting lagi meningkatkan ketahanan masyarakat di wilayah pesisir.