- Maluku Utara masuk dalam Kawasan Burung Endemik [Endemic Bird Area], yaitu wilayah yang diidentifikasi oleh BirdLife International sebagai daerah penting untuk konservasi burung berbasis habitat.
- Kawasan Burung Endemik di Maluku Utara adalah Halmahera, Morotai, Bacan, Obi, dan pulau-pulau kecil di sebelah barat Halmahera, termasuk Ternate.
- Di Maluku Utara, terdapat beberapa lokasi yang bisa dijadikan tempat pemotretan sekaligus pengamatan burung. Tepatnya, di Halmahera yang berada di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, dan pulau sebelahnya yaitu di Ternate.
- Jenis burung yang banyak ingin dilihat pengamat adalah bidadari halmahera, paok halmahera, paok maluku utara, cendrawasih-gagak halmahera, kakatua putih, dan serindit maluku.
Kawasan Wallacea terdiri ribuan pulau yang terletak di antara Kawasan Oriental dan Australasia. Pulau-pulaunya dibagi menjadi tiga, yaitu Sulawesi dan pulau-pulau satelitnya, termasuk Kepulauan Banggai dan Kepulauan Sula; Kepulauan Maluku; dan Kepulauan Nusa Tenggara.
Wallacea menjadi salah satu kawasan yang mulai banyak dilakukan penelitian burung [ornithology], dikarenakan banyaknya jenis endemik.
Maluku Utara masuk dalam Kawasan Burung Endemik [Endemic Bird Area], yaitu wilayah yang diidentifikasi oleh BirdLife International sebagai daerah penting untuk konservasi burung berbasis habitat. Di sini, terdapat wilayah sebaran burung terbatas.
Kawasan Burung Endemik di Maluku Utara ini di antaranya Halmahera, Morotai, Bacan, Obi, dan pulau-pulau kecil di sebelah barat Halmahera, termasuk Ternate.
Di Maluku Utara, terdapat beberapa lokasi yang bisa dijadikan tempat pemotretan sekaligus pengamatan burung. Tepatnya, di Halmahera yang berada di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, dan pulau sebelahnya yaitu di Ternate.
Baca: Wallacea Adalah Sepenggal Surga di Bumi
Taman Nasional Aketajawe Lolobata ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor: SK.397/Menhut-II/2004 tanggal 18 Oktober 2004 dengan luas 167.300 ha. Kawasan ini terdiri dari Kelompok Hutan Lolobata yang ditetapkan pada 2010 [89.525,37 ha] dan Kelompok Hutan Aketajawe yang ditetapkan tahun 2014 [77.793,95 ha].
Kawasan hutan lindung ini memiliki topografi datar, bergelombang, hingga bergunung. Karena dikelilingi lautan, iklim di taman nasional ini sangat dipengaruhi iklim laut tropis dan iklim musim, dengan tipe hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan.
Hal ini mempengaruhi vegetasi dengan dominasi jenis seperti damar [Agathis sp.], bintangur [Calophyllum inophyllum], benuang [Octomeles sumatrana], kayu bugis [Koordersiodendron pinnatum], matoa [Pometia pinnata], merbau [Intsia bijuga], kenari [Canarium mehenbethenegaerta] dan nyatoh [Palaquium obtusifolium].
Sedangkan di Ternate adalah pulau kecil yang berada dalam wilayah Kepulauan Maluku, sebelah barat Halmahera. Hutan alaminya masih terdapat jenis pohon di atas 30 meter seperti jenis jeungjing [Albizia falcataria], Tristiopsis canarioides, matoa [Pometia pinnata], Elmerilla ovate, dan merbau [Instia bijuga]. Selain pohon alami, pohon cengkih [Syzygium aromaticum], dan pala [Myristica fragrans] juga banyak ditemui di sini.
Baca: Surga Biota Air Endemis Itu Adalah Wallacea
Vegetasi di Halmahera dan Ternate mempengaruhi keberadaan satwa, termasuk burung. Menurut Ahmad David, fotografer satwa liar asal Halmahera yang juga staf Balai Taman Nasional Aketajawe Lolobata, ada beberapa lokasi favorit bagi pengamat burung saat berkunjung ke Halmahera.
“Saya hampir 10 tahun di lokasi ini, telah mencatat lokasi-lokasi yang mudah untuk pengamatan burung. Sebut saja Resor Tayawi dan Resor Ake Jawi di Taman Nasional Aketajawe Lolobata, Resor Weda, Desa Foli, Tanah Pasir Putih, dan Gunung Uni-uni,” terang David.
David menambahkan, tidak saja di Halmahera, di Ternate juga ada tempat menarik untuk mengamati burung liar, yaitu di Danau Tolire Besar. “Untuk yang senang jenis burung air dan burung laut, di muara sungai Desa Kao dan tengah laut antara Ternate dan Sofifi, terdapat gundukan pasir yang muncul dan sering banyak burung beristirahat di sana,” jelasnya.
Baca: Maleo, Burung Berkonde Jantungnya Wallacea
Konservasi
Hanom Bashari, peneliti keragaman burung di Maluku Utara menjelaskan, secara umum ancaman utama kelestarian burung-burung di Halmahera, Ternate, dan pulau sekitarnya adalah perburuan dengan menggunakan senapan angin dan jerat, serta perdagangan beberapa jenis penting, seperti paruh bengkok. Di Ternate sendiri, ancaman lain adalah semakin sempitnya hutan asli. Tersisa hanya di puncak Gunung Gamalama dan koridor hingga Danau Tolire.
“Masyarakat dan semua pihak termasuk pemerintah harus mendukung menciptakan kesadaran kolektif menjaga hutan dan burung. Pendidikan dan kebijakan pemerintah pusat atau daerah harus dilakukan.”
Baca: Wallacea, Surga Keragaman Hayati yang Minim Penelitian
Hanom memambahkan, ketika ada kesadaran kolektif di daerah-daerah penting burung, peran serta masyarakat dapat dilakukan, untuk dapat mempertahankan hutan tersisa. Peran itu dapat berupa pelibatan ekowisata berbasis pengamatan burung. “Di Halmahera dan Ternate, pengamatan burung telah terkenal hingga mancanegara.”
Lebih 10 agen pemandu burung yang dapat mengantar wisatawan lokal maupun mancanegara untuk menikmati keindahan jenis burung di Halmahera dan Ternate.
“Ekowisata berbasis pengamatan burung dapat memberikan pemahaman baru kepada masyarakat, sekaligus memberikan pemasukan tambahan untuk mereka,” terangnya.
Baca: Berkah Wallacea yang Belum Terpancar di Buano
Peneliti Sheri L. Glowinski dari The University of Southern Mississippi mengungkapkan, kegiatan pengamatan burung telah berkontribusi pada perekonomian di tingkat nasional. Misalnya, menurut survei nasional 2001 di Amerika, pengamat burung menghabiskan lebih dari $31 miliar saat berpartisipasi dalam kegiatan pengamatan.
Lalu bagaimana hubungan ekowisata burung dan konservasi? Masih dalam penelitian Glowinski, di satu daerah bagian pantai timur Amerika, saat musim migrasi burung, sekitar 6.000-10.000 orang datang. Mereka tidak sungkan mengeluakan uang untuk perlindungan kawasan tersebut.
Baca juga: Cendrawasih Gagak, Burung Evolusi Asal Kepulauan Maluku Utara
David bersama teman-temannya warga lokal Halmahera, yang sering mengantar para pengamat burung atau fotografer saat ke taman nasional mengungkapkan, mereka tidak segan membayar jasa demi mendapatkan target burung.
“Ada sekitar 311 jenis burung di Halmahera. Melihatnya pun tidak terlalu sulit, bisa di belakang rumah, pinggir jalan, hingga masuk hutan.”
David menambahkan, di masing-masing lokasi di Halmahera dan Ternate banyak jenis burung yang dicari fotografer atau pengamat burung. Utamanya, bidadari halmahera [Semioptera wallacii] di Resor Ake Jawi dan Resor Tayawi [Taman Nasional Aketajawe Lolobata], juga Resor Weda [Halmahera Tengah], Desa Foli [Halmahera Timur], dan Tanah Pasir Putih [Halmahera Barat].
Berikutnya, dua jenis paok, yaitu paok halmahera [Pitta maxima] dan paok maluku utara [Erythropitta rufiventris] di Resor Weda.
Ada juga cendrawasih-gagak halmahera [Lycocorax pyrrhopterus], kakatua putih [Cacatua alba], serindit maluku [Loriculus amabilis] di Resort Tayawi, atau jenis endemik paruh bengkok di Gunung Uni-uni.
Sementara, jenis raja-udang dapat dijumpai di masing-masing lokasi pengamatan seperti cekakak-pita biasa [Tanysiptera galatea], cekakak murung [Todiramphus funebris], dan cekakak biru-putih [Todiramphus diops].
Di Ternate juga tidak kalah bagus. Jenis rajawali kuskus [Aquila gurneyi], walik topi-biru [Ptilinopus monacha], karakalo Australia [Scythrops novaehollandiae], sikatan kilap [Myiagra alecto], kipasan halmahera [Lalage aurea], dan paok ternate [Erythropitta rufiventris cyanonota] dapat diamati juga oleh para pengamat dan fotografer satwa liar.
“Adanya imbal balik jasa, membuat masyarakat tidak segan untuk melindungi alam sekitar. Dengan begitu, burung-burung lestari dan kegiatan ekowisata berbasis pengamatan burung tetap berjalan,” jelas David.
Bacaan:
Coates, B.J., dan Bishop, K.D. 2000. Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan Wallacea. Birdlife International-Indonesia Programme & Dove Publications Pty. Ltd.
Glowinski, S.L. 2008. Bird-watching, ecotourism, and economic development: a review of the evidence. Applied Research in Economic Development, vol. 5, issue 3.