- Panen sampah laut di Pantai Kuta sudah dimulai akhir Desember 2020, terutama usai hujan deras.
- Walau banyak regulasi pengurangan kemasan sekali pakai dibuat, tak bergigi tanpa aksi penegakannya.
- Para peneliti sudah memberikan gambaran besar pergerakan sampah di laut, jenis sampah yang terdampar, lamanya partikel di perairan, sampai dampak cemaran mikroplastik pada pangan laut.
- Tekanan pada satwa laut pun makin tinggi dan ancaman polusi laut di masa depan.
Panen sampah laut dengan volume besar di Pantai Kuta, Bali, berlanjut di awal 2021. Sudah dianggap hal biasa, namun tak bisa terus menerus jadi permakluman.
Pada 1 Januari 2021, Pantai Kuta di pagi hari sudah ramai dengan aktivitas menyapu sampah yang terbawa laut. Lebih dari 100 orang perempuan pedagang dan penjual jasa di pantai dengan gelombang cukup tinggi ini sudah menyebar di hampir sepanjang satu kilometer di Pantai Kuta.
Mereka membawa sapu serok khusus mengumpulkan sampah di pasir. Menumpuknya di sejumlah titik yang berjarak beberapa meter satu sama lainnya. Sementara empat alat berat dioperasikan mengangkut tumpukan puluhan ton sampah laut ini.
Pengunjung pantai terpaksa duduk di belakang tumpukan sampah karena laut tak henti-henti mendaratkan sampah terutama plastik kemasan minuman dan makanan. Sementara anak-anak yang berusaha bermain air, hanya berdiri menyapa buih gelombang. “Kaget juga lihat pantai Kuta penuh sampah,” kata seorang pengunjung dari Surabaya yang sedang berlibur.
Bagi yang belum pernah melihat pesisir pantai di selatan Bali di akhir tahun, kemungkinan akan kaget dan tak menyangka aktivitas berenangnya terhalang sampah plastik.
Made Nagi, seorang foto jurnalis di Bali bahkan memposting sebuah foto memilukan, seekor penyu mati di antara tumpukan sampah di Pantai Kuta pada 31 Desember 2020. Jelang pergantian tahun.
baca : Terus Berulang Terjadi, Dari Mana Sampah di Pantai Kuta?
Pantai Kuta memiliki area penetasan telur penyu karena jadi salah satu area pendaratan penyu untuk bertelur. Juga jadi lokasi pelepasan penyu yang jadi barang bukti hasil sitaan.
Dari sampah-sampah plastik yang diamati, tak sedikit sudah terlihat lama di laut karena warna dan tulisannya memudar, bahkan mulai tercacah. Nyaris semua adalah kemasan yang diproduksi di dalam negeri. Sedotan dan gelas plastik kemasan air pun terlihat merata di sepanjang pesisir.
Aktivitas pembersihan pantai secara masif pada tahun baru ini bisa jadi berkaitan dengan kunjungan Gubernur Bali dan Kapolda ke Kuta dan pantai lain pada 1 Januari 2021. Dikutip dari siaran pers Pemprov Bali, I Wayan Koster, Gubernur Bali yang menerima keluhan pengunjung yang mengatakan Pemda Badung harus memiliki sistem penanganan sampah di Pantai Kuta yang dilengkapi Posko dengan sarana dan prasarana serta tenaga yang memadai, sehingga bisa bertindak cepat dalam hitungan jam untuk membersihkan sampah kiriman yang datang secara tiba-tiba.
“Apalagi di dalam kondisi darurat seperti sekarang ini, yakni di musim hujan dan banyak wisatawan yang berkunjung, maka sistem pengelolaan sampah harus berfungsi dalam 24 jam penuh, sehingga tidak perlu menunggu hari besok,” katanya. Kejadian yang sudah berulang setiap tahun ini menurutnya harus dibuatkan sistem penanganan khusus yang melibatkan Desa Adat.
Inilah dampak pengelolaan sampah yang masih tertatih di Indonesia, tak hanya Bali. Karena sampah laut di satu pulau akan menuju pulau lain, dan bisa jadi memutar lagi sesuai arah arus.
Misalnya di Bali, walau sudah ada sejumlah regulasi pelarangan kemasan sekali pakai, tak akan efektif mengurangi volume tanpa penegakan dan pengawasan. Lebih dari satu tahun setelah disahkan, regulasi larangan plastik sekali pakai di Bali malah menunjukkan kemunduran.
Tak sulit mendapatkan kantong plastik, sedotan, dan styrofoam. Tiga produk plastik yang dilarang untuk digunakan, diproduksi, dan didistribusikan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Informasi untuk bawa tas belanja sendiri sudah sangat jarang ditemui di warung-warung, dibandingkan ketika awal-awal bulan Pergub ini ditegakkan. Saat itu tim penegakan Pergub ini melakukan razia ke warung dan pasar.
Data-data volume sampah juga menunjukkan peningkatan timbulan sampah plastik sekali pakai (PSP) di Bali pada semester kedua pasca pemberlakukan Pergub ini. Hal ini terangkum dalam Lokakarya Kinerja Pelaksanaan Peraturan Gubernur Bali No.97/2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai pada Rabu (4/11/2020) di Sanur, Denpasar.
baca juga : Bali Kesulitan Mengurangi Plastik Sekali Pakai
Pergerakan Sampah Laut
Sejumlah peneliti sudah memberikan data-data pergerakan sampah laut dan komposisinya. Misalnya serangkaian riset oleh tim Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali yang dipimpin doktor I Gede Mahendra.
Ia dan timnya memantau pergerakan sampah dan jenis sampah yang mendarat ini sejak 2014, terutama di pantai-pantai yang berhadapan dengan Selat Bali. Dari simulasi model menunjukkan potensi sampah yang berasal dari pesisir timur Banyuwangi, Kabupaten Jembrana, dan Tabanan akan tiba dalam waktu 1-2 bulan. Jika musim hujan terjadi akhir November atau awal Desember maka Kuta akan memanen sampah di akhir Desember sampai Januari.
Belum lagi sampah dari muara sungai-sungai di Bali Selatan, daerah hilir pulau Bali. Di Teluk Benoa saja ada lima sungai yang bermuara.
Sementara dari riset lanjutan terkait peta sebaran sampah, terlihat hampir rata di seluruh pesisir. Di antaranya pantai-pantai terkenal di Bali Selatan seperti Serangan, Kedonganan, Kuta, Legian, kemudian Bali Utara, dan Bali Barat.
Hasilnya, sebagian besar (45%) jenis sampah adalah plastik ‘lunak’ atau soft plastic. Kemudian hard plastics atau plastik keras (15%) dan besi. Lainnya karet, kayu, busa, baju, gelas, dan lainnya. Dari sampah plastik itu, terbanyak adalah plastik kemasan (40%) makanan atau yang berlabel, kemudian sedotan (17%), dan kresek (15%).
perlu dibaca : Meninjau Aturan dan Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Era COVID-19
Riset terbaru dipublikasikan pada Agustus 2020 bertajuk Studi Lama Waktu Tinggal Partikel di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali. Penelitian dilakukan oleh peneliti Fakultas Kelautan dan Perikanan Unud yaitu Ida Bagus Andika Putra, I Gede Hendrawan, dan I Dewa Nyoman Nurweda Putra1 .
Analisis pergerakan dan lama waktu tinggal partikel dibagi menjadi beberapa daerah analisis. Analisis pergerakan partikel dilakukan dengan menghitung persentase posisi akhir partikel berdasarkan daerah pelepasan partikelnya.
Partikel tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan daerah asal partikel pertama kali dilepaskan, kemudian dihitung jumlah posisi akhir partikel setelah 30 hari simulasi diseluruh daerah pelepasan partikel. Analisis dilakukan dalam rentang waktu satu bulan dengan waktu perhitungan persentase partikel setiap minggu. Hal ini dilakukan agar pergerakan partikel terlihat lebih jelas.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa lama waktu tinggal partikel sangat berkaitan erat dengan adanya pergerakan arus. Partikel mengikuti dan digerakkan oleh arus. Waktu tinggal partikel pada musim barat dan musim timur memiliki pola waktu tinggal yang tak jauh berbeda dengan kisaran rentang waktu sebesar 1 jam hingga 4 jam.
Apabila diperairan tersebut terdapat polutan berbahaya dengan karakterstik perairan yang memiliki waktu tinggal yang lama, maka hal tersebut dapat memberikan dampak buruk bagi organisme dan ekosistem di sekitarnya.
Namun secara keseluruhan, perairan Nusa Penida memiliki waktu tinggal yang relatif singkat, sehingga diharapkan dampak dari polutan yang melewati kawasan konservasi perairan Nusa Penida dapat diminamalisir.
Konsentrasi polutan yang tinggi dapat menurunkan kualitas air. Penelitian ini dilakukan pada Januari 2019 untuk merepresentasikan kondisi musim hujan, dan pada bulan Juli 2019 merepresentasikan kondisi musim kemarau. Penghitungan waktu tinggal menggunakan metode pemodelan numerik yaitu Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM).
baca juga : Bioplastik: Si Pencegah Mikroplastik Terkini
Dampak pada rantai pangan
Penelitian lainnya oleh . Cok Istri Yudhantari,dkk2 tentang dampak mikroplastik pada produksi pangan laut. Penelitian yang dilakukan pada bulan Mei sampai Juli 2018 itu bertujuan untuk menganalisis jenis mikroplastik dan menghitung kelimpahan mikroplastik saluran pencernaan ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang ditangkap di Selat Bali.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengumpulkan ikan yang didaratkan di Pelabuhan Pendaratan Ikan Kedonganan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.
Jenis mikroplastik yang paling banyak terdapat pada saluran pencernaan ikan lemuru adalah serat yang berasal dari bahan sintetis pada pakaian dan juga alat tangkap seperti pancing atau jaring. Kelimpahan mikroplastik pada saluran pencernaan ikan lemuru protolan pada penelitian ini adalah satu partikel/ikan.
Selat Bali disebut wilayah perairan yang memiliki potensi terbesar untuk penangkapan ikan pelagis, salah satunya adalah lemuru. Kualitas ikan lemuru diperkirakan menurun karena adanya sampah plastik yang masuk dari daerah aliran sungai dan bermuara di Selat Bali.
Sampah plastik akan terapung di kolom air, yang menyebabkan plastik terurai atau terurai oleh sinar matahari dan membentuk partikel plastik yang disebut mikroplastik. Ukuran mikroplastik yang mirip fitoplankton dan zooplankton memungkinkan lemuru secara tidak sengaja menelan mikroplastik tersebut.
Kutipan
- Putra, Ida Bagus Andika; Hendrawan, I Gede; Putra, I Dewa Nyoman Nurweda. Studi Lama Waktu Tinggal Partikel di Kawasan Perairan Nusa Penida, Bali. Journal of Marine Research and Technology, [S.l.], v. 3, n. 2, p. 75-81, aug. 2020. ISSN 2621-0096. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT/article/view/53883>. Date accessed: 01 jan. 2021. doi: https://doi.org/10.24843/JMRT.2020.v03.i02.p03)
- (Yudhantari, Cok Istri; Hendrawan, I Gede; Ria Puspitha, Ni Luh Putu. Kandungan Mikroplastik pada Saluran Pencernaan Ikan Lemuru Protolan (Sardinella Lemuru) Hasil Tangkapan di Selat Bali. Journal of Marine Research and Technology, [S.l.], v. 2, n. 2, p. 48-52, aug. 2019. ISSN 2621-0096. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT/article/view/44313>. Date accessed: 01 jan. 2021. doi: https://doi.org/10.24843/JMRT.2019.v02.i02.p10.)