- Upaya Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan garam rakyat terus dilakukan, di tengah pandemi COVID-19 yang masih belum berakhir. Pengembangan produksi terus dilakukan, karena kebutuhan garam nasional sampai sekarang belum bisa dipenuhi dari produksi garam lokal
- Agar bisa menghasilkan produksi tambahan, inovasi teknologi diadopsi dalam melaksanakan produksi garam. Upaya tersebut dilakukan dengan membuat percontohan di pulau Madura yang selama ini dikenal sebagai sentra garam rakyat nasional
- Dengan menggunakan teknologi yang tepat dan efisien, diharapkan produksi garam secara nasional di masa mendatang bisa meningkat signifikan dan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap pasokan dari impor yang berasal dari Australia dan India
- Adopsi teknologi dilaksanakan melalui program penerapan teknologi adaptif lokasi (PTAL) di Kabupaten Pamekasan dan Bangkalan, Jawa Timur. Dalam proses tersebut, ada produksi yang berasal dari rumah tangga dan inti yang berasal dari badan usaha pemilik legalitas produksi garam rakyat
Beragam inovasi teknologi terus dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia agar bisa memproduksi garam yang sederhana dan tidak padat modal. Cara tersebut diharapkan bisa menghadirkan garam rakyat dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat di seluruh Indonesia.
Perlunya menambah produksi garam secara nasional, karena kebutuhan untuk memenuhi pasar domestik sampai saat ini masih belum bisa dilakukan. Bahkan, 40 persen kebutuhan garam nasional masih harus diimpor dari negara lain.
Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, inovasi teknologi sangat diperlukan, selain untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, juga untuk mewujudkan swasembada garam.
“Kebutuhan akan garam semakin meningkat, seiring bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya berbagai industri, baik di dalam maupun luar negeri,” ucap dia belum lama ini di Jakarta.
baca : Begini Perjuangan Meningkatkan Kesejahteraan Petambak Garam Skala Kecil
Dia menerangkan, kebutuhan garam untuk memenuhi pasar domestik garam konsumsi sedikitnya diperlukan sebanyak 812.132 ton. Sementara, untuk kebutuhan garam industri diperlukan lebih banyak lagi, sedikitnya sebanyak 3.609.812 ton.
Mengingat kebutuhan garam yang belum dipenuhi produksi di dalam negeri, maka Pemeritah melaksanakan impor garam dari dua negara produsen garam besar di dunia, yaitu Australia dan India. Kedua negara tersebut selama ini biasa memasok kekurangan garam untuk pasar di dalam negeri.
Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan garam nasional, adalah dengan melaksanakan produksi menggunakan inovasi teknologi dengan Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi (PTAL). Dalam melaksanakan uji PTAL, ada dua lokasi yang dipilih untuk menjadi percontohan.
Kedua lokasi itu, adalah Desa Pademawu Barat, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan dan sebuah pondok pesantren yang belum ditentukan lokasinya di Kabupaten Bangkalan. Kedua lokasi tersebut letaknya ada di pulau Madura, Provinsi Jawa Timur.
“Kita berkomitmen untuk berkontribusi terhadap upaya pengembangan dan peningkatan produksi garam nasional, serta peningkatan kualitas garam, baik untuk konsumsi maupun untuk industri,” jelas dia.
baca juga : Presiden Panen Garam di Kupang, Bisakah NTT Penuhi Kebutuhan Garam Nasional?
Untuk melaksanakan uji PTAL, Instalasi Pengembangan Sumber daya Air Laut Pamekasan, dan Loka Riset Sumber daya dan Kerentanan Pesisir yang berada di bawah koordinasi Pusat Riset Kelautan mengawal prosesnya yang sudah dimulai sejak 8 Desember 2020.
Slamet menyebutkan, jika hasil uji produksi skala plasma yang ada di Pamekasan dihitung, maka di sana bisa menghasilkan 156 kilogram garam per hari. Jika dalam sebulan, masa kerja berjalan selama 20 hari, maka produksi diperkirakan bisa mencapai minimal 3 ton.
“Coba bayangkan kalau bisa menghasilkan 3.000 ton setahun, kita panen, petani garam tentu sejahtera karena dari harga bahan baku garam krosok per kilogram Rp300-550, setelah mendapat sentuhan inovasi teknologi PTAL Garam ini menjadi seharga Rp.4.900 per kilogram,” papar dia.
Plasma-Inti
Walau jumlah produksi hasil dari Pamekasan masih jauh dari jumlah kebutuhan nasional, namun bagi Sjarief itu sudah lebih dari cukup. Dengan jumlah tersebut, kebutuhan garam di Madura akan bisa terpenuhi dengan baik.
Dalam setahun, kebutuhan garam untuk setiap orang mencapai 4 kg dan itu bisa dipenuhi jika produksi garam lokal bisa berjalan lancar. Jika tidak, maka kekurangan akan didatangkan dengan cara impor melalui negara-negara yang disebut di atas.
“Mari mendorong perilaku masyarakat untuk membeli garam lokal. Jadikan garam Pamekasan ini sebagai garamnya orang Madura,” tutur dia.
perlu dibaca : Negara Harus Hentikan Kekacauan Tata Kelola Garam Nasional
Kepala Pusat Riset Kelautan dan Perikanan KKP I Nyoman Radiarta pada kesempatan sama menjelaskan, kegiatan PTAL yang dilaksanakan pada 2020 merupakan kelanjutan dari program yang sama pada 2019. Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk melengkapi instrumen pasial alat PTAL garam.
“Dan scale down produksi menjadi produksi untuk skala rumah tangga atau plasma,” ungkap dia.
Dengan adanya skala produksi plasma, maka diharapkan akan menjadi percontohan di masa mendatang untuk produksi garam rekristal berkonsep plasma inti. Selain oleh rumah tangga, pengembangan garam tersebut juga dilakukan bersama Inti oleh badan usaha yang punya legalitas untuk produksi garam konsumsi yodium.
Menurut Nyoman, dalam mengembangkan produksi garam pada skala plasma, terdapat tantangan yang harus dihadapi mencakup modal yang kecil dan metode produksi yang sederhana. Sementara, untuk produksi skala industri kecil menengah (IKM), peralatan akan lebih lengkap untuk mengejar jumlah produksi.
“Juga, syarat menuju legalitas menjadi tujuan utamanya,” ujar dia.
baca juga : Kenapa Pemerintah Tak Juga Perbaiki Tata Kelola Garam Nasional?
Adapun, yang dimaksud dengan sistem rekristal garam adalah proses produksi garam dengan memanfaatkan kalori dari sampah. Proses tersebut akan menghasilkan keuntungan berupa hasil produksi garam rekristal, dan berkurangannya sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.
Dengan demikian, tidak diperlukan lagi proses penimbunan sampah dan pembukaan lokasi baru untuk pembuangan sampah. Untuk melaksanakan proses tersebut, diperlukan PTAL hasil kelautan yang bertujuan untuk menghasilkan proses produksi garam yang efisien dan terjangkau.
Juga, meningkatkan nilai jual garam level 3 atau biasa disebut K3. Sedangkan kualitas minimum garam berkualitas tinggi adalah kandungan NaCL mencapai 94 persen atau level I (K1). Kemudian, memanfaatkan pengolahan sampah menjadi kalori untuk proses produksi garam sistem rekristal.
“Itu dilakukan dengan mengembangkan alat yang mendukung seperti mesin press sampah, untuk mendukug kegiatan produksi garam,” papar dia.
penting dibaca : Garam Rakyat Didorong Penuhi Standar Internasional, Bagaimana Caranya?
Garam Rakyat
Sebelumnya, KKP juga mengembangkan usaha garam rakyat yang dirintis oleh petambak garam skala kecil di lima kota/kabupaten di Indonesia. Kelimanya adalah Kabupaten Pati, Demak, Jepara (Jawa Tengah), Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), dan Kabupaten Aceh Utara (Aceh).
Di kelima daerah tersebut dibangun gudang garam nasional (GGN) dengan masing-masing daya tampungnya hingga 12.000 ton. Pembangunan GGN bertujuan untuk memudahkan petani garam dalam menyimpan hasil panen sehingga kualitas garam yang diproduksi tetap terjaga.
Selain enam gudang baru yang baru diresmikan, Pemerintah Indonesia juga sudah lebih dulu memiliki tiga GGN di Jateng, yaitu di Kabupaten Brebes dengan kapasitas masing-masing mencapai 2.000 ton dan 1.000 ton, dan di Kabupaten Rembang dengan kapasitas tampung mencapai 1.000 ton.
Bagi KKP, upaya untuk mengembangkan produksi garam rakyat dilakukan melalui program pengembangan usaha garam rakyat (PUGAR) yang sudah dimulai sejak 2016. Melalui PUGAR, Pemerintah ingin petambak garam tak hanya sekedar bisa mengembangkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) saja.
Lebih dari itu, petambak garam diharapkan bisa ikut mewujdkan infrastruktur yang bisa mendukung usaha garam rakyat, dan iklim yang stabil untuk menjaga keberlangsungan garam rakyat. Melalui PUGAR, diharapkan bisa menjadi solusi masalah garam rakyat di sektor hulu.
Untuk mendukung upaya tersebut, sebanyak 24 GGN dibangun untuk melaksanakan integrasi lahan garam di 24 kabupaten/kota yang menjadi sentra garam rakyat. Semua dilakukan pada lahan seluas 2.971 hektare dan bertujuan untuk meningkatkan kompetensi para petambak garam rakyat.
Direktorat Jenderal Peneglolaan Ruang Laut (DJPRL) KKP berharap bisa terus meningkatkan kualitas garam rakyat agar bisa menjadi garam untuk industri yang bisa disalurkan kepada industri aneka pangan. Selama ini, industri mengandalkan pasokan garam impor hingga 600 ribu ton dalam setahun.