- Informasi keberadaan musang sulawesi [Macrogalidia musschenbroekii] yang sangat minim membuat jenis ini dijuluki satwa misterius.
- Satwa endemik Sulawesi ini tidak mudah ditemukan dikarenakan kebiasaannya yang lebih banyak bergerak di atas pohon [arboreal], aktif malam hari [nokturnal], dan soliter.
- Musang Sulawesi dapat diketahui dari ciri-cirinya, memiliki panjang tubuh 650-715 mm, panjang ekor 445-540 mm, dan berat antara 3,8 hingga 6,1 kg.
- Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, musang sulawesi merupakan jenis satwa dilindungi.
Salah satu satwa endemik Sulawesi yang masih terbatas informasinya adalah musang sulawesi [Macrogalidia musschenbroekii] atau Sulawesi Palm Civet. Para peneliti menyatakan, keberadaannya memang sulit dijumpai secara langsung, dikarenakan sifatnya yang sangat sensitif terhadap kehadiran manusia.
Jejak kakinya juga terbilang tidak mudah dicari. Ini dikarenakan kebiasaannya yang lebih banyak bergerak di atas pohon [arboreal], aktif malam hari [nokturnal], serta soliter. Siang hari, musang sulawesi biasanya beristirahat di lubang-lubang pepohonan besar atau celah-celah batu besar, serta hutan yang jarang didatangi manusia.
Minimnya informasi menjadi alasan kenapa musang sulawesi disebut satwa misterius. Namun, sejak tiga tahun terakhir musang sulawesi berhasil diketahui keberadaannya melalui kamera jebak [camera trap] di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] yang wilayahnya berada di Gorontalo dan Bolaang Mongondow, serta di kawasan Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara.
Baca: Satwa Misterius Sulawesi Terpantau di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone
Pertengahan Desember 2019, jurnal internasional Oryx yang berbasis di Cambridge, Inggris, merilis hasil temuan musang sulawesi. Jurnal tersebut ditulis Iwan Hunowu dan Alfons Patandung yang menjelaskan hasil survei yang mereka lakukan di seluruh Sulawesi Utara. Fokus utamanya di dua kawasan konservasi yaitu TNBNW dan Cagar Alam Tangkoko.
Dalam laopran itu dijelaskan bahwa musang sulawesi berstatus Rentan [Vulnerable] dalam Daftar Merah IUCN, karena dugaan menurunnya populasi yang dipicu berkurangnya hutan primer. Sejauh ini pula, belum ada data berapa jumlah populasi terkini yang dapat dijadikan rujukan, disebabkan kurangnya survei di lokasi potensial.
Survei yang dilakukan WCS yang bekerja sama dengan TNBNW itu merekam 13 kali musang sulawesi berada di delapan lokasi di TNBNW, baik yang ada di dalam maupun di luar kawasan. Temuan itu kemudian menjadi catatan yang pertama kali ditemukan di kawasan konservasi tersebut.
Meski demikian, pada Maret 2018, tim patroli Balai TNBNW pernah menemukan musang sulawesi terperangkap jerat yang dipasang warga. Biasanya, jerat ditujukan untuk menangkap babi hutan, namun satwa yang terperangkap bisa apa saja: anoa, musang, bahkan burung maleo. Faktor ini yang membuat musang sulawesi rentan terhadap ancaman, selain berkurangnya hutan sebagai habitat alaminya.
Baca juga: Kamera Penjebak Kembali Mendeteksi Keberadaan Musang Sulawesi
Ciri-ciri musang sulawesi
Untuk mengetahui ciri-ciri musang sulawesi, Abdul Haris Mustari, peneliti dan juga dosen pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB, menuliskannya dalam buku Manual Identifikasi dan Bio-Ekologi Spesies Kunci di Sulawesi [2020].
Seperti halnya peneliti lain, Abdul Haris juga menyebut bahwa reproduksi satwa ini belum diketahui karena minimnya penelitian. Dalam Bahasa Bugis, musang Sulawesi disebut Tingkalung dan Cingkalung, sementara dalam Bahasa Kaili dan Kulawi di Sulawesi Tengah, dinamakan Hulaku.
Berdasarkan identifikasinya, musang sulawesi memiliki ciri-ciri panjang tubuh 650-715 mm, panjang ekor 445-540 mm, dan berat antara 3,8 hingga 6,1 kg.
Tubuhnya didominasi warna cokelat dan pucat dengan bintik-bintik cokelat tipis di sisi dan punggung bagian bawah. Memiliki rambut pendek merata di seluruh tubuh. Pola warna rambut pada ekor seperti cincin dan kaki relatif pendek. Moncongnya ditumbuhi kumis, ketika sudah dewasa bisa mencapai ukuran seekor anjing dewasa.
Musang sulawesi dapat dibedakan dari dua spesies musang lainnya yang ada di Sulawesi, yang merupakan jenis introduksi; Paradoxurus hermophroditus dan Viverra tangalunga dari warna rambut, badan cokelat, dan ekor lebih panjang.
“Saat mencari pakan dan berkomunikasi dengan pasangan atau individu lain, jenis ini sering mengeluarkan suara agak melengking dan melolong dengan nada piuuu… piuuu… piuu… berulang,” ungkap Abdul Haris dalam bukunya.
Abdul Haris menjelaskan, makanan musang sulawesi adalah mamalia kecil pengerat seperti berbagai jenis tikus, burung dan telur, reptil, serangga, juga menyukai buah enau. Habitatnya berada di hutan primer, sekunder, dan kebun sampai ketinggian 2600 meter di atas permukaan laut.
Selain di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, untuk penyebaran alaminya, satwa ini tercatat ada di Sulawesi bagian utara, tengah, tenggara di antaranya di kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Suaka Margasatwa Tanjung Peropa, dan TWA Mangolo.
Musang Sulawesi juga terdapat di Sulawesi bagian barat, mencakup pegunungan di Toraja, Pinrang, dan Mamasa yang bisa ditemukan di Gunung Gandang Dewata dan Gunung Mambulilling.
Menurut Abdul Haris, diperlukan survei menyeluruh untuk mengetahui keberadaan musang sulawesi terkini. Alasannya, data yang dikeluarkan IUCN sejak 2008 belum diperbarui.
“Pada kenyataanya, masih banyak wilayah di Sulawesi yang merupakan habitat satwa khas ini,” ungkapnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi, musang sulawesi merupakan jenis satwa dilindungi.