- Tumbuhan bakau (mangrove), adalah tanaman yang bagus untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan atau bencana tsunami yang berpotensi mengancam kawasan pesisir pantai. Tanaman tersebut, bermanfaat banyak jika ditanam secara berkelompok membentuk kawasan hutan
- Saat ini, luas kawasan bakau di seluruh Indonesia mencapai total 3,4 juta hektare, dengan kondisi yang masuk kategori baik mencapai luasan 1,6 juta ha, serta yang kondisinya rusak mencapai luasan 1,8 juta ha. Kondisi yang rusak akan masuk program rehabilitasi yang dimulai pada 2021 hingga 2024
- Untuk permulaan, akan dilakukan rehabilitasi bakau di atas lahan seluas 150 ribu ha yang tersebar di sejumlah provinsi. Kegiatan tersebut menjadi bagian dari program pemulihan ekonomi nasiona (PEN) dan pendanaannya bersumber dari APBN
- Selain bermanfaat untuk menjaga kawasan pesisir, hutan bakau juga sangat bagus untuk menyerap karbondioksida (CO2) yang ada di udara. Dengan luasan total di Indonesia, potensi karbon biru yang ada mencapai 3,14 miliar ton karbon yang efektif bisa menyerap seluruh CO2.
Program rehabilitasi kawasan hutan bakau (mangrove) akan berlangsung selama tiga tahun mulai 2021 hingga 2024 mendatang. Kegiatan tersebut mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.
Selama tiga tahun, kegiatan rehabilitasi mangrove akan dilaksanakan di sembilan provinsi dengan luasan total mencapai 600.000 hektare. Untuk permulaan, rehabilitasi direncanakan akan dilakukan pada lahan seluas 150.000 di sepanjang 2021.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kawasan bakau yang akan menjadi fokus untuk program rehabilitasi, adalah lahan yang kondisinya sedang kritis dan rawan dari bencana alam tsunami.
“Saya minta kita coba kalau bisa 150.000 Ha dilakukan tahun ini,” ucap dia belum lama ini.
Selain lahan yang masuk dua kriteria di atas, lahan bakau yang masuk kategori siap rehabilitasi, adalah lahan yang sedang terancam oleh bencana abrasi pantai, dan juga memiliki pelabuhan hijau (green port) dan atau program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
baca : Ini Upaya Bersama Rehabilitasi Mangrove dalam Meredam Dampak Perubahan Iklim
Adapun, lahan kritis yang saat ini ada luasnya mencapai 182.313 ha dan menyebar di sejumlah provinsi. Namun demikian, agar tidak terjadi tumpang tindih ataupun klaim berganda dalam pendataan lokasi, maka diperlukan satu peta tentang mangrove atau one map mangrove.
Untuk melaksanakan seluruh kegiatan rehabilitas yang akan berjalan pada 2021, Luhut memastikan bahwa 84 persen pendanaan akan bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN), dan anggaran bantuan tambahan (ABT) melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). “16 Persen sisanya (akan) berasal dari non APBN,” jelas dia.
Akan tetapi, dia mengungkapkan bahwa di tahun-tahun berikutnya pendanaan yang bersumber dari APBN akan mengalami pengurangan. Sebagai gantinya, pendanaan akan bersumber dari non APBN, salah satunya melalui dukungan mitra strategis dan ogranisasi internasional seperti bank dunia.
Agar program rehabilitasi bisa berjalan dengan baik, Luhut menyebut kalau Pemerintah akan melaksanakan penyemaian bibit bakau dalam jumlah skala yang besar. Kegiatan yang mengikuti arahan Presiden RI Joko Widodo tersebut akan difokuskan berlangsung di Mangrove Center.
“Selain itu juga akan penyediaan bibit mangrove atau propagul yang dilakukan oleh masyarakat,” tutur dia.
baca juga : Ini Upaya Kalimantan Barat untuk Jadi Pusat Mangrove Dunia
Ekosistem Pesisir
Selain fokus pada penyediaan bibit, program rehabilitas mangrove juga akan berhasil jika kerja sama antar semua pemangku kepentingan bisa berjalan dengan baik. Utamanya, adalah kerja antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
“Kita minta Kemendagri untuk mengoordinasikan supaya provinsi, kabupaten, ikut juga membantu pemeliharaan dari mangrove ini dan mereka juga akan mendapat buahnya dari program ini karena itu menciptakan lapangan kerja,” terang dia.
Selain bermanfaat untuk perbaikan ekosistem pesisir, rehabilitasi mangrove juga akan berpotensi menghasilkan karbon biru yang bisa dioptimalkan untuk mengurangi polusi udara. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mencari lokasi yang tepat untuk rehabilitasi.
Pencarian lokasi yang tepat, disesuaikan dengan rencana menjadikan lokasi sebagai proyek percontohan (pilot project) untuk penjualan karbon (carbon trading). Kemudian, disiapkan juga regulasi yang akan mengatur lebih lanjut kegiatan perdagangan karbon.
“Kita lakukan evaluasi sebulan sekali atau dua kali agar jangan sampai melenceng dari program yang sudah kita susun ini,” pungkas dia.
baca juga : Perlu Penguatan Restorasi Gambut dan Mangrove
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menambahkan bahwa program rehabilitasi mangrove menjadi program yang sangat penting dan harus dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, rehabilitasi juga menjadi perhatian internasional, karena berkaitan dengan agenda perubahan iklim.
“Berita gembiranya di climate change Indonesia sudah di kategori medium. Kita itu sedikit lagi jadi negara yang baik untuk contoh climate change yang bagus,” ungkap dia.
Ketua Indonesia Mangrove Society (IMS) Sahat Panggabean sebelumnya menyebutkan, luasan mangrove secara nasional mencapai 3,4 juta hektare, dan menyimpan potensi karbon biru yang sangat besarhingga 3,14 miliar ton karbon yang efektif untuk menyerap seluruh karbondioksida (CO2).
Tak cukup di situ, dengan luasan 3,4 juta ha, kawasan mangrove di Indonesia mencakup 23 persen dari total kawasan mangrove yang ada di seluruh dunia. Fakta tersebut menegaskan bahwa mangrove memiliki peranan sangat penting bagi ekosistem pesisir di Indonesia.
Menurut Sahat, untuk mangrove yang kondisinya baik akan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan menghasilkan nilai ekonomi yang tepat. Sementara, untuk mangrove yang kondisinya rusak akan dilakukan rehabilitasi dengan program jangka panjang.
Saat ini, kawasan mangrove yang kondisinya dinyatakan baik mencapai luas 1,6 juta ha dan yang kondisinya rusak luasnya mencapai 1,8 juta juta. Khusus untuk kawasan hutan mangrove yang ada di wilayah Pantai Utara (Pantura) pulau Jawa, kerusakan mangrove sudah mencapai 85 persen.
perlu dibaca : Harapan Baru Rehabilitasi Mangrove di Lokasi Kritis
Karbon Biru
Untuk potensi karbon biru, Pemerintah Indonesia saat ini tengah menyiapkan regulasi baru berupa Perpres yang berkaitan dengan nilai ekonomi karbon. Dengan regulasi tersebut, diharapkan pengelolaan bisa menjadi lebih hidup lagi dan melibatkan lebih banyak pihak.
“Mudah-mudahan menjadi payung hukum, supaya tidak lagi menebang mangrove. Tapi bisa menjualnya kepada negara-negara yang membeli emisi gas rumah kaca (GRK). Jadi, nilai karbon dari mangrove akan menghasilkan nilai ekonomi yang utuh,” jelas Sahat.
Dengan cara tersebut, masyarakat diharapkan bisa cepat beradaptasi dengan kondisi sekarang, di mana perubahan iklim adalah sesuatu yang harus dihadapi melalui adaptasi dan mitigasi yang sangat mungkin dilakukan pada berbagai aspek kehidupan.
Perlunya dilakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, karena saat ini di Indonesia tercatat memiliki 10.664 desa pesisir yang rawan dan rentan terhadap bencana alam. Tak hanya itu, hampir 80 persen populasi masyarakat di Indonesia juga diketahui hidup di daerah rawan dan rentan bencana.
“Juga, 32 persen ekonomi masyarakat pesisir yang jumlahnya mencapai 7,6 juta jiwa ada di bawah garis kemiskinan,” paparnya.
Bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), program rehabilitasi mangrove akan berperan sangat besar untuk proses pemulihan ekosistem pesisir dan laut. Untuk itu, KKP terus melaksanakan kegiatan rehabilitasi secara mandiri.
Terbaru, adalah pembangunan kebun bibit (nursery) mangrove di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Di sana, kebun bibit dibangun di atas lahan seluas 3.093 meter persegi dan ditanami sebanyak 500 ribu batang bakau dari jenis Rhizophora sp.
baca juga : Padat Karya Penanaman 600 Ribu Hektare Mangrove di 34 Provinsi Dimulai
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP TB Haeru Rahayu menjelaskan, pembangunan kebun bibit dilakukan dengan tujuan agar bisa menghasilkan bibit untuk keperluan pembibitan, persemaian, penanaman, dan rehabilitasi.
Menurut dia, ekosistem mangrove memiliki peran penting bagi kehidupan di wilayah pesisir, terutama masyarakat yang tinggal dan berprofesi sebagai nelayan atau pembudidaya ikan. Oleh karenanya, program pembibitan harus bisa memberdayakan masyarakat sekitar dengan sangat baik.
“Program ini merupakan padat karya untuk penanggulangan dampak dari pandemi COVID-19,” tegas dia.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) KKP Muhammad Yusuf menambahkan, program pemulihan ekosistem mangrove memang menjadi program yang akan terus dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia.
Kegiatan tersebut menjadi penting untuk dilaksanakan, karena bisa membantu proses pemulihan ekonomi masyarakat pesisir yang terkena dampak pandemi COVID-19. Terlebih, karena program rehabilitas adalah program padat karya yang akan melibatkan banyak tenaga kerja.