- Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] merupakan hutan dengan keindahan alam luar biasa
- Sungai yang mewakili keindahan hutan ini adalah Sungai Alas-Singkil, yang berhulu di Kabupaten Gayo Lues dan bermuara ke Samudera Hindia.
- Sungai ini melewati empat kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Singkil.
- Untuk mencapai muara Sungai Alas-Singkil di Samudera Hindia, jika perjalanan dimulai dari Muara Situlen, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara, butuh waktu sembilan jam.
Kawasan Ekosistem Leuser [KEL] merupakan hutan paru-paru dunia yang memiliki keindahan alam luar biasa.
Salah satu sungai yang mewakili keindahan hutan ini adalah Sungai Alas-Singkil, yang berhulu di Kabupaten Gayo Lues dan alirannya menuju Samudera Hindia.
Sungai ini melewati empat kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Aceh Singkil.
Baca: Tidak Rela, Sungai Alas-Singkil Dibendung
Di Ketambe, Kabupaten Aceh Tenggara, sungai ini membelah Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL]. Sementara di beberapa tempat, sungai ini juga menjadi batas hutan lindung dan hutan konservasi.
Saya kembali menyusuri keindahan hutan Leuser melalui Sungai Alas-Singkil, pekan kedua April 2021.
Foto: Orangutan Sumatera yang Nyaman di Stasiun Riset Ketambe
Perjalanan menggunakan perahu motor ini dimulai dari Muara Situlen, Kecamatan Babul Makmur, Kabupaten Aceh Tenggara, dan berakhir di Gelombang, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam. Sebelumnya, kami singgah di Stasiun Penelitian Soraya, di hutan lindung Soraya yang juga bagian dari KEL.
Dari Muara Situlen, butuh waktu sekitar empat jam mencapai Stasiun Penelitian Soraya, dan butuh lima jam mencapai pasar Gelombang.
Untuk mencapai muara Sungai Alas-Singkil di Samudera Hindia, jika perjalanan dimulai dari Muara Situlen, butuh waktu sembilan jam.
Foto: Sisi Lain Leuser dari Sungai Alas-Singkil
Perjalanan ini baru terasa menyenangkan ketika memasuki kawasan hutan lindung, dan Taman Nasional Gunung Leuser. Hutan asri dan alami sangat memanjakan mata, selain melihat aktivitas masyarakat yang memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi.
“Saat memasuki kawasan hutan, suasana langsung berubah menjadi sejuk dan damai. Ini perjalanan yang sangat menyenangkan, meskipun beberapa kali perahu harus melewati arus deras dan bebatuan,” terang Yulham, warga Aceh yang pernah menyusuri sungai ini.
Foto: Agusen, Desa Wisata Nan Indah di Kaki Leuser
Bagi Yulham, perjalanan tersebut sangat berharga, karena sungainya besar, arusnya deras, dan di kiri-kanan hutannya lebat, alami.
“Jika hutan di sekitar Sungai Alas-Singkil terjaga, ini bisa menjadi objek wisata yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Nantinya akan banyak wisatawan berkunjung,” ujarnya.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan [KPH] Wilayah VI Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Aceh, Irwandi, saat peresmian pos pengamanan hutan di pinggir Sungai Alas Singkil, pada Kamis [08/4/2021] mengatakan, KPH Wilayah VI berupaya sekuat tenaga menjaga hutan di pinggir Sungai Alas-Singkil tidak rusak.
“Pos berfungsi mencegah kegiatan ilegal kehutanan di hutan lindung yang berbatasan langsung dengan TNGL.”
Kegiatan ilegal yang terjadi tidak hanya perburuan satwa, pembalakan liar atau perambahan hutan untuk dijadikan kebun, tapi juga menangkap ikan menggunakan racun dan setrum.
Anwar, Kepala Desa Pasir Belo, Kecamatan Sultan Daulat mengatakan, Pasir Belo merupakan desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung Soraya hingga TNGL. Bahkan, hutan ini juga berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Utara.
“Kami memang berniat menjadikan keindahan alam di sekitar Sungai Alas-Singkili sebagai objek wisata. Saat ini, kami sedang mempersiapkan masyarakatnya,” jelasnya.