- Aksi pengeboman ikan di perairan Pulau Flores kian marak seperti yang terjadi di wilayah perairan Taman Nasional Komodo, baik di pantai utara maupun di wilayah Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka
- Masyarakat berharap agar aparat keamanan baik dari Polair Polda NTT, Lanal Maumere dan juga Dinas Kelautan dan Perikanan untuk rutin melakukan patroli dan menangkap pelaku yang terus saja beraktifitas tanpa takut
- Pelaku pengeboman ikan di perairan Taman Nasional Komodo dijerat dengan UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya dengan ancaman hukum pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar
- Aparat keamanan diminta mengusut hingga tuntas bukan saja pelaku pengeboman ikan namun pelaku yang pihak penyedia bahan baku bom ikan karena sangat membahayakan apabila bom tersebut dipakai untuk kepentingan lain
Ketenangan warga Desa Sikka, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, NTT kembali terusik. Pasalnya, selama dua hari ini sejak Selasa (20/4/2021) dan Rabu (21/4/2021) aksi pengeboman ikan di pantai selatan Pulau Flores kembali terjadi.
Warga hanya terdiam menyaksikan ulah pelaku dari pesisir pantai dan tidak berani melakukan perlawanan. Warga khawatir bakal dikejar maka pelaku akan melemparkan bom ke kapal nelayan yang mengejarnya.
Honorarius Quintus Ebang, warga Desa Sikka saat menghubungi Mongabay Indonesia, Selasa (21/4/2021) menyebutkan, kapal pengebom ikan tersebut bergerak dari wilayah barat di Kabupaten Ende.
Intus sapaannya mengatakan aksi pengeboman ikan memang tidak setiap hari dilakukan, namun selang beberapa lama ketika kondisi dirasa aman, pelaku melakukan aksinya kembali.
“Pelakunya tetap kapal yang sama. Mereka menggunakan satu kapal kayu dan sebuah sampan dalam melakukan aksinya. Kami sangat sayangkan kejadian ini dan sudah dilaporkan ke Polairud Polda NTT dan Lanal (Pangkalan TNI AL) Maumere,” ungkapnya.
baca : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan NTT Kembali Ditangkap. Kenapa Masih Terjadi?
Intus menyebutkan, para pelaku melakukan pengeboman ikam di wilayah pesisir pantai Desa Sikka. Dia sesalkan wilayah pesisir ini sering anak-anak muda melepas pukat untuk menangkap ikan dan udang.
Akibat pengeboman yang terus berlangsung, nelayan Desa Sikka dan sekitarnya sering kesulitan mencari ikan di wilayah pesisir menggunakan alat pancing tradisional maupun menggunakan pukat.
Selain itu sebutnya wilayah pesisir yang menjadi lokasi pengeboman terdapat banyak karang. Padahal karang berfungsi tempat hidup biota laut dan penahan ombak bila terjadi gelombang besar.
“Kalau aktifitas pengeboman ikan terus berlangsung, bisa-bisa karang sebagai penahan ombak akan hancur. Dampaknya kami yang menetap di pesisir pantai bisa terancam gelombang saat musim angin kencang dan gelombang besar,” ungkapnya.
Intus mendesak agar pihak Polairud Polda NTT, Lanal Maumere dan juga Dinas Kelautan dan Perikanan rutin melakukan patroli di perairan pantai selatan Flores. Bila perlu desaknya, tangkap dan hukum berat pelakunya seperti yang sering terjadi di pantai utara Flores.
baca juga : Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak?
Pelaku Lainnya Kabur
Beberapa hari sebelumnya, Balai Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Jabalnusra menangkap 5 pelaku pengeboman ikan di Laut Flores. Kepala Balai Gakkum KLHK Jabalnusra, Muhammad Nur, dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia menjelaskan, pelaku ditangkap Sabtu (10/4/2021).
Nur katakan selain menahan 5 orang pelaku pengeboman ikan, pihaknya juga menyita perlengkapan penangkapan ikan yang merusak, di kawasan Taman Nasional Komodo, Selat Laju Pamale, Desa Komodo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat.
Nur menjelaskan kelima pelaku penangkapan ikan yang merusak adalah Ed (27), Re (15), Ya (16), In (28) dan Ya (31). Tim telah menyerahkan pelaku dan barang bukti ke penyidik Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra, Minggu (11/4/2021).
Saat ini penyidik masih memeriksa pelaku di atas kapal patroli Ditjen Gakkum KLHK, Badak Laut 1, di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
“Cara penangkapan ikan yang merusak sampai saat ini belum bisa dihentikan. Pencegahan terus diupayakan seperti sosialisasi ke masyarakat dan patroli mengamankan wilayah Taman Nasional Komodo,” ungkapnya.
Nur menyebutkan barang bukti yang berhasil disita antara lain satu buah perahu motor warna abu-abu dengan kapasitas mesin 28 PK, 26 botol bom ikan yang siap digunakan serta 19 detonator yang belum dirakit, 300 kg ikan berbagai jenis dan berbagai barang bukti lainnya.
perlu dibaca : Kembali Ditangkap, Nelayan Pengebom Ikan di Flores Timur
Pelaku bakal dijerat dengan Undang-Undang No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, junto KUHP dengan ancaman hukum pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
“Penangkapan ikan yang merusak ekosistem di Taman Nasional Komodo akan terus diproses agar ada efek jera. Kami akan terus mengusut dan mencari pelaku intelektualnya, baik yang mendanai maupun yang mensuplai bahan-bahan pembuatan bom ikan. Intinya, kami tidak berhenti hanya menyidik pelaku lapangan,” kata Sulityo Iriono, Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Ditjen Gakkum, KLHK.
Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK) Lukita Awang seperti dikutip dari Kompas.com menyebutkan penangkapan dilakukan setelah tim gabungan dari Balai TNK, Balai Gakum LHK Pos Labuan Bajo, dan Polres Manggarai Barat, menggelar patroli di Perairan Pulau Komodo.
Lukita katakan tim patroli gabungan berhasil menangkap pelaku yang sedang beraksi di Perairan Loh Srikaya Pulau Komodo pada Sabtu (10/4/2021) sekitar pukul 17.00 WITA.
Ia menjelaskan tim patroli menemukan empat kapal yang sedang mengumpulkan ikan hasil pengeboman. Para pelaku hendak melarikan diri ketika melihat keberadaan tim patroli gabungan sehingga dilakukan pengejaran.
“Tim berhasil menangkap satu kapal berisi lima pelaku asal dari Bajo Pulau, Kecamatan Sape, NTB. Tiga kapal lainnya berhasil melarikan diri,” ungkapnya.
baca juga : Polda NTT Tangkap Pemasok Bahan Bom dan Pelaku Pengeboman Ikan, Bagaimana Selanjutnya?
Koordinator Pos Gakkum KLHK, Ambrosius Daija dalam konferensi pers Senin (12/4/2021) menjelaskan 3 pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka berinisial Ed, In dan Ya.
Sementara 2 pelaku lainnya yakni Re dan Ra tambah Ambrosius, akan diproses secara terpisah. Hal ini dilakukan mengingat kedua tersangka ini masuk kategori di bawah umur.
Buru Pemasok Bom
Aksi pengeboman ikan di perairan Pulau Flores hingga Laut Sawu di sebelah selatan Pulau Solor pun kian marak. Ketua Pokmaswas Jalur Gaza, Wilhelmus Wokadewa Melur saat berbincang bersama Mongabay Indonesia di pondoknya, Selasa (30/3/2021) menjelaskan aksi pelaku.
Mus saapannya mengakui, perairan selatan Pulau Solor kerap menjadi sasaran pengeboman ikan. Pelaku sebut dia,bergerak dari wilayah timur Pulau Solor menggunakan satu bahkan dua kapal.
“Biasanya pelaku membawa serta sampan dalam aksinya. Pelaku menyelam atau meneropong keberadaan ikan dari atas sampan lalu memberitahukannya kepada temannya di kapal untuk melakukan pengeboman bila ikan di dasar laut banyak,” ungkapnya.
Mus mengaku tidak bisa melihat secara detail kapal pelaku karena tidak memiliki alat teropong atau kamera jarak jauh untuk mengabadikannya. Dirinya pun meminta patroli laut rutin dilakukan dan pelaku dihukum berat.
Direktur Wahana Tani Mandiri, Carolus Winfridus Keupung mendesak agar pelaku pengeboman ikan dihukum berat minimal 5 tahun agar ada efek jera. Win sapaannya mendesak agar pemasok bahan baku juga ditangkap.
Menurut Win selama ini aksi pengeboman ikan terus terjadi karena aparat keamanan tidak berhasil menangkap pemasok bahan baku bom ikan. Untuk itu, ia meminta agar rantai pasok bahan baku bom harus diputus.
“Jangan hanya berhenti kepada para pelaku saja. Bila perlu ditelusuri darimana bahan baku diperoleh dan tangkap pemasoknya dan jatuhkan hukuman yang lebih berat. Bila perlu (dihukum) seumur hidup karena bom ini kalau dipergunakan untuk keperluan lain bisa berbahaya,” ucapnya.
baca juga : Dua Pelaku Bom Ikan di Flotim Kembali Divonis Setahun Penjara. Kenapa Hukumannya Ringan?
Sedangkan Yohanes Don Bosco R. Minggo, Ketua Prodi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikananan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere menyesalkan aktifitas destructive fishing yang terus berulang.
Rikson sesalkan proses pendampingan dan edukasi tidak berjalan. Ia menyebut, Dinas Kelautan dan Perikanan tidak memiliki anggaran karena kewenangan wilayah laut sudah beralih ke provinsi.
Menurutnya, secara kolektif memang pengawasan selain menjadi tugas DKP, juga merupakan tugas PSDKP, Polair, TNI AL termasuk Bea Cukai yang mengawasi masuknya bahan baku pembuatan bahan peledak.
“Berjalan tidak pengawasan ini? Kalau masih ada pasokan bahan baku peledak dari luar maka pengawasannya tidak benar. Oknum penegak hukum di Sikka saja menjual barang bukti pupuk yang dipergunakan dalam pengeboman ikan,” sesalnya.