- Mengelola wilayah laut Indonesia yang luas bukanlah menjadi tugas yang mudah bagi Pemerintah Indonesia. Meski sudah memiliki armada kapal laut yang dibutuhkan dengan personel yang terlatih, namun itu dinilai masih belum cukup kuat untuk bisa mengelola dengan baik
- Salah satu cara untuk bisa mewujudkan pengelolaan yang baik di wilayah laut Nusantara, adalah dengan melakukan pertukaran data dan informasi yang ada di setiap kementerian dan lembaga (K/L) yang berkaitan langsung
- Proses pertukaran data dan informasi dilakukan menggunakan teknologi terkini yang disebut API Gateway atau pintu gerbang antar muka pemrograman aplikasi. API adalah penerjamah komunikasi antara klien dengan server utuk menyederhanakan implementasi dan perbaikan perangkat lunak
- Selain teknologi, kehadiran petugas pemantau di atas kapal (observer on board) juga menjadi penting untuk bisa menghadirkan data dan informasi yang akurat dan berkualitas. Peran tersebut terutama untuk mengelola data tangkapan ikan pada subsektor perikanan tangkap
Wilayah perairan laut milik Indonesia adalah salah satu yang terluas di dunia saat ini. Bahkan, garis pantai yang ada di seluruh Nusantara, sejak lama sudah ditasbihkan oleh dunia sebagai yang terpanjang kedua setelah Kanada. Fakta tersebut menegaskan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas.
Untuk bisa menjaga wilayah laut dengan sangat baik, tidak hanya diperlukan personel yang banyak dan kuat, namun juga teknologi terkini yang bisa mendukung kinerja para personel dan armada kapal yang sedang melakukan pengawasan.
Selain itu, diperlukan juga data yang akurat untuk bisa melaksanakan pengawasan dan sekaligus penegakan hukum di wilayah laut. Hal itu, agar proses pengawasan bisa tetap ada dalam pantauan yang baik oleh tim penegak hukum yang mencakup lintas kementerian dan lembaga (K/L).
Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Helyus Komar mengatakan, untuk bisa melaksanakan penegakan hukum di laut, diperlukan pertukaran data dan informasi yang cepat dan tepat.
“Kita perlu melaksanakan inisiasi percepatan mekanisme pertukaran data dan informasi,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.
baca : Peran Penting Penjaga Ketertiban dan Pengamanan Laut

Adapun, proses pertukaran yang dinilai cepat dan tepat, adalah melalui pintu gerbang antar muka pemrograman aplikasi (API Gateway). API sendiri tidak lain adalah penerjamah komunikasi antara klien dengan server utuk menyederhanakan implementasi dan perbaikan perangkat lunak (software).
Dengan kata lain, bisa diartikan kalau API adalah sekumpulan perintah, fungsi, dan juga protokol yang bisa digunakan oleh pemrogram saat membangun perangkat lunak untuk sistem operasi tertentu. Dengan segala kemudahan tersebut, API dinilai pas untuk proses pertukaran data.
Menurut Helyus Komar, pertukaran data dan informasi melalui API Gateway bisa dilakukan untuk mempermudah sistem yang ada pada masing-masing K/L. Selain itu, juga untuk mempermudah proses identifikasi sistem yang terdapat di masing-masing K/L.
Adapun K/L yang terlibat dalam pertukaran data dan informasi untuk kebutuhan penegakan hukum di laut, di antaranya adalah Kemko Marves, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kepolisian RI (Polri), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Badan Keamanan Laut (Bakamla), dan Lembaga Penerbangan dan Antarariksa Nasional (LAPAN).
“Kita sudah buat nota Kesepakatan Bersama yang berisi data-data yang diperlukan untuk bisa dibagikan. Yang ingin kami tegaskan, data-data yang sudah disepakati itu harus yakin dipastikan bisa diakses,” jelas dia.
baca juga : Pembaruan Regulasi Jamin Keberlanjutan Ekosistem Laut dan Pesisir?

Pertukaran Data
Tentang API Gateway, Helyus Komar mengungkapkan bahwa itu berguna untuk untuk mengatur lintas koneksi antar instansi yang bertukar data supaya tidak berantakan. Untuk itu, diperlukan ahli-ahli yang fokus pada teknologi informasi dari masing-masing K/L.
“Mereka ini selanjutnya bisa bertemu membahas teknis integrasi yang bagus dengan menggunakan API Gateway. Ke depannya, semoga sudah bisa memiliki mekanisme yang lebih jelas terkait implementasi pertukaran data dan informasi dengan menggunakan API Gateway ini,” pungkas dia.
Selain pertukaran data dan informasi untuk penegakan hukum di laut, upaya penegakan hukum juga dilakukan dengan melaksanakan penataan sistem pemberitahuan impor sementara kapal wisata asing atau vessel declaration system (VDS) untuk kapal wisata yacht.
Penataan sistem tersebut, bertujuan agar informasi tentang kapal wisata asing yang masuk dan keluar Indonesia bisa dipantau dengan baik dan detail. Dari situ, diharapkan data yang didapat bisa membantu K/L untk membuaut sebuah kebijakan pada sektor terkait.
Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Marves untuk Bidang Hukum Laut Okto Irianto pada kesempatan berbeda mengatakan, kerja sama antar K/L untuk membangun aplikasi akses data VDS saat ini terus dimatangkan.
Kerja sama tersebut penting untuk dibangun, karena bermanfaat untuk melaksanakan pendataan kapal wisata asing seperti yacht yang masuk dan keluar Indonesia. Untuk sekarang, pengembangan yang dilakukan adalah bagaimana agar sistem tersebut bisa diakses oleh K/L terkait.
perlu dibaca : Penelitian: Tangkapan Sampingan Nelayan Gorontalo Berbahaya bagi Populasi Megafauna Laut

Diketahui, pengelolaan VDS selama ini dikelola oleh Kementerian Keuangan RI dan kemudian diambil alih oleh Kementerian Luar Negeri RI. Tetapi, Kemudian Kemenkeu kembali mengambilalih pengelolaan tersebut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sistem pengelolaan aplikasi data VDS sendiri diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 105 Tahun 2015 tentang Kunjungan Kapal Wisata (Yacht) Asing ke Indonesia. Sistem tersebut dibangun untuk memberi kemudahan kapal wisata asing seperti yacht yang ingin berkunjung ke Indonesia untuk berwisata.
Direktur Teknis Kepabeanan Chairul menjelaskan bahwa VDS ini bisa diberikan aksesnya kepada pihak di luar Kemenkeu dengan memberikan akses dilakukan melalui penggunaan nama pengguna dan kata kunci.
“Kemudian yang bisa diakses berupa informasi kapal, karang, rute, dan hal lain yang disebutkan,” terang dia.
Berkaitan dengan data di atas kapal, KKP juga saat ini tengah membenahi akurasi dan kualitas data subsektor perikanan tangkap. Pembenahan dilakukan untuk mewujudkan tata kelola perikanan tangkap yang bertanggung jawab, legal, terlaporkan, dan sesuai ketentuan yang berlaku.
baca : Tak Hanya Darat, Kejahatan juga Berpusat di Laut

Petugas Pemantau
Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Trian Yunanda mengatakan, salah satu upaya yang sedang dilakukan KKP untuk meningkatkan akurasi data dan kualitas data adalah dengan memberdayakan dengan optimal peran petugas pemantau di atas kapal perikanan (observer on board).
“Mereka bertugas untuk melaksanakan pengamatan, pengukuran, pencatatan, dan melaporkan kegiatan penangkapan di atas kapal perikanan,” jelas dia.
Menurut Trian Yunanda, tugas mereka sangat strategis karena berperan untuk menyediakan data yang akurat, rinci, dan dalam. Hasil tersebut tidak bisa didapat dari pendataan lain seperti logbook penangkapan ikan, dan juga satu data.
“Misalnya, panjang dan berat ikan, tingkat kematangan gonad (kematangan seksual ikan), daerah penangkapan ikan yang valid, penggunaan alat penangkapan, dan alat bantu penangkapan ikan secara spesifik,” tambah dia.
Profesi observer on board sendiri berperan dalam pendataan dan pencatatan hasil tangkapan sampingan (bycatch), hasil tangkapan yang terkait secara ekologi (ecologically related species/ERS), dan kelompok ikan dilindungi, serta terancam punah (endangered, threatened and protected/ETP) seperti Penyu, burung laut, Hiu dan mamalia laut.
Dengan peran yang diberikan mereka, data yang akurat dan berkualitas tentang ikan yang tertangkap akan bisa hadir, dan itu juga akan sangat membantu nelayan yang biasa beroperasi di perairan sekitar bisa melakukan mitigasi terhadap spesies ikan tersebut.
Selain bagi nelayan, data yang sudah dikumpulkan tersebut akan sangat membantu KKP untuk merumuskan sebuah kebijakan yang berkaitan dengan aktivitas menangkap ikan. Misalnya saja, kebijakan tentang pengaturan alat penangkapan ikan (API), dan alat bantu penangkapan ikan.
“Juga, kebijakan buka-tutup musim penangkapan ikan, perbaikan sistem alokasi sumber daya ikan, dan perizinan usaha penangkapan ikan di Indonesia,” tutur dia.
baca juga : Cara Membangun Benteng Perlindungan untuk Laut Nusantara

Tak hanya berlaku bagi pemanfaatan di dalam negeri, data yang dikumpulkan oleh para petugas pemantau di atas kapal tersebut juga sangat bermanfaat untuk digunakan Indonesia sebagai anggota pada organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries Management Organizations/RFMO).
Dalam aspek kepatuhan, RFMO mensyaratkan pemantauan di atas kapal dilakukan terhadap kegiatan penangkapan dan alih muatan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dan Laut Lepas.
Dengan kekuatan data yang dimiliki, delegasi Indonesia pada RFMO akan sangat terbantu karena memiliki data yang valid dan akurat untuk melakukan negosiasi kuota penangkapan Tuna. Dengan cara tersebut, diharapkan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan bertanggung jawab bisa terwujud.