- Sindikat pembunuh gajah sumatera tanpa kepala di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, ditangkap pihak Kepolisian Resor Aceh Timur.
- Lima pelaku yang terlibat pembunuhan sadis itu diamankan bertahap sepanjang Agustus ini. Penangkapan dilakukan terpisah, berdasarkan pengembangan keterangan tersangka pertama, yang merupakan eksekutor.
- Mereka adalah JN alias DG [35] sebagai pemburu dan pembunuh gajah, lalu EM [41], SN [33], JZ [50], dan RA [46] yang bertugas menjual bagian tubuh satwa liar dilindungi ini.
- Para pelaku dijerat Pasal 21 ayat [2] huruf a dan Pasal 40 ayat [2] Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 KUHPidana.
Setelah buron satu bulan, sindikat pembunuh gajah sumatera tanpa kepala di Desa Jambo Reuhat, Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, ditangkap pihak Kepolisian Resor Aceh Timur. Gajah liar umur 12 tahun ini ditemukan di lahan sawit PT. Bumi Flora, pada Senin [12/7/2021].
Kapolres Aceh Timur, AKBP Eko Widiantoro, dalam konferensi pers, Kamis [19/08/ 2021] mengatakan, lima pelaku yang terlibat pembunuhan sadis itu diamankan bertahap sepanjang Agustus ini.
Mereka adalah JN alias DG [35] sebagai pemburu dan pembunuh gajah, lalu EM [41], SN [33], JZ [50], dan RA [46] yang bertugas menjual bagian tubuh satwa liar dilindungi ini.
“Penangkapan dilakukan terpisah, berdasarkan pengembangan keterangan tersangka pertama, yang merupakan eksekutor,” ungkap Eko di Mapolres Aceh Timur.
Eko menjelaskan, JN bekerja sama dengan temannya yang saat ini berstatus daftar pencarian orang [DPO]. Berdasarkan pemeriksaan, pelaku membunuh gajah jantan itu dengan cara diracun. Setelah mati, kepala gajah dipotong dan dipindahkan ke tempat lain, sekitar 300 meter untuk memudahkan mengambil gading.
Setelah gading didapat lalu diserahkan ke seorang pembeli dari Kabupaten Pidie Jaya. Berikutnya, gading diberikan ke seorang perantara di Bogor, selanjutnya dibawa ke pengrajin yang berada di Jawa Barat.
“Saat penggeladahan di rumah pengrajin, didapati gading telah dipotong untuk dijadikan suvenir seperti pipa rokok dan benda hiasan lain,” ungkapnya.
JN diketahui telah membunuh lima individu gajah, dijual kepada orang yang sama. Sementara penampung dari Kabupaten Pidie Jaya ini tidak hanya menerima gading, tapi juga awetan satwa liar dilindungi lain.
“Para pelaku dijerat Pasal 21 ayat [2] huruf a dan Pasal 40 ayat [2] Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Jo Pasal 55 KUHPidana,” ujar Kapolres Aceh Timur.
Terkait kasus ini, Eko memaparkan, pihak kepolisian belum menemukan adanya dukungan pemodal serta keterlibatan mafia asing. “Kami belum menemukan bukti ke arah sana.”
Baca: Mengenaskan! Gajah Sumatera Ditemukan Mati Tanpa Kepala di Aceh Timur
Manager Program Lembaga Suar Galang Keadilan [LSGK], Missi Muizzan, mengapresiasi Polres Aceh Timur yang berhasil mengungkap kasus sadis ini. “Mengingat Indonesia negara hukum, pengelolaan konservasi sumber daya alam hayati beserta ekosistemnya perlu diberi dasar hukum yang jelas dan tegas.”
Diharapkan, pihak kepolisian dapat mengembangkan kasus ini sehingga diketahui jaringan yang lebih luas. Untuk para pelaku sudah selayaknya dihukum berat agar memberikan efek jera.
“Paling penting adalah penegakan hukum memberi pelajaran pada kita semua untuk tidak membunuh satwa yang dilindungi negara,” tuturnya.
Baca juga: Menanti Terungkapnya Kasus Gajah Mati Tanpa Kepala di Aceh Timur
Kasus kematian gajah
Kepala Balai Gakkum Wilayah Aceh Direktorat Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Subhan, saat menjadi pemateri webinar yang diselenggarakan Forum Jurnalis Lingkungan [FJL] dan HAkA], pada 12 Agustus 2021 mengatakan, kematian gajah di Aceh cukup tinggi.
“Data yang kami dapat dari BKSDA Aceh, tahun 2020 ada 16 individu mati dan dari Januari – Agustus 2021 ditemukan tujuh individu mati. Aceh Timur merupakan daerah yang paling banyak ditemukan gajah mati.”
Dia memaparkan, perlu upaya hebat untuk upaya penyelamatan gajah sumatera di Aceh. Penyebab utamanya perburuan liar. “Semua pihak harus duduk bersama, penegakan hukum hanya satu instrumen menghentikan kegiatan ilegal.”
Subhan memberikan perhatian pada wilayah konsesi atau areal penggunaan lain yang banyak ditemukan gajah mati. Wilayah yang merupakan habitat gajah. Untuk itu kajian lebih dalam harus dilakukan dan tata ruang dilihat kembali.
“Saya juga memberi masukan agar Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/1375/2020 tentang Gakkumdu Pencegahan dan Pemberantasan Pengurusakan Hutan dan Pengendalian Peredaran Satwa Liar Dilindungi di Aceh, diaktifkan kembali dan diimplementasikan di lapangan.”
Terhadap aktor intelektual yang terlibat kejahatan perburuan dan perdagangan satwa liar di Aceh, harus terungkap.
“Ini adalah tugas Gakkum dan kami akan bersinergi dengan Polda Aceh. Tingginya kematian gajah di Aceh belakangan ini, satu penyebabnya adalah sang aktor intelektual belum tertangkap,” paparnya.