- Direktorat Polairud Polda NTT kembali melakukan penangkapan terhadap seorang nelayan yang sedang beraksi menggunakan bom ikan di perairan pantai utara Flores tepatnya di Desa Kolisia, Kecamatan Magepanda, wilayah barat Kabupaten Sikka
- Pol Airud Polda NTT selama Januari hingga Agustus 2021 tercatat telah melakukan 3 kali penangkapan terhadap pelaku yang beroperasi di perairan pantai utara Flores dan perairan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Maumere
- Dosen Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengharapkan perubahan pola perilaku pelaku pengeboman dengan adanya kebijakan pemerintah yang “memerdekakan” dari penyebab utama aktivitas destructive fishing
- Pemerintah diminta melakukan pendataan para pelaku usaha atau pedagang yang memperjualbelikan potassium sianida di seluruh wilayah NTT serta memperkuat peran Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) dalam mengawasi ekosistem laut
Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali melakukan penangkapan terhadap pelaku pengeboman ikan di perairan pantai utara Flores, Sabtu (21/8/2021). Penangkapan pelaku berkat informasi dari masyarakat mengenai aktifitas pelaku dalam menangkap ikan.
Direktur Polairud Polda NTT Kombes Pol. Nyoman Budiarja melalui Kabag Binposnal Polairud Polda NTT, Kompol. Thobias Tamonob di Maumere menjelaskan kronologi penangkapan.
Thobias menyebutkan, Jumat (20/8/2021), tim patroli kapal KP.P.SUKUR XXII-3007 sedang melaksanakan patroli di sekitar perairan Teluk Maumere. Tim memperoleh informasi dari masyarakat nelayan mengenai adanya aktifitas pengeboman ikan di sekitar Taka atau atol Karo’o.
Thobias menyebutkan, tim pun melakukan patroli dan melakukan pemantauan di sekitar lokasi kejadian. Menggunakan alat bantu teropong tim mengamati dua buah perahu yang sedang beraktifitas di sekitar atol tersebut.
“Terlihat satu unit perahu motor yang diawaki seorang nelayan sedang melakukan aktifitas mencurigakan dan satu unit perahu lainnya yang juga digunakan seorang lainnya berlabuh tidak jauh dari perahu pertama,” ungkapnya.
Hasil pengamatan terlihat seorang nelayan yang berada di perahu motor berwarna merah putih sedang berdiri dan melemparkan bom ikan ke laut, kemudian terdengar suara ledakan disertai semburan air laut di sekitar perahu motor tersebut. Tak lama berselang terdengar bunyi mesin kompresor di atas perahu berwarna merah putih tersebut.
baca : Pelaku Pengeboman Ikan Kembali Ditangkap di Perairan Flores Timur. Kenapa Pelaku Terus Beraksi?
Thobia sebutkan, nelayan yang berada di atas perahu tersebut pun terlihat terjun ke laut. Diduga dirinya mengambil ikan yang mati akibat terkena ledakan bom ikan.
Komandan KP.Pulau Sukur Bripka I Putu Sulatra pun bergegas menghubungi rekannya yang sedang patroli rutin di sekitar perairan Wolomarang, Kecamatan Alok Barat.
Tim kapal patroli pun bergegas ke lokasi pengeboman di wilayah barat Kabupaten Sikka dan mengejar pelaku. Dari hasil pemeriksaan, pelaku mengakui melakukan aktifitas pengeboman ikan.
“Tim patroli memeriksa dan mengamankan sebuah unit perahu motor warna merah putih yang diawaki oleh Andre Ba’du yang diduga melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan bom ikan,” ujarnya.
Thobias menambahkan, tim patroli pun mengamankan berbagai barang bukti yang disita dari tangan pelaku, seperti satu unit perahu motor warna merah putih, satu unit mesin kompresor, termasuk ikan hasil pengeboman. Ia sebutkan, nelayan yang ditangkap beralamat di Waturia, Desa Kolisia, Kabupaten Sikka.
“Terduga pelaku dan barang bukti telah diserahkan ke penyidik Dit Polairud Polda NTT untuk diproses sesuai aturan yang berlaku,” ungkapnya.
Pelaku bakal dijerat dengan pasal 84 ayat (1) junto pasal 8 ayat (1) UU No.31/2004 tentang Perikanan ditambah dengan UU No.45/2009 tentang perubahan atas UU No.31/2004, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda materiil maksimal Rp.2 miliar.
baca juga : Pengeboman Ikan Terus Terjadi di Flores. Perlukah Pengawasan Diperketat?
Lihat Penyebab Utama
Lektor Kepala bidang keahlian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Chaterina Agusta Paulus, M.Si kepada Mongabay Indonesia, Selasa (24/8/2021) menyesalkan masih adanya aksi pengeboman ikan.
Chaterina mengatakan kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak (destructive fishing) seperti penggunaan bom dapat menyebabkan kerugian yang besar terutama terhadap kelestarian ekosistem laut yang ada.
Ia mencontohkan terjadinya kerusakan terumbu karang, hilangnya spesies atau kelompok spesies yang berdampak ganda pada tingkat trofik (posisi makan memakan di rantai makanan seperti produsen primer, herbivora, karnivora primer dan sebagainya).
“Pada akhirnya eksploitasi terhadap ikan, invertebrata dan alga yang secara langsung berdampak pada rantai makanan di laut,” ucapnya.
Saat ditanyai terkait hukuman pelaku yang rata rata di bawah 2 tahun apakah ini bisa membuat efek jera, Chaterina mengatakan belum ada data maupun penelitian terkait hubungan antar kedua faktor ini.
perlu dibaca : Penjual Detonator Bom Ditangkap di Flores Timur. Kenapa Pengeboman Ikan Masih Marak?
Dia menyarankan untuk mencermati penyebab utama terus berulangnya aktivitas destructive fishing ini sehingga nantinya dapat memberikan solusi dan mengubah pola perilaku masyarakat (nelayan).
“Diharapkan perubahan pola perilaku pelaku pengeboman dapat berubah dengan adanya kebijakan pemerintah yang ‘memerdekakan’ dari penyebab utama aktivitas destructive fishing,” sebutnya.
Chaterine menyebutkan pelaku pengemboman ikan baru bisa dijerat UU No.31/2004 tentang Perikanan (Pasal 84) dan UU No.45/2009 tentang perubahan atas UU No.31/2004.
“Jika ditanya undang-undang lain, selain Undang-Undang Perikanan belum ada yang secara eksplisit mengatur ketentuan pidana bagi pelaku aktivitas destructive fishing di Indonesia,” jelasnya.
Penguatan Pokmaswas
Chaterina menyebutkan, alasan utama nelayan menggunakan bom atau bahan beracun dalam kegiatan penangkapan ikan adalah untuk meningkatkan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan keluarga.
Menurutnya, faktor utama yang mempengaruhi nelayan menggunakan bom atau bahan beracun adalah pengalaman merakit dan menggunakan bom atau bahan beracun serta mudahnya memperoleh bahan pembuatan bom ikan.
Dia menyarankan, dalam faktor peningkatan pendapatan, pemerintah bersama akademisi perlu mendorong adanya mata pencaharian alternatif.
Ia menyebutkan tidak hanya sektor perikanan tangkap namun sektor pendukung lainnya sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki masing-masing daerah yang bernilai ekonomis tinggi.
baca juga : Pelaku Pengeboman Ikan di Perairan Teluk Maumere Kembali Ditangkap. Kenapa Terus Berulang?
Selain itu, Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan Undana Kupang ini berpesan agar apa yang dilakukan harus sesuai dengan ketrampilan maupun pengetahuan atau kebiasaan masyarakat.
Untuk faktor mudahnya akses terhadap bahan baku bahan peledak atau bahan beracun, dirinya meminta perlu adanya pendataan para pelaku usaha atau pedagang yang memperjualbelikan potassium sianida di seluruh wilayah NTT.
“Dengan adanya data para pelaku usaha atau penjual potassium sianida, dapat mempermudah aparat yang berwenang untuk pengawasan dan sosialisasi mengenai penyalahgunaan bahan beracun tersebut untuk kegiatan penangkapan ikan,” ucapnya.
Chaterina juga menyarankan penguatan Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas), informasi pelapor pada laporan kasus dan atau kejadian destructive fishing maupun data mengenai kelompok masyarakat yang berpotensi untuk terlibat dalam melakukan pengawasan dari instansi terkait.
Selain itu pintanya, untuk faktor pendidikan, pemerintah perlu mendorong adanya pendidikan dan penyadaran tentang lingkungan.
Ia katakan perlu dilakukan melalui seminar, lokakarya, workshop, bahkan studi banding bagi nelayan bahkan pelaku destructive fishing yang merusak lingkungan.
“Pelaku destructive fishing memiliki tingkat pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan tentang pentingnya ekosistem terumbu karang terbatas,” pungkasnya.
***
Keterangan foto utama : Ilustrasi. Pelaku penangkapan ikan menggunakan bahan peledak di kawasan perairan TWAL Teluk Maumere sedang dibawa menggunakan perahunya menuju Pelabuhan Laurens Say Maumere, NTT, pada Maret 2021. Foto : Polair Polda NTT