- Sejak 2015, Papua Barat sudah memproklamirkan diri menjadi provinsi konservasi di Indonesia. Komitmen tersebut kemudian dibuktikan dalam berbagai upaya dan program kerja yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat
- Di antara upaya yang dilakukan, adalah bagaimana penetapan kawasan konservasi perairan di provinsi kepala burung tersebut bisa dilakukan dengan cepat. Dalam prosesnya, masyarakat akan dilibatkan selama proses inisiasi dan pengelolaan setelah penetapan
- Sampai sekarang, luas kawasan konservasi perairan yang ada di Papua Barat sudah mencapai luas total 4,53 juta hektare, terdiri dari 2,94 juta ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan 1,46 juta ha ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
- Sedangkan sebanyak tiga persen atau seluas 135 ribu ha sudah dicadangkan oleh Gubernur Papua Barat dan masih menunggu penetapan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Perairan tersebut tidak lain adalah Maksegara yang mencakup sebagian perairan di Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw
Provinsi Papua Barat menyadari kekayaan alamnya yang tidak dimiliki oleh provinsi lain di Indonesia. Karenanya, sejak beberapa tahun terakhir, berbagai upaya terus dilakukan oleh provinsi tersebut, agar pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan bisa dilakukan dengan hati-hati untuk kelestarian.
Puncaknya, pada 19 Oktober 2015, provinsi tersebut menasbihkan diri menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang fokus melaksanakan kegiatan konservasi dengan menggandeng kelompok lokal independen untuk melaksanakan kegiatan konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung (BLKB).
Enam tahun kemudian, penguatan status provinsi konservasi tak henti dilakukan oleh Papua Barat. Bahkan, dukungan sudah datang dari Pemerintah Indonesia yang juga menginginkan pengelolaan laut dilakukan dengan memperhatikan aspek kelestarian sumber daya kelautan dan perikanna.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Pamuji Lestari mengatakan, penguatan kawasan konservasi di Papua Barat akan terus dilakukan dengan berbagai upaya, termasuk dengan menambah luasan kawasan.
Salah satu upaya yang sedang dilaksanakan sekarang, adalah mendorong penetapan calon kawasan konservasi perairan Maksegara di pesisir utara Papua Barat. Upaya tersebut dilakukan, agar provinsi tersebut bisa semakin fokus untuk melaksanakan konservasi.
“Langkah ini guna mendukung Provinsi Papua Barat sebagai provinsi konservasi dalam menjaga keberlanjutan kekayaan dan potensi kelautan dan perikanan,” jelas dia di Jakarta, pekan ini.
baca : ICBE 2018: Semangat Papua Barat Sebagai Provinsi Konservasi
Dengan melaksanakan konservasi, maka kebijakan untuk mengelola ruang laut bisa semakin mudah dilakukan. Itu juga menjadi kebijakan KKP dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi.
Bersamaan dengan itu, pada 18 Agustus 2021 lalu dilaksanakan pencanangan Distrik Makbon di Kabupaten Sorong menjadi distrik konservasi. Pencanangan tersebut sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Papua Barat No.13/2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Sesuai Perda tersebut, ada amanah yang harus ditunaikan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat untuk mengalokasikan ruang laut dalam bentuk kawasan konservasi perairan. Hal itu, karena fungsi dari kawasan konservasi sangat spesifik dan bermanfaat banyak.
“Di mana kawasan konservasi merupakan kawasan yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan,” jelas dia.
Dengan adanya kawasan konservasi, maka Pemprov Papua Barat akan semakin kuat untuk meyakinkan masyarakat bahwa upaya tersebut akan memberi dampak positif di masa yang akan datang. Terlebih, karena kawasan konservasi perairan menjadi upaya untuk nyata untuk mewujudkan tercapainya sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Menurut Pamuji Lestari, penetapan kawasan konservasi yang dilakukan di Papua Barat, menjadi bagian dari upaya pengelolaan kawasan perairan laut dengan menggunakan prinsip ekonomi biru yang dinilai bisa menyeimbangkan antara kelestarian ekosistem dan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, walau Pemerintah telah bekerja keras untuk mengelola wilayah perairan dengan berbagai cara, namun itu dinilai masih belum cukup. Kata dia, masyarakat harus bisa melibatkan diri dalam pengelolaan tersebut, terutama di kawasan konservasi, karena akan mempermudah prosesnya.
Peran yang harus diemban oleh seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya tersebut, akan bisa mempercepat penetapan dan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Dalam praktiknya, pengelolaan memerlukan sinergi khusus antar semua pemangku kepentingan.
“Khususnya dalam penyusunan dokumen rencana zonasi, penguatan kapasitas sumber daya manusia, dan penyadartahuan masyarakat,” pungkas dia.
baca juga : Ini Tantangan Pelestarian Biodiversitas di Laut Maluku Setelah Penetapan Kawasan Konservasi
Pencadangan
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP Andi Rusandi pada kesempatan yang sama mengatakan, kawasan konservasi yang telah ditetapkan di Papua Barat hingga sekarang sudah mencapai total luas 4,53 juta hektare.
Dari luas tersebut, sebanyak 65 persen atau seluas 2,94 juta ha adalah kawasan yang ditetapkan oleh KKP. Sementara, 32 persen atau seluas 1,46 juta ha adalah kawasan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Sementara, sebanyak tiga persen atau seluas 135 ribu ha sudah dicadangkan oleh Gubernur Papua Barat dan masih menunggu penetapan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan,” tambah dia.
Untuk mencapai target luasan kawasan konservasi yang dikelola oleh KKP dan ditargetkan bisa mencapai luas 23,40 juta ha pada 2024, Andi Rusandi menyebutkan bahwa strategi yang disiapkan saat ini adalah bagaimana perluasan kawasan konservasi bisa dilakukan dengan cepat.
Namun menurut dia, percepatan penetapan kawasan konservasi harus diimbangi oleh percepatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi, khususnya kawasan yang sudah ditetapkan oleh Menteri KP. Dengan demikian, kawasan tersebut memiliki manfat sebagai kawasan yang efektif.
Dia menambahkan bahwa dari hasil evaluasi pengelolaan kawasan konservasi, sebanyak 48 dari 51 kawasan konservasi daerah (KKD) atau sekitar 94 persen adalah yang sudah ditetapkan, namun statusnya masih dikelola minimum.
“KKD menemui kendala-kendala pengelolaan berupa minimnya alokasi sumber daya manusia pengelola, pendanaan, dan sarana dan prasarana, sehingga proses operasional KKD kurang berjalan dengan baik,” papar dia.
Meskipun belum maksimal, Andi mengatakan berbagai upaya penyelesaian kendala tersebut terus dilakukan, baik oleh KKP maupun Dinas. Di saat yang sama, KKP juga telah melakukan pengalokasian dana dekonsentrasi untuk penyusunan zonasi kawasan konservasi.
Selain itu, juga melakukan penyediaan menu Dana Alokasi Khusus (DAK) konservasi untuk melengkapi sarana dan prasarana kawasan konservasi yang telah ditetapkan, penyusunan norma standar prosedur dan kriteria pengelolaan kawasan konservasi, sertifikasi pengelola kawasan konservasi, kesepakatan kemitraan, dan jejaring kawasan konservasi.
perlu dibaca : Raja Ampat, Antara Kekayaan Laut dan Ancaman pada Ragam Hayati
Sedangkan Kepala Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (LPSPL) Sorong Santoso Budi Widiarto mengungkapkan bahwa pihaknya menyadari akan pentingnya melakukan pengelolaan yang tepat agar kelestarian ekosistem di perairan Papua Barat bisa terwujud.
Untuk itu, pihaknya mengajukan percepatan penetapan kawasan konservasi perairan Maksegara yang meliputi perairan di Distrik Makbon, Selemkai, Mega, dan Moraid yang berada di kawasan pesisir utara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw.
Dalam prosesnya, LPSL Sorong melakukan pendampingan secara teknis kepada Pemerintah Kabupaten Sorong dan Pemerintah Kabupaten Tambrauw untuk kepentingan penyusunan dokumen rencana zonasi. Dengan demikian, diharapkan proses yang dijalani bisa berjalan dengan baik.
Adapun, calon kawasan konsevasi perairan Maksegara adalah kawasan yang diinisiasi oleh LPSL Sorong sejak 2019. Kawasan tersebut luasnya mencapai total 135.300 ha dan statusnya sudah dicadangkan oleh Gubernur Papua Barat pada 2020.
Seperti kita tahu, Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan garis pantai membentang sepanjang 108.920 km. Sekitar 78 persen wilayah Indonesia atau seluas 6,4 juta km persegi adalah wilayah ditutupi oleh perairan dangkal di bagian Barat dan Timur.
baca juga : Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan Belum Maksimal
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan, Indonesia juga memiliki habitat laut yang paling beragam dan telah lama dianggap memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi.
Keunikan geografis wilayah laut Indonesia, memicu hadirnya kekayaan spesies laut yang didominasi tiga spesies, yaitu perudangan (krustasea), moluska, dan pisces. Sementara, dari sisi lingkungan laut, perairan Indonesia terbentuk menjadi perairan pantai dan lepas pantai.