- Seekor hiu paus (Rhincodon typus) yang merupakan ikan terbesar di dunia kembali terkena jaring nelayan di perairan Solor, Kabupaten Flores Timur,NTT. Hiu paus jantan dengan panjang sekitar 5 meter ini berhasil dilepaskan dengan selamat ke laut
- Hiu paus sering banyak terkena pukat hanyut nelayan di di perairan di selatan Flores sejak selat Lewotobi yang menghubungkan Pulau Solor dan Flores hingga selat Gonzalu di perairan Pulau Waibalun dan selatan Pulau Solor.Nelayan pun sudah mengetahui cara penanganannya
- Hiu paus masuk dalam Daftar Merah untuk Spesies Terancam oleh IUCN dengan status terancam punah (endangered). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui KEPMEN-KP No. 18 Tahun 2013 menetapkan hiu paus sebagai spesies yang dilindungi karena populasinya yang rendah dan masih sering diburu
- Mencegah hiu paus tidak terkena jaring dan mati dapat dilakukan melalui upaya pengelolaan yang berkelanjutan. Harus tersedia data dan informasi yang memadai tentang status populasi dan pola migrasi hiu paus dan bila sudah ada pemetaan pada lokasi-lokasi kemunculan hiu paus maka lokasi-lokasi ini dapat dihindari oleh nelayan gill net
Seekor hiu paus kembali terjaring pukat nelayan, Kamis (2/9/2021). Hiu paus terkena pukat hanyut milik Lorensius Laga Werang, nelayan asal Desa Watanhura 2, Kecamatan Solor Timur, Flores Timur, NTT di peraian Solor.
Data yang diperoleh dari Pokmaswas Flotim menyebutkan, ikan ini terjerat di pukat hanyut malam pada pukul 04.10 WITA. Hiu Paus jantan berukuran panjang sekitar 5 meter ini dilepas ke laut. Jaring dipotong agar hiu paus tidak terlilit.
“Tadi pagi ditemukan oleh nelayan saat hendak menarik pukat. Hiu pausnya sudah dilepaskan kembali ke laut dalam keadaan selamat,” sebut Edy Topan pegiat LSM di Solor Timur saat ditanyai Mongabay Indonesia, Kamis (2/9/2021).
Kabid Pengawasan Sumber Daya Perikanan dan Perizinan Usaha, Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur, Apolinardus Yosef Lia Demoor kepada Mongabay Indonesia, Kamis (2/9/2021) menjelaskan,hiu paus sering sekali tersangkut pukat hanyut yang dilepas malam hari. Wilayah yang sering terjaring yaitu perairan Pulau Tiga sampai di bagian barat Pulau Solor.
Hiu paus juga sering terkena jaring di perairan di Desa Nurabelen sampai Konga, Riangrita sampai Lewotobi, Kawalelo,selatan Pulau Solor dan perairan sekitar pulau Waibalun.
“Hiu paus sering banyak di perairan di selatan Flores tapi kalau di perairan pantai utara jarang sekali. Setiap tahun selalu ada hiu paus yang terkena jaring,” ujarnya.
baca : Hari Hiu Paus Internasional: Membenahi Upaya Konservasi Ikan Terbesar di Dunia
Dus menerangkan, nelayan sudah mengetahui cara penanganannya. Satu-satunya cara yakni dengan memotong pukat dan biasanya setiap tahun pukat nelayan yang rusak akan diganti Dinas Perikanan.
Ia menegaskan, jarang ada yang mati, karena penanganan pelepasan ke habitatnya sesegera mungkin. Hiu paus ini nafasnya panjang meskipun seharian terkena jaring
Terancam Punah
Lektor Kepala Bidang Keahlian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Dr. Chaterina Agusta Paulus, M.Si kepada Mongabay Indonesia, Jumat (3/9/2021) mengatakan hiu paus (Rhincodon typus) merupakan ikan terbesar di dunia.
Chaterina menyebutkan panjangnya bisa mencapai 12,65 meter dengan berat 21,50 ton. Tahun 2016, hiu paus masuk dalam Daftar Merah untuk Spesies Terancam oleh IUCN dengan status terancam punah (endangered).
Status tersebut satu tingkat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, tahun 2000 (vulnerable).
Chaterina menjelaskan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui KEPMEN-KP No.18/2013 menetapkan hiu paus sebagai spesies yang dilindungi karena populasinya yang rendah dan masih sering diburu.
“Segala bentuk pemanfaatan yang bersifat ekstraktif terhadap hiu paus, termasuk pemanfaatan bagian-bagian tubuhnya, telah dilarang secara hukum,” Jelasnya.
baca juga : Hiu Paus dan Lumba-lumba Mati Terdampar dengan Bagian Tubuh Terpotong
Dia menerangkan, Stacey et al. (2012) menemukan bahwa kalangan nelayan Bajo biasa melihat hiu paus di Laut Timor, di perairan Indonesia bagian selatan dan Timor Leste.
Penampakan hiu paus paling sering terjadi selama bulan Agustus hingga Desember. Hasil penelitian Tania et al. (2014) menyatakan bahwa di Indonesia, hiu paus dapat ditemui di hampir seluruh wilayah perairan, termasuk NTT.
“Namun kemunculan Hiu Paus di NTT relatif bersifat musiman. Kecuali di Kwatisore, Teluk Cenderawasih, Papua di Kawasan Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang kemunculan di sepanjang tahun,” terangnya.
Temuan Conservation International (CI) dari data pemasangan tag menunjukkan bahwa pola pergerakan antar individu hiu paus dapat sangat berbeda.
Dari wilayah Teluk Cenderawasih, misalnya, terdapat tiga pola pergerakan: kelompok ”rumahan” yang bertahan di wilayah lokasi pemasangan tag, kelompok ”pesisir” yang keluar dari lokasi dan bergerak menyusuri pesisir, dan kelompok ”internasional” yang keluar dari lokasi dan menuju perairan lepas.
Ketersediaan Makanan
Hiu Paus adalah hewan yang cenderung migrator dan hidup soliter, jarang sekali ditemukan berkompok. Cara makan dengan menghisap dan menyaring makanan dari laut.
Makanan utamanya adalah ikan dan udang kecil, telur ikan, serta hewan-hewan planktonik lainnya. Fakor kelimpahan makanan pada suatu perairan mempengaruhi pola migrasi Hiu Paus.
“Frekuensi hiu paus yang naik ke permukaan perairan Kwatisore berhubungan dengan hasil tangkapan dan ketersediaan ikan teri di bagan atas. Frekuensi naiknya hiu paus lebih banyak pagi hari (Maruanaya, 2020),” sebut Chaterina.
baca juga : Penyu dan Hiu Paus Kembali Terjaring Pukat Nelayan di Flores Timur
Dia katakan, selain faktor ketersediaan makanan yang menyebabkan hiu paus bermigrasi dan melintasi perairan Indonesia diduga karena faktor perubahan iklim global. Kasus terdampar dan terjerat jaring nelayan terjadi setiap tahun pada periode yang berbeda (Nugraha et al., 2020).
Menurutnya, mudahnya ikan ini tertangkap secara tidak sengaja (bycatch) oleh nelayan karena ukurannya yang besar dan gerakannya yang lambat.
Hiu Paus yang tergolong perenang lambat memiliki makanan utama berupa organisme planktonik yang melayang-layang di perairan dan berukuran sangat kecil, seperti euphausiids, copepoda, serta telur atau larva ikan dan cumi-cumi.
“Selain memakan plankton, hiu paus juga beberapa kali terlihat sedang memakan ikan kecil, seperti sarden dan teri serta sotong atau cumi-cumi kecil (Heyman et al., 2001,Motta et al., 2010, Himawan et al., 2015). Sama juga dengan di Flores Timur,” terangnya,
Cara Menangani
Mencegah hiu paus tidak terkena jaring dan mati dapat dilakukan melalui upaya pengelolaan yang berkelanjutan. Harus tersedia data dan informasi yang memadai tentang status populasi dan pola migrasi hiu paus.
Chaterina katakana jika sudah ada pemetaan pada lokasi-lokasi kemunculan hiu paus maka lokasi-lokasi ini dapat dihindari oleh nelayan gill net.
Bisa juga lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata hiu paus melalui pengembangan ekowisata bahari.
Tentunya melalui tahapan-tahapan seperti identifikasi lokasi kemunculan hiu paus, lalu diusulkan sebagai kawasan yang dilindungi. Pemda dapat menetapkan perairan tersebut menjadi kawasan ekowisata hiu paus.
Penanganan hiu paus yang terdampar atau terjerat jaring, pertama, jika terdampar dalam keadaan mati, sebaiknya masyarakat tidak menyentuh bangkai dari hiu paus sebelum petugas dari instansi terkait datang ke lokasi.
“Ini untuk menghindari terjangkitnya bakteri dari bangkai hiu paus ke tubuh manusia,” jelasnya.
baca juga : Berkah Teluk Saleh: Hiu Paus, dan Harta Karun Kerapu Kakap untuk Warga
Kedua sebut Chaterina, jika terjaring dalam kondisi mati, sebaiknya tidak diperjualbelikan karena berbahaya jika dikonsumsi manusia. Tubuhnya dapat mengandung banyak virus, bakteri dan logam merkuri yang tinggi.
Ia sarankan, sebaiknya segera menghubungi pihak berwenang dan biarkan tetap dalam jaring sampai dilakukan tindakan lanjutan.
Ketiga, jika terjaring dalam kondisi hidup nelayan diharuskan segera melepaskan jeratan jaring atau benda apapun yang menjeratnya. Jika tidak memungkinkan maka dapat menggiringnya kembali ke perairan yang lebih dalam dan melepasnya.
“Kompensasi sewajarnya harusnya diberikan oleh pihak pemerintah kepada nelayan untuk perbaikan alat tangkap yang rusak ketika melepaskan hiu paus yang hidup,” tegasnya.
Keempat, sebutnya, jika terdampar mati dalam ukuran besar, tidak memungkinkan untuk dikubur maka harus dibakar pada lokasi terbuka dan jauh dari pemukiman.
Kelima, identifikasi perlu dilakukan seperti pencatatan data dan informasi terhadap lokasi, waktu terdampar, pengukuran panjang, jenis kelamin, pengambilan sample untuk analisa genetika dan umur hiu paus sebelum dikubur atau dibakar.
Keenam, sebaiknya dilakukan pelatihan penanganan hiu paus yang terdampar bagi nelayan pada lokasi hiu paus yang sering terdampar.
“Terakhir, pentingnya ada papan informasi perlindungan hiu paus dan upaya penanganan di pantai pada lokasi hiu paus yang sering muncul atau terdampar,” pintanya.