- Dirjen KSDA KLHK bersama Kementrian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Singapura kembali berhasil memulangkan sebanyak 13 kura-kura leher ular Rote (Chelodina mccordi). Kura-kura yang berstatus terancam punah (criticaly endangered/CR) ini terdiri dari 6 berjenis kelamin jantan dan 7 lainnya betina
- Sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya di Danau Peto, Kabupaten Rote Ndao, tim BBKSDA NTT akan memastikan kesehatan dan kondisinya terlebih dahulu. Tim pun melatih agar nantinya kura-kura ini bisa beradaptasi dengan kondisi alam di Rote Ndao
- BBKSDA NTT menjelaskan sebelum berstatus dilindungi, satwa endemik Rote ini dijual di pasaran, bahkan sampai ke Jakarta dan luar negeri. Hal ini menjadi salah satu penyebabnya satwa ini terancam punah
- Guna mencegah kepunahan satwa endemik ini, Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Kupang pun melakukan upaya pengembangbiakan. Awalnya tahun 2009 berjumlah 4 ekor, kini jumlah yang ada di BP2LHK telah mencapai 35 ekor
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) bersama Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar RI di Singapura berhasil memulangkan (repatriasi) 13 ekor Kura-kura Rote (Chelodina mccordi).
Kura-kura yang terdiri dari 6 jantan dan 7 betina didatangkan dari Singapura, Rabu (22/9/2021) dan tiba di Kupang, NTT, Kamis (23/9/2021). Usai tiba di Kupang, kura-kura ini pun direhabilitasi terlebih dahulu di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Reptilia dan Amfibi BBKSDA NTT sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.
Dalam rilis KLHK disebutkan satwa ini merupakan hasil pengembangbiakan dari kebun binatang Amerika dan Eropa yang merupakan bagian dari European Association of Zoo and Aquaria (EAZA) dan Association of Zoos and Aquariums (AZA).
Kura-kura ini kemudian dilakukan pembesaran di Lembaga Konservasi Singapura Wildlife Reserves Singapore atau Mandai Nature.
“Repatriasi ini menjadi langkah awal pemulihan populasi kura-kura rote di habitat alam, sekaligus menunjukkan bahwa konservasi jenis menjadi perhatian masyarakat internasional,” ungkap Dirjen KSDAE KLHK, Wiratno.
baca : Kura-kura Leher Ular Rote Diambang Kepunahan. Bagaimana Antisipasinya?
Kura-Kura Leher Ular Rote, kata Wiratno, merupakan satwa endemik Indonesia yang hanya ditemukan di Pulau Rote, NTT. Satwa ini merupakan salah satu jenis kura-kura yang ada di Indonesia dan termasuk dalam jenis satwa yang dilindungi sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 tahun 2018.
Kura-Kura ini termasuk dalam kategori critically endangered atmenurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), serta termasuk Appendix II CITES sehingga memerlukan komitmen para pihak dalam upaya pelestariannya.
Melewati Proses Adaptasi
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT Arief Mahmud kepada awak media, Kamis (23/9/2021) mengatakan, 13 kura-kura leher ular Rote yang didatangkan dari Singapura ini tidak langsung dilepasliarkan ke habitat aslinya di Kabupaten Rote Ndao.
Arief menjelaskan, satwa endemik ini harus melewati proses perawatan terlebih dahulu di tempat karantina milik BBKSDA di Kota Kupang. Menurutnya, fasilitas yang dimiliki di lokasi berupa tempat pengembangbiakan serta habituasi.
“Sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya di Danau Peto, Kabupaten Rote Ndao, tim kami akan memastikan kesehatan dan kondisinya terlebih dahulu. Kura-kura akan dilatih terlebih dahulu agar bisa beradaptasi dengan kondisi alam di Rote Ndao,” ungkapnya.
baca juga : Sulit Ditemukan, Kura-kura Leher Ular Rote Menuju Kepunahan?
Arief menambahkan kura-kura tersebut selama ini hidup di kebun binatang dan tidak terbiasa hidup dan mencari makan secara mandiri di alam. Untuk itu sebutnya, perlu dilatih proses beradaptasi yang memakan waktu sekitar 6 bulan.
“Kita akan melakukan pemantauan selama menjalani karantina. Fasilitas karantina juga memiliki tempat untuk pengembangbiakan kura-kura. Kita akan sampaikan ke publik saat pelepasliarannya nanti,” ungkapnya.
Menurut Arief, langkah repatriasi Kura-Kura Leher Ular Rote oleh pemerintah menunjukan adanya komitmen dan keseriusan untuk menjaga kelestarian satwa ini di habitat aslinya di Rote Ndao.
Langkah reptariasi juga sebagai wujud mempererat kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Sungapura. Apa yang dilakukan ini harapnya, bisa menjadi awal yang baik guna menyelamatkan satwa endemik Indonesia.
Penyebab Kepunahan
Kura-kura leher ular Rote adalah satwa ikonik-endemik Pulau Rote dan satu-satunya dari genus Chelodina yang berada di luar dataran Papua-Australia, serta telah dimasukkan ke dalam daftar CITES.
Di dalam CITES, kura-kura leher ular Rote terdaftar dalam Appendix II (perdagangan dengan pembatasan kuota) sejak tahun 2005 dan penetapan perdagangan nol kuota untuk spesimen dari alam sejak tahun 2013.
Kura-kura leher ular Rote merupakan satu dari 25 spesies kura-kura paling terancam punah di dunia. Status keterancamannya dikategorikan criticaly endangered possibly extinct in the wild (CR PEW) atau kritis terancam punah di alam.
Sejak tahun 2018, kura-kura leher ular Rote dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri LHK No.P.106/Menlhk/Setjen/Kum.2/12/2018.
perlu dibaca : Pulau Rote Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Kura-Kura Leher Ular. Apa Langkah Selanjutnya?
BBKSDA NTT menemukan berbagai penyebab kura-kura leher ular Rote di habitat aslinya di Danau Peto, Desa Maubesi, Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao punah.
Kepada awak media Arief mengakui sebelum berstatus dilindungi peraturan, kura-kura tersebut dijual bebas secara legal di pasaran, termasuk kemungkinan besar dijual oleh para penangkar di Jakarta. Penjualan ini menjadi salah satu sebab, kura-kuar tersebut terancam punah.
“Kura-kura ini pun diperjualbelikan secara resmi dulunya sehingga diduga bisa sampai ke luar negeri. Ini yang membuat kura-kura ini bisa berkembangbiak di Singapura dan sejumlah negara lainnya,” ungkapnya.
Arief mengaku akan fokus mengembangbiakan kembali kura-kura ini di habitat aslinya di Danau Peto. Untuk itu, ia mengaku telah bekerjasama dengan masyarakat yang menetap di sekitar danau agar bisa menjaganya setelah kura-kura dilepasliarkan kembali.
“Kami akan memberikan pendampingan kepada masyarakat mengenai bagaimana caranya melestarikan dan melindungi satwa endemik asal Rote ini,” ucapnya.
baca juga : Kura-kura Leher Ular, Jenis Unik yang Hanya Ada di Lahan Basah Pulau Rote
Proses Pengembangbiakan
Kura-kura leher ular Rote saat ini telah punah di habitat aslinya di Danau Peto, Desa Maubesi, Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao, NTT.
Guna mencegah kepunahan total satwa endemik ini, Balai Penelitian Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BP2LHK) Kupang pun melakukan upaya pengembangbiakan.
Kepala BP2LHK Kupang Erwin memaparkan, tahun 2009 sebanyak 40 kura-kura leher ular ini pernah dilepasliarkan di Danau Peto. Namun sayangnya, kura-kura ini kini tidak ditemukan lagi di habitat aslinya tersebut.
Saat proses pelepasan kata Erwin, Menteri Kehutanan menyerakan 4 ekor kura-kura ini kepada Balai Litbang LHK Kupang agar bisa dilakukan penelitian dan pengembangbiakan.
“Penelitian yang dilakukan selama 12 tahun meliputi aspek populasi dan habitat aslinya di Pulau Rote. Juga meiputi aspek reproduksi,pembesarannya serta pertumbuhan kura-kura ini,” ucapnya.
Erwin menjelaskan kura-kura ini akan memasuki masa berkembangbiak setelah berumur 6 tahun dan setelah kawin induk betina bisa bertelur 2 sampai 3 kali dalam setahun.
Dia menambahkan, kura-kura ini bisa bertelur sebanyak 20 butir sekali bertelur. Pihaknya pun kini memiliki 35 ekor kura-kura ini di Balai Litbang LHK Kupang.
“Ada 2 ekor induk, 3 ekor berumur 6 tahun serta 7 ekor telah berumur 4 tahun. Sementara 3 ekor berumur 3 tahun, 9 ekor berumur 2 tahun 11 ekor berumur satu tahun,” bebernya.
Erwin mengakui pihaknya sedang menetaskan 13 butir telur lagi. Pihaknya pun telah menyerahkan 4 ekor kepada BKSDA NTT, Selasa (14/9/2021) lalu guna mendukung program repatriasi.
Ia menerangkan, keempat kura-kura leher ular ini merupakan hasil penelitian konservasi ex-situ yang dilaksanakan oleh tim peneliti yang dikomandoi oleh Dr Kayat, S.Hut., M.Sc.
“Kami berterima kasih karena telah dilibatkan dalam kegiatan repatriasi kura-kura leher ular Rote hingga ke proses selanjutnya melaksanakan kegiatan introduksi ke habitat aslinya,” pungkasnya.
Di Singapura, kura-kura ini berhasil dikembangbiakan dengan baik namun negeri Singa ini hanya mengembalikan 10% populasi saja ke habitatnya.
Selain di Danau Peto, kura-kura ini ditemukan di 2 danau lainnya di Pulau Rote yakni Danau Ledulu dan Lendo Oen di di Kecamatan Landu Leko, Kabupaten Rote Ndao.