- Prinsip ekonomi biru sedang menjadi tren di dunia dan diterapkan oleh banyak negara di dunia dalam mengelola sektor kelautan dan perikanan. Prinsip tersebut menerapkan kebijakan yang seimbang antara pemanfaatan ekonomi dan kebutuhan ekologi
- Di Indonesia, prinsip ekonomi biru secara perlahan mulai diadopsi dalam kegiatan perekonomian nasional. Utamanya, dalam sektor kelautan dan perikanan yang sudah dimulai beberapa tahun terakhir dan akan berjalan jauh hingga masa mendatang
- Dengan menerapkan ekonomi biru, maka itu artinya harus dilakukan penataan ruang laut yang baik. Tujuannya, agar pembangunan di wilayah pesisir dan laut bisa menghasilkan nilai ekonomi yang banyak, namun bisa tetap menjaga kelestarian ekosistem laut dan pesisir
- Agar penataan ruang laut berjalan dengan baik, diperlukan revitalisasi infrastruktur dasar yang mendukung kegiatan produksi perikanan. Terutama, adalah perbaikan pelabuhan perikanan yang bisa memenuhi standar internasional dan meningkatkan daya saing produk perikanan nasional
Membangun kawasan pesisir dan laut harus selalu mempertimbangkan banyak aspek dan kepentingan penduduk lokal. Proses tersebut akan melibatkan penataan ruang laut yang berkelanjutan, sebagai bagian dari penerapan prinsip ekonomi biru.
Penataan ruang laut sendiri dinilai menjadi instrumen sangat penting agar pembangunan di wilayah pesisir dan laut bisa berjalan dengan baik. Terutama, agar prinsip ekonomi biru bisa berjalan melalui keseimbangan ekologi dan ekonomi untuk seluruh aktivitas yang ada di ruang laut.
Mengingat pentingnya penataan ruang laut, Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto menyebutkan kalau instrumen tersebut menjadi dasar bagi proses perizinan seluruh aktivitas pembangunan yang dilaksanakan di ruang laut.
“Perencanaan ruang laut yang terpadu akan menghindari potensi kerusakan ekosistem dari aktivitas pembangunan yang memanfaatkan ruang laut,” ungkap dia belum lama ini di Bandung, Jawa Barat.
Penataan ruang laut sendiri sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.28/2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No.21/2021 tentang Penyelenggaran Penataan Ruang.
PP 21/2021 sendiri tidak lain adalah turunan dari Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja. Dalam turunan tersebut, dibahas tentang penyelenggaraan penataan ruang yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, dan kelembagaan penataan ruang.
Dengan kekuatan hukum yang lengkap, Suharyanto menyebutkan kalau rencana tata ruang laut bisa digunakan menjadi instrumen kebijakan dalam melaksanakan penerapan prinsip ekonomi biru saat melakukan pembangunan di wilayah pesisir dan laut.
Prinsip tersebut diharapkan bisa mendorong pembangunan dan perencanaan wilayah peisisir dan laut untuk kepentingan pengembangan wilayah sekitar. Oleh karena itu, dalam praktiknya prinsip ekonomi biru akan senantiasa menerapkan pembangunan dengan terintegrasi dan berkelanjutan.
Penerapan tersebut akan bermanfaat untuk pengembangan sentra pertumbuhan ekonomi kelautan yang baru di sekitar wilayah pesisir dan laut. Melalui dukungan berupa infrastruktur yang diperlukan, diharapkan itu bisa menjadi sarana untuk memperkuat sistem logistik nasional.
Jika rencana di atas bisa terwujud, maka sentra ekonomi pesisir akan bisa mendukung rantai produksi dan distribusi produk kelautan dan perikanan di seluruh Indonesia. Selain itu, juga akan bisa meningkatkan konektivitas antar pulau, dan juga daratan dengan laut.
“Mengurangi ketimpangan antarwilayah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan menjamin kelestarian ekosistem pesisir dan laut,” sebut dia.
Pengembangan ekonomi biru sendiri menjadi arah kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono. Menurut Asisten Khusus Menteri KP Bidang Planologi Ruang Laut Dyah Erowati, pembangunan kelautan dan perikanan akan mengadopsi inovasi dan teknologi dengan melaksanakan program terobosan.
Di antara program tersebut yang dilaksanakan, adalah peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari subsektor perikanan tangkap untuk kesejahteraan nelayan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui penangkapan ikan terukur di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).
Kemudian, ada juga pengembangan subsektor perikanan budi daya untuk peningkatan ekspor yang didukung dengan kegiatan riset kelautan dan perikanan. Terakhir, adalah pembangunan kampung perikanan budi daya tawar payau dan laut yang berlandaskan kearifan lokal.
baca : Menanti Model Penangkapan Ikan Terukur Diterapkan di Laut Nusantara
Ketiga program prioritas tersebut, mendapatkan dukungan berupa kebijakan pembangunan kewilayahan untuk mengatur keseimbangan antara tujuan lingkungan dan tujuan ekonomi, dalam pengaturan kegiatan berbagai sektor yang menggunakan ruang laut.
Penataan ruang laut yang baik, juga akan bisa menghadirkan fungsi sebagai instrumen untuk mengidentifikasi dan mendorong potensi pengembangan ekonomi kelautan dan perikanan yang baru. Dari situ, diharapkan akan terwujud investasi yang ramah lingkungan di masa depan.
“Seperti energi baru dan terbarukan, bioteknologi, dan biofarmakologi,” pungkas dia.
Infrastruktur Pelabuhan
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono pada kesempatan sebelumnya mengatakan, untuk menerapkan prinsip ekonomi biru, Pemerintah akan melakukan perbaikan pelabuhan perikanan di Indonesia pada 2022. Hal itu, karena, infrastruktur tersebut masih belum sesuai dengan standar internasional.
Sejumlah indikasi pelabuhan perikanan belum memenuhi standar, adalah masih adanya bau tidak sedap yang muncul saat aktivitas perikanan sedang berjalan, belum ada instalasi pengolahan air limbah (IPAL), dan atau aktivitas sepi di dalam pelabuhan.
“Kalau (tempat) pendaratan tidak baik maka proses berikutnya tidak baik,” jelas dia.
Agar kondisi tersebut bisa berubah menjadi baik, maka perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan mutlak harus dilakukan. Dengan tujuan, agar bisa meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar dunia.
“Pemerintah bisa menjamin kualitas produk perikanan mulai dari penangkapan, pendaratan, hingga sampai tahap pengolahan,” tambah dia.
Jaminan kualitas yang dimaksud, adalah proses produksi sejak dari awal, yang mencakup dari tahapan penangkapan ikan atau budi daya. Dari tahapan tersebut, bahan baku diharapkan sudah memenuhi kualitas sesuai dengan standar pasar internasional dan menjadi prosedur operasi standar (SOP).
perlu dibaca : Pentingnya Menata Kembali Pelabuhan
Saat perbaikan infrastruktur pelabuhan perikanan sedang berjalan, Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan bahwa pihaknya akan mulai menerapkan kebijakan penangkapan terukur. Dengan demikian, pendaratan ikan tidak lagi berpusat di pulau Jawa, melainkan di pelabuhan yang tak jauh dari area penangkapan.
Kebijakan penangkapan terukur sendiri merupakan implementasi dari prinsip ekonomi biru yang selama ini menjadi acuan negara-negara di dunia dalam mengelola sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki agar berkelanjutan.
Diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama ini mengelola 22 pelabuhan perikanan yang terdiri dari enam pelabuhan tipe A atau Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 15 pelabuhan tipe B atau Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), dan satu pelabuhan tipe C atau Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP).
Selain perikanan tangkap, perikanan budi daya juga menjadi bagian dari penerapan prinsip ekonomi biru. Konsep tersebut akan berjalan melalui optimalisasi sumber daya perikanan budi daya secara produktif, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Tb Haeru Rahayu menjelaskan, penerapan ekonomi biru dilakukan melalui penerapan inovasi dan teknologi pada yang memperhitungkan keseimbangan antara dampak ekonomi dan dampak ekologi.
Dengan memperhatikan dampak tersebut, maka produksi perikanan di seluruh Indonesia diharapkan akan bisa menghasilkan produk yang optimal dan memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional. Jika itu terjadi, seluruh proses produksi akan ramah lingkungan, dan akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
baca juga : Pendekatan Berbasis Ekosistem, Cara Baru Kelola Kelautan dan Perikanan
Agar perikanan budi daya bisa berhasil melaksanakan ekonomi biru, saat ini sudah disiapkan strategi peningkatan produksi udang sebanyak 2 juta ton pada 2024. Target tersebut akan berjalan dengan menerapkan skema konsep revitalisasi tambak tradisional.
Strategi berikutnya, adalah menerapkan skema konsep modeling tambak udang modern. Konsep tersebut mengintegrasikan hulu sebagai penyedia benur dan pakan, dengan hilir yang berperan sebagai pelaksana proses pascapanen dengan menyediakan gudang beku, pabrik es, dan peralatan pengolahan.
Pemilihan udang sebagai komoditas yang dilibatkan, tidak lain karena komoditas tersebut selama ini menjadi andalan perikanan budi daya untuk kegiatan ekspor. Oleh karena itu, agar produksi udang bisa terus ditingkatkan, kebijakan harus bisa seimbang antara kepentingan ekonomi dan ekologi.
Selain peningkatan produksi udang, Tb Haeru Rahayu menjelaskan, program terobosan lain yang menjadi program prioritas adalah pembangunan kampung budi daya tawar, payau, dan laut berbasis komoditas unggulan dan komoditas kearifan lokal.
Untuk kepentingan tersebut, KKP sudah membuat membuat model percontohan kampung budi daya melalui rehabilitasi kolam, mesin pakan mandiri, unit pakan mandiri skala medium, dan bantuan alat berat seperti ekskavator.
Seluruh kegiatan di atas, dipastikan akan didukung dengan pengembangan usaha melalui kegiatan asuransi budi daya, sertifikasi lahan, dan penerapan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) yang stabil dan berkelanjutan.
“Produktivitas tiap komoditas diharapkan mampu meningkat di setiap kampung budi daya,” terang dia.
baca juga : Ekonomi Biru untuk Menjaga Ekosistem Laut dan Pesisir
Tb Haeru Rahayu berharap, dalam menjalankan program di lapangan, ada dukungan lintas sektor yang bisa mempermudah proses budi daya. Misalnya, ketersediaan status lahan yang jelas, penyederhanaan perizinan, pemilihan lokasi sesuai rencana tata ruang, dan kemudahana akses infrastruktur pendukung lainnya.
Jika semua berjalan baik, diharapkan pada 2022 produksi perikanan budi daya bisa mencapai 20,54 juta ton yang meliputi 8,69 juta ton ikan dan 11,85 juta ton rumput laut. Sedangkan produksi ikan hias ditargetkan mencapai 2,1 miliar ekor.