- Sejumlah warga Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, yang terdampak erupsi Gunung Semeru, kembali ke rumahnya dari pengungsian untuk menyelamatkan barang-barang mereka.
- Para pengungsi berharap pemerintah segera merealisasikan janji-janjinya untuk merelokasi dan membangunkan rumah yang layak bagi mereka
- Pemerintah Kabupaten Lumajang tengah melakukan pemetaan untuk tempat relokasi. Warga yang terdampak yang ada di wilayah Kecamatan Pronojiwo, akan direlokasi ke area Desa Oro-Oro Ombo. Sementara bagi warga yang terdampak di wilayah Kecamatan Candipuro akan dipindahkan di Desa Menanggal.
- Badan Geologi Kementerian ESDM menaikkan status Gunung Semeru dari Level II (Waspada) menjadi level III (Siaga) terhitung mulai tanggal 16 Desember 2021 pukul 23:00.
Kopiah hitamnya penuh abu, luka ditelinganya akibat erupsi Gunung Semeru belum juga sepenuhnya kering, bahkan buah hatinya yang dirujuk ke rumah sakit juga masih belum keluar. Namun bagi Hermanto (31) menyelamatkan barang berharga yang masih tersisa di rumahnya di Dusun Curah Koboan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, juga penting.
Jika itu tidak dilakukan ia khawatir barang-barangnya bisa hilang dicuri orang. “Hanya beberapa saja yang berhasil saya selamatkan, kursi dan perabotan rumah tangga lainnya sudah saya titipkan ke rumah keluarga tiga hari setelah erupsi kemarin,” kata Hermanto, yang melihat kondisi rumahnya tertutup abu, Selasa (14/12/2021).
Erupsi Gunung Semeru yang menghantam kampungnya pada 4 Desember lalu selain meluluhlantakkan kamar, ruang tamu juga menghancurkan dapur. Bersama Idawati (30) istrinya, pria berkulit sawo matang ini lalu melanjutkan kembali aktivitasnya mengemasi barang-barang yang ada di dalam rumahnya untuk dipindahkan ke halaman rumah sebelum kemudian dititipkan ke kerabatnya.
baca : Kala Semeru Muntahkan Lahar Panas, Belasan Orang Tewas
Kisah sama juga dirasakan Adip Mustofa (31), Erupsi Gunung Semeru terpaksa membuatnya harus meninggalkan rumah yang baru dibuat, rencananya awal tahun akan ditempati. Namun, belum sempat ia menginjakkan kaki, rumah barunya itu sudah tersapu guguran lahar Gunung Semeru.
“Beruntung masih belum terisi perabotan-perabotan rumah tangga, kalau dihitung dari material saja rumah saya sudah menghabiskan sekitar Rp60 juta,” ujar Adip, disela membersihkan kursi milik mertuanya yang dipenuhi abu sisa Erupsi Gunung Semeru. Dia menitipkan kursi dan perabotan lain milik mertuanya itu di tempat kerabatnya di Dusun Wonorenggo, Desa Sumber Mujur, Kecamatan Candipuro. Selain rumahnya, rumah mertua Adip juga hancur.
Menunggu Janji Direlokasi
Letusan Gunung Semeru menyisakan jejak kehancuran, selain rumah tinggal, 8 keluarga Adip juga hilang, yang 5 sudah ditemukan meninggal, sementara yang 3 masih belum berhasil ditemukan. Bersama keluarga lainnya, Adip saat ini tinggal dipengungsian. Sehingga setiap hari dia masih riwa-riwi dari pengungsian ke rumah kerabatnya untuk membersihkan barang-barang yang masih berhasil diselamatkan itu.
“Saya berharap pemerintah segera merealisasikan janji-janjinya untuk kami segera direlokasi, dibuatkan tempat yang layak. Walaupun sederhana ya ndak papa,” katanya.
Selain kehilangan rumah, pekerjaannya juga ikut terdampak. Pria yang berprofesi sebagai buruh tani ini juga mengaku tanamannya ludes akibat semburan awan panas dan material vulkanis Gunung yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) itu.
“Sementara ini masih menganggur, rencananya jadi kuli seadanya di kampung Wonorenggo, karena kan tidak terdampak, yang penting bisa menghasilkan uang,” ujar Adip, yang mengaku 11 ekor mentoknya hilang dicuri orang ini.
baca juga : Erupsi Semeru, Masyarakat Diminta Tetap Waspada
Berbeda dengan Adip, Mujiati (42), warga Kamar Kajang, Kecamatan Candipuro mengaku tidak ingin direlokasi, meski kondisi rumahnya sudah tertutup pasir yang tingginya kurang lebih mencapai 2,5 meter. Alasanya karena rumah yang dia tempati itu banyak kenangannya dari kecil hingga anaknya sekarang ini sudah tumbuh dewasa.
“Syok saya melihat rumah yang sudah saya bangun 20 tahun bersama suami sekarang kondisinya tertutup pasir. Tapi alhamdulillah keluarga aman,” kata ibu dua anak ini usai menyambangi rumahnya yang berada di pinggir jalan penghubung jalur Lumajang-Malang tersebut.
Karena tempatnya tidak jauh dari sungai Curah Koboan yang dilewati lahar, Mujiati juga merasa masih ada trauma jika kedepannya harus tinggal di rumahnya lagi. Jika pun terpaksa harus pindah itu merupakan pilihan yang berat. Baginya, selain banyak kenangan, untuk membangun sebuah rumah juga penuh perjuangan.
“Saya memulainya benar-benar dari nol, nyicil sedikit demi sedikit. Begitu sudah terisi ternyata kena musibah seperti ini. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi,” keluhnya dengan mata sembab.
baca juga : Hidup Bersama Gunungapi Semeru
Melakukan Pemetaan
Dalam kesempatanya saat berada di Kecamatan Pronojiwo pekan lalu, Bupati Lumajang, Thoriqul Haq mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lumajang sudah bergerak untuk segera menyiapkan langkah relokasi bagi warga yang terdampak letusan Gunung tertinggi di Pulau Jawa itu. Pihaknya tengah melakukan pemetaan.
Selain itu, pemerintah juga rencananya akan menggunakan lahan milik Pemerintah Daerah atau Perhutani. Sementara untuk pembangunan rumah warga yang terdampak pada lokasi relokasi nantinya akan menggunakan biaya dari pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Kol inf Irwan Subekti, Komando Posko Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru, dilansir dari liputan6.com dalam konferensi pers secara daring menjelaskan, ada dua lokasi yang akan digunakan sebagai tempat relokasi bagi warga yang terdampak.
Warga yang terdampak yang ada di wilayah Kecamatan Pronojiwo, akan direlokasi ke area Desa Oro-Oro Ombo. Sementara bagi warga yang terdampak di wilayah Kecamatan Candipuro akan dipindahkan di Desa Menanggal.
Sementara itu, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam keterangan tertulis menaikkan status Gunung Semeru dari Level II (Waspada) menjadi level III (Siaga) terhitung mulai tanggal 16 Desember 2021 pukul 23:00.
Sebelumnya, pada Kamis (16/12/2021) telah terjadi luncuran awan panas pada pukul 09:00 WIB sejauh 4,5 kilometer dari puncak. Kejadian awan panas itu terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi 912 detik. Kemudian, terjadi luncuran panas pada pukul 09:30 WIB. Sore hari terjadi luncuran awan panas pada pukul 15:42 WIB sejauh 4,5 km dari puncak.
“Dari pengamatan kegempaan, teramati kegempaan didominasi oleh gempa letusan, hembusan dan guguran dengan jumlah gempa guguran meningkat dalam tiga hari terakhir sebanyak 15-73 kejadian per hari rata-rata 8 kejadian sejak tanggal 1 Desember 2021, jelas Eko Budi Lelono, Kepala Badan Geologi.
Berpotensi Terjadi Awan Panas
Gempa vulkanik dalam dan tremor harmonik terjadi dalam jumlah yang tidak signifikan, aktivitas awan panas guguran masih berpotensi terjadi dikarenakan adanya endapan aliran lava dengan panjang aliran kurang lebih 2 kilometer dari pusat erupsi.
Sementara aliran lava tersebut belum stabil dan berpotensi longsor terutama dibagian ujung alirannya, sehingga bisa mengakibatkan awan panas berguguran. Selain berpotensi terjadi awan panas, potensi terjadinya aliran lahar juga masih tinggi mengingat curah hujan di Gunung Semeru juga cukup tinggi.
“Secondary explosion juga berpotensi terjadi disepanjang aliran sungai apabila luncuran awan panas yang terjadi itu masuk dengan air sungai,” tambah Eko.
Untuk itu, pihaknya menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara disepanjang Besuk Koboan, sejauh 13 kilometer dari puncak. Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas pada jarak 5000 meter dari tepi sungai disepanjang Besuk Koboan, karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 kilometer dari puncak.
“Selain itu, masyarakat juga tidak boleh memasuki dan tidak boleh beraktivitas dalam radius 5 kilometer dari kawah atau puncak Gunung Api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu pijar,” pungkasnya.