- Hutan Riau, terutama kawasan konservasi dan lindung terus terancam, antara lain oleh pembalakan liar. Penegakan hukum sudah dilakukan tetapi dinilai belum menyasar ke pemain besar atau pemodal.
- Sunarto, Kabid Humas Polda Riau, menyebut, dalam 2021, setidaknya kepolisian mengungkap 28 kasus dengan menangkap 40 orang yang terlibat penebangan liar dari tiga kawasan suaka margasatwa yakni Giam Siak Kecil, Kerumutan dan Rimbang Baling.
- Marvelous, Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau, mengatakan, penanganan perkara illegal logging yang diserahkan ke kejaksaan, sepanjang Januari sampai 18 November 2021, ada 34 perkara.
- Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jikalahari menilai, penindakan belum bisa dikatakan serius kalau penegakan hukum tidak tuntas, atau belum menyasar ke pemain utama yang paling berpengaruh. Aksi-aksi yang ditunjukkan hanya akan jadi gimik semata dan penebangan liar terus terulang.
Pembalakan liar terus terjadi di hutan Riau terlebih di kawasan lindung dan konservasi. Berbagai operasi pengamanan dan penegakan hukum seakan tak menghentikan langkah mereka.
Seperti pertengahan November lalu, tim Direktorat Kriminal Khusus Polda Riau, mengamankan pelaku dan kayu hasil penebangan liar dari hutan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (GSK), yang siap angkut. Tim menyisir sungai dan menemukan sekitar 10 ton kayu jenis rimba campuran. Pemodal aktivitas terlarang itu adalah Mat Ari alias Anak Jenderal.
Kini, kasus hampir menuju meja hijau. Dhovan, penyidik Polda Riau mengatakan, berkas perkara dua tersangka sudah mereka serahkan ke Kejaksaan Negeri Bengkalis. Saat ini, katanya, menunggu penelaahan dari jaksa.
“Benar, kita gulung komplotan illegal logging di Sungai Mandau dan Sungai Linau. Itu, adalah lokasi yang kemarin saya lihat dari atas,” kata Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi saat masih menjabat sebagai Kapolda Riau, dalam siaran pers 16 November lalu.
Sehari sebelumnya, Agung Setya patroli udara. Selain di GSK, dia juga terbang ke Suaka Margasatwa Kerumutan yang tak lepas dari penjarahan kayu-kayu alam. Dari atas GSK, dia lihat kayu-kayu gelondongan dan papan dialiri lewat sungai. Pelaku juga buat rel dari susunan kayu bekas tebangan.
Dari helikopter, itu juga nampak jelas jejak-jejak aktivitas penebangan tanpa izin. Berupa tumpukan-tumpukan kayu alam dan beberapa tenda biru tengah hutan.
Agung, bersama Direktur Kriminal Khusus, Humas dan Komandan Brimob Polda Riau juga turun langsung ke dalam hutan. Mereka menemukan sejumlah bukti kegiatan illegal logging berupa, 42 kayu rakit olahan dan 78 kayu rakit bulat. Saat itu, juga diamankan sejumlah peralatan seperti gergaji mesin, genset kecil dan mobil colt diesel.
Lokasi yang didatangi diduga baru saja ditinggalkan pelaku karena keburu mengetahui operasi yang tengah berlangsung. Terlihat sekitar pondok tempat tinggal pelaku selama menebang kayu dalam hutan, terdapat bungkusan mie instan, tungku masak, lampu minyak, komponen chainsaw, sabun batangan, potongan pohon dan serpihan berupa serbuk kayu.
Dari operasi darat, menyisir rel kayu dengan berjalan kaki itu juga, Agung dan anak buahnya menangkap Heri Mulyono, yang disebut kaki tangan Mat Ari.
Kasus lain, pada Oktober lalu, anggota SPORC Brigade Beruang, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPHLHK) Wilayah Sumatera, juga operasi peredaran hasil hutan tak berizin dari Cagar Biosfer GSK.
Mereka dibantu anggota Korem 031 Wirabima, Pekanbaru. Hasilnya, tim berhasil mengamankan tiga truk colt diesel mengangkut kayu olahan tanpa dokumen sah.
Pada 24 Oktober itu, tim menangkap satu truk dengan nomor polisi BM 9385 DU, di Desa Pasir Putih, Kecamatan Siak Hulu, Kampar. Kendaraan itu dikendarai sopir inisial HDG dan kernet JH. Kata penyidik, sambil berjalan sopir dan kernet itu menunggu arahan seseorang untuk mengantarkan kayu ke tempat tujuan. Sopir hanya menyebut nama tanpa alamat.
Sopir juga beri keterangan tambahan, bahwa akan ada truk membawa kayu lagi dari Desa Sungai Linau, Kecamatan Siak Kecil, Bengkalis. Tim gerak cepat. Keesokan harinya, tim langsung mencegat dua truk di jalan. Masing-masing bernomor polisi BM 9612 EO dan BM 9130 CG. Sopir tronton itu adalah, S dan HSS serta satu kernet OS.
Mereka langsung dibawa ke kantor BPPHLHK Sumatera Seksi II, Pekanbaru, menyusul yang ditangkap sehari sebelumnya. Hasil pemeriksaan, kayu yang diangkut berjenis kelompok meranti dan campuran. Berupa balok dan papan ada 18 meter kubik. Operasi ini, berdasarkan laporan masyarakat terkait pembalakan liar di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu.
Dua dari tiga tersangka yang dalam kasus ini juga sudah diserahkan ke Kejari Bengkalis. Sisanya, masih proses penyidikan.
Sunarto, Kabid Humas Polda Riau, menyebut, tahun ini, kepolisian mengungkap 28 kasus dengan menangkap 40 orang yang terlibat penebangan liar dari tiga kawasan suaka margasatwa yakni GSK, Kerumutan dan Rimbang Baling. Jumlah itu, katanya, belum terhitung penangkapan dua pelaku terakhir.
Sejalan dengan itu, Marvelous, Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Riau, menambahkan, penanganan perkara illegal logging yang diserahkan ke kejaksaan, sepanjang Januari sampai 18 November 2021, ada 34 perkara.
Rinciannya, Kejati Riau 9 perkara, Kejari Bengkalis (8), dan Kejari Indragiri Hulu (7). Untuk Kejari Dumai, Pelalawan dan Rokan Hulu masing-masing dia perkara, serta Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti, Rokan Hilir, Siak serta Kampar masing-masing satu perkara. Saat ini, tujuh kasus dalam tahap pra penuntutan, tahap persidangan (10) dan eksekusi 17 kasus.
Temuan dan laporan masyarakat
Penangkapan Polda Riau dan Gakkum LHK, itu seakan mengkonfirmasi temuan Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), triwulan 2021. Selama dua minggu, Jikalahari mendapati penebangan liar terjadi di Desa Bandar Jaya, Kecamatan Siak Kecil, Bengaklis dan Desa Tasik Betung, Kecamatan Sungai Mandau, Siak. Lokasi itu juga berada di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, berdasarkan ketetapan UNESCO.
Jikalahari menemukan lima tumpukan kayu olahan berupa papan dan balok. Merujuk SK.903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016 tentang Kawasan Hutan Riau, empat antara lain di konsesi PT Satria Perkasa Agung (SPA), perusahaan afiliasi Asia Pulp and Paper (APP) atau Sinarmas Grup, berdasarkan SK.633/Menhut-II/2009. Itu, persis di zona inti cagar biosfer. Tumpukan kayu lain berada di zona transisi. Waktu itu, diperkirakan tumpukan kayu ada 30 kubik.
Pada zona inti, juga dibuat jalur pengangkutan kayu dengan sepeda rakitan dengan panjang sekitar dua kilometer. Selain jalur darat, kayu-kayu juga dihanyutkan melalui kanal. Sepanjang jalan dan kanal juga berdiri beberapa pondok dan tempat pengolahan kayu yang kerap berpindah-pindah.
Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jikalahari menyoroti perusahaan kayu di sekitar SM GSK-BB yang gagal melindungi hutan dari penebangan liar. Pencurian kayu , katanya, itu sudah berlangsung lama dan terus terjadi, meski beberapa kali ada operasi pengamanan dan penegakan hukum.
“Pemerintah tidak bisa memasrahkan atau mengharapkan itu lagi pada perusahaan. Karena terbukti gagal. Perusahaan-perusahaan itu harus diminta pertanggungjawaban dan mesti dievaluasi izinnya,” katanya.
Temuan lapangan Jikalahari itu sekaligus dilengkapi sejumlah informasi soal pemodal penebangan liar itu di bawah kendali seorang oknum desa setempat, sekaligus sebagai penanggungjawab bagi tauke lain dari luar daerah. Pekerjanya, kebanyakan datang dari luar daerah.
Kayu-kayu gergajian biasa diangkut ke Pekanbaru, Pelalawaan, Siak, Bengkalis, Duri dan Dumai.
Analisis Jikalahari menggunakan citra satelit Sentinel-2 perekaman 30 Oktober 2020, di area temuan memang mengalami penurunan kerapatan vegetasi. Indikasinya, terjadi deforestasi karena pembalakan liar. Kegiatan itu juga berlangsung pada lahan gambut dengan kedalaman 5-7 meter an masuk kawasan ekosistem gambut dengan fungsi lindung.
Jauh sebelum penangkapan Gakkum LHK dan Polda Riau, Jikalahari telah melaporkan temuan ini ke Mabes Polri dan Manggala Wanabakti Mei lalu.
Okto menilai, penindakan belum bisa dikatakan serius kalau penegakan hukum tidak tuntas, atau belum menyasar ke pemain utama yang paling berpengaruh. Aksi-aksi yang ditunjukkan hanya akan jadi gimik semata dan penebangan liar terus terulang.
Auriga Nusantara melihat, SM Giam Siak Kecil mengalami kerusakan hutan alam cukup berat. Dari 78.287,65 hektar, sebagian besar atau 59% berupa hutan sekunder dan 41% tutupan lain. Hanya sebagian kecil atau 72 hektar berupa hutan alam.
Pada 2021, terindikasi ada peringatan kehilangan tutupan hutan (glad alert) sebanyak 54 hektar hutan sekunder dan 268 hektar tutupan lain.
Analisis itu menggunakan aplikasi ArcGis. Beberapa dokumen yang digunakan, antara lain merujuk peta suaka margasatwa dari website Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Soal peringatan kehilangan tutupan hutan bersumber dari www.globalforestwatch.org. Sedangkan untuk peta citra diambil dari sentinel.
“Auriga mendukung upaya pengamanan dan penegakan hukum di sektor kehutanan. Terutama, aktivitas yang mengakibatkan kerusakan hutan alam. Apalagi ini di kawasan konservasi,” kata Supitri Yohar, Direktur Hutan Auriga Nusantara.
Senada dengan Okto, Supintri juga mengingatkan, pemantauan harus rutin dan berkesinambungan. Proses hukum juga harus tegas dan tuntas sampai ke jaringan atas.
Menurut Supintri, pelaku illegal logging terbentuk karena jaringan, pemodal hingga pasar masih tersedia dan terbuka. Bisnis ini, katanya, tidak akan berhenti dengan satu tindakan penegakan hukum.
“Kami berharap KLHK mengalokasikan sumberdaya cukup, baik manusia maupun anggaran untuk perlinduangan kawasan. Jangan sampai patroli dan penegakan hukum hanya pada momen tertentu, bahkan satu tahun sekali.”
********
Foto utama: Kayu-kayu hasil pembalakan liar yang dihanyutkan dan berhasil diamankan petugas. Foto: Humas Polda Riau