- Sebanyak 180 dari 250 petani kakao anggota Koperasi Agro Niaga Asosiasi Petani Kakao Nangapanda (Kopan Sikap) Kabupaten Ende, NTT memperingati Hari Lapang Tani Kakao sebagai ajang saling belajar antar petani tentang praktek pertanian kakao yang baik, pola bisnis, upaya adaptasi terhadap perubahan iklim serta penanganan pasca panen dan fermentasi kakao
- Perubahan iklim berdampak terhadap budi daya pohon kakao, penurunan produksi serta tingginya serangan hama dan penyakit. Lewat program Tractions (Transforming the Cocoa Sector in Indonesia) petani diajarkan untuk tanggap dan beradaptasi terhadap perubahan iklim dan menerapkan praktek pertanian yang baik, cerdas dan ramah lingkungan
- Dinas Pertanian Kabupaten Ende mengapresiasi pendampingan dari LSM dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan sumber daya petani sehingga bisa melakukan budi daya produk perkebunan kakao dan pasca panennya secara baik. Dia menekankan jangan sampai pengolahan pasca panen diambil alih oleh rentenir atau pihak lain yang bukan petani
- Dekan Fakultas Pertanian Universitas Flores menyebutkan secara umum petani sudah mulai sadar membudidayakan kakao sebagai bahan baku coklat, minuman dan makanan cemilan (snack) dengan baik berkat pendampingan dan kerja sama semua pihak.
Ada yang berbeda pagi itu. Sebanyak 180 petani kakao anggota Koperasi Agro Niaga Asosiasi Petani Kakao Nangapanda (Kopan Sikap) memenuhi tenda depan gudang Kopan Sikap.
Para petani kakao itu berasal dari Desa Tenda Ondo, Ondorea Barat, Tendarea, Timbazia, Ndeturea, Jemburea, Sanggaroro dan Rukuramba, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) merayakan Hari Lapang Tani Kakao.
“Kegiatan kali ini mengusung tema, Kebun Wow, Cara Cerdas Petani Kakao Meningkatkan Produksi dan Tanggap Terhadap Perubahan Iklim,” sebut Maria Patrisia Wata Beribe, ketua panitia saat ditemui Mongabay Indonesia di lokasi kegiatan, Selasa (21/12/2021).
Iis sapaannya menyebutkan, Hari Lapang Tani Kakao merupakan ajang pertemuan, sharing session dan saling belajar antar petani kakao anggota Kopan Sikap tentang praktek pertanian kakao yang baik, pola bisnisnya, upaya adaptasi terhadap perubahan iklim serta penanganan pasca panen dan fermentasi kakao.
“Petani juga belajar mengenal potensi pasar biji kakao specialty serta mendorong masyarakat untuk mengenal cita rasa coklat yang diolah dari biji kakao mereka,” terangnya.
baca : Mendekatkan Anak-anak Muda pada Kakao Lestari di Jembrana

Adaptasi Perubahan Iklim
Para petani, pengusaha, pemerintah, perbankan dan pihak akademisi diajak ke kebun contoh (demontrasi plot/demplot) di Desa Ndeturea usai upacara pembukaan.
Dalam kebun kakao seluas 0,5 Ha ini tampak buah kakao berwarna hijau dan merah berukuran besar. Terdapat juga tanaman vanili dan kelapa.
Iis mengatakan, kenapa harus ‘wow’, karena orang Lio dan Ende mempunyai istilah ‘lihat dulu baru buat’. Kami membalikkan itu dengan ‘buat dulu baru lihat’. Artinya bekerja dulu baru melihat hasilnya. Jangan melihat saja dan tidak berbuat.
“Makanya kita mengembangkan sebuah demplot untuk menjadi contoh. Dalam kebun ini dilakukan praktek pertanian kakao yang baik. Meningkatkan produksi namun tetap menjaga lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem,” terangnya.
Iis menekankan, praktek yang baik diajarkan oleh Rikolto bersama mitra Kopan Sikap seperti pemangkasan, pemupukan, panen sering dan sanitasi (P3S).
Dia menyebutkan, dampak perubahan iklim membuat petani bingung sebab berdampak terhadap kerusakan tanaman kakao, penurunan produksi, tingginya serangan hama dan penyakit. Tidak seperti 10 tahun lalu.
“Kami mengajak petani untuk tanggap dan beradaptasi terhadap perubahan iklim karena ini sangat nyata dan berdampak luas. Praktek pertanian yang baik, cerdas dan ramah lingkungan itu yang dikedepankan dalam program Traksi,” jelasnya.
Iis menjelaskan, Traksi (tractions: transforming the cocoa sector in Indonesia) adalah sebuah program dari Rikolto Veco bersama konsorsium mitra yakni Walrhona, Kalimajari, Rijksdienst voor Ondernemend Belanda, Rainforest Alliance dan Pemerintah Kabupaten Ende.
Program Traksi bertujuan untuk meningkatkan mata pencaharian dan kesejahteraan 13.600 petani dari 3.400 rumah tangga petani di 35 desa di provinsi Bali, Sulawesi dan NTT.
perlu dibaca : Kakao Fermentasi Jembrana Menembus Pasar Dunia [Bagian 4]

Hasil yang akan dicapai yakni produktivitas kakao yang lebih tinggi dengan pengurangan dampak lingkungan negatif, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca di 4.400 Ha area perkebunan kakao.
Targetnya, harga yang lebih kompetetitf dan profitabilitas dari rantai nilai yang berkelanjutan, transparan dan efisien melalui perdagangan langsung antara koperasi dan perusahaan.
“Saat kita melakukan pelatihan petani kakao cerdas iklim, dilakukan refleksi bersama terkait resiko perubahan iklim. Musim kemarau yang panjang dengan suhu yang lebih panas membuat kulit batang dan dahan kakao rusak,” ucapnya.
Iis menyebutkan, setelah dilakukan kunjungan ke kebun, ternyata pohon penaung tidak banyak. Makanya dianjurkan menanam pohon penaung lebih banyak dan tanaman sela.
Juga disarankan menaman tanaman pagar dan pohon pematah angin untuk mengatasi serangan badai dan angin kencang.
Mengatasi kekurangan nutrisi pada tanaman, dianjurkan membuat rorak atau lubang diantara pohon kakao. Didalamnya dimasukan semua bahan organik lalu menyiramnya dengan promi, jamur pengurai dan penggunaan pupuk organik cair.
Iis katakan, menanam pohon pelindung berfungsi menahan panas sedangkan rorak berfungsi sebagai penampung air, mencegah air tidak cepat menguap.
Tanaman penutup tanah juga harus ada sehingga pihaknya menganjurkan agar rumput tidak harus dipangkas semua.
“Kita jangan pasrah terhadap perubahan iklim dan tidak melakukan apa-apa. Ada banyak cara untuk beradaptasi. Setelah diterapkan, hasilnya kebun tersebut benar-benar wow atau menakjubkan,” ucapnya.
baca juga : Rorak, Selamatkan Tanaman Kakao Saat Kemarau Berkepanjangan. Seperti Apa?

Produksi dan Pasca Panen
Sapar, petani kakao yang kebunnya dijadikan kebun contoh mengatakan pohon kakao berumur lebihh dari 20 tahun karena ditanam ayahnya. Ia mengadopsi metode sambung pucuk dan sambung samping.
Dia mengenang, dulu saat musim panen puncak di bulan Mei sampai Juni, kebunnya seluas 0,5 Ha hanya mampu hasilkan 10 Kg saja dalam 2 minggu. Kini setelah peremajaan, 2 minggu hasilnya sekitar 70 Kg.
“Saya membuat rorak dan menerapkan semua ilmu yang diajarkan pendamping. Saya juga menanam 100 pohon vanili dan tumbuh subur. Saya harap petani lainnya bisa mencontoh apa yang saya lakukan,” pesannya.
Ketua Kopan Sikap, Rudolfus Ndate paparkan anggota koperasi mencapai 290 petani. Selama 3 bulan Kopan Sikap bersama mitra melakukan kegiatan di lapangan lewat berbagai program.
Petani dilatih sebagai pebisnis, dengan mengubah pola pikir bahwa petani merupakan profesi yang mulia. Mereka dilatih mengelola keuangan berupa pengeluaran dan pendapatan.
“Kebun kakao juga ditanami tanaman lain sebab ketika produksi kakao berkurang maka produksi tanaman lain bisa menjadi sumber pemasukan.Menanam pelindung seperti gamal yang daunnya untuk pakan ternak,” ucapnya.
menarik dibaca : Mengenal Cocoa Doctor, Petani Kakao Penggerak di Sulawesi

Rudolfus menambahkan, petani diajarkan membuat kakao fermentasi sesuai kebutuhan pasar. Produk dari petani di Kopan Sikap dikirim ke pasar ekspor untuk bahan baku coklat dan berbagai makanan ringan/cemilan.
“Setelah aplikasi program selama 3 bulan, kita pertemukan para petani melalui Hari Lapang Tani Kakao agar bisa saling berbagi praktek baik. Setiap tahun kami targetkan membina 250 petani kakao termasuk anak muda,” ungkapnya.
Sedangkan Kadis Pertanian Kabupaten Ende, Marianus Aleksander mengapresiasi pendampingan dari LSM dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan sumber daya petani sehingga bisa melakukan budidaya kakao dan pasca panennya secara baik, sehingga perekonomian rumah tangga petani meningkat.
Bagaimana pun mendapat kualitas kakao yang bagus harus gencar dilakukan oleh semua pihak agar nilai jual meningkat.
“Jangan sampai pengolahan pasca panen diambil alih oleh rentenir atau pihak lain dan bukan oleh petani. Diharapkan agar masuknya Rikolto dan mitra lainnya bisa membuat perubahan dan meningkatkan kesejahteraan petani,” harapnya.
Pendampingan Berkelanjutan
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Flores, Dr. Sri Wahyuni, SP,MSi menyebutkan, secara umum petani kakao di Ende sudah mulai sadar membudidayakan kakao dengan baik berkat sosialisasi semua pihak.
Sri tegaskan, banyaknya petani kakao butuh pendampingan yang intens dan kerja kolaborasi dengan melibatkan semua pihak sehingga perlu diperbanyak pendampingan.
Sebutnya, tantangan terbesar petani kakao yakni soal pemasaran. Kalau pasar tersedia maka petani akan giat menanam. Produk harus memenuhi kualitas dari pembeli.
“Kami di Fakultas Pertanian memiliki komunitas Uma Rema Kelas, kelas kebun yang berkelanjutan. Mahasiswa diberikan bekal untuk mendampingi petani termasuk budi daya sehingga siap saat dibutuhkan dan mengembangkan ilmu pertanian untuk dirinya sendiri serta berdampak kepada masyarakat sekitar,” ucapnya.
baca juga : Mengembalikan Kakao Belanda di Pedalaman Papua. Kenapa?

Marinus sepakat tantangan terbesar petani kakao di Ende yakni soal pendampingan. Ia tegaskan, harus ada peningkatan dari petani kakao tradisional menjadi petani kakao modern yang mengadaptasi teknologi demi meningkatkan produksi dan kualitas.
Menurut Iis pihaknya melakukan penguatan kapasitas bagi Kopan Sikap supaya bisa berperan lebih dan menjadi pemimpin bagi anggotanya. Produksi kakaonya bisa memasuki pasar premium.
Dia tekankan, pertanian harus dikelola sebagai sebuah unit bisnis, bukan hanya pekerjan keseharian petani. Pendampingan teknis oleh tenaga lapangan harus selalu dilakukan agar sumber daya manusianya meningkat.
“Sumber daya manusianya harus diperbaiki, dimotivasi dan mau berubah untuk mengadaptasi teknologi dan perubahan iklim,” pungkasnya.