- Seekor Paus Sperma (Physeter macrocephalus) ditemukan mati terdampar oleh nelayan di di Pantai Panfolok, Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, NTT dengan kondisi kode 4 yaitu sudah mengalami pembusukan tingkat lanjut
- BKKPN Kupang bersama dengan BBKSDA NTT, Polsek Sulamu, Pemerintah Desa Pantulan dan masyarakat melakukan penanganan bangkai paus sperma itu dengan cara dibakar. Pembakaran dipilih karena alat berat jauh dari lokasi dan akses ke lokasi sangat sulit
- Berdasarkan penelitian Benjamin Kahn (2009) dan hasil Pemetaan Partisipatif TNP Laut Sawu (2010), wilayah perairan Laut Sawu khususnya TNP Laut Sawu merupakan koridor penting perlintasan mamalia laut. Di perairan ini ditemukan mamalia laut sebanyak 22 spesies yang terdiri dari 14 spesies paus, 7 spesies lumba-lumba, dan satu spesies dugong.
- Paus sperma merupakan paus terbesar di kelompoknya dengan status sebagai satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1999 dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.79/2018
Memasuki tahun 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, merespon cepat laporan masyarakat mengenai mamalia laut yang terdampar di Pantai Panfolok, Desa Pantulan, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Plt. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Pamuji Lestari dalam rilis KKP, Kamis (6/1/2022) menjelaskan bahwa mamalia laut yang ditemukan merupakan jenis Paus Sperma (Physeter macrocephalus) dengan kondisi sudah kode 4 yaitu mengalami pembusukan tingkat lanjut.
Dari laporan petugas, hasil identifikasi dan pengukuran morfometrik menunjukkan bahwa mamalia laut yang terdampar merupakan jenis Paus Sperma dengan panjang tubuh sekitar 8,7 meter, lebar badan 1,8 meter.
Ia menambahkan, saat ditemukan, kondisi bagian ekor dari paus sperma tersebut sudah tidak ada. Perairan dimana bangkai paus sperma ditemukan masuk dalam Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.
“Perairan tersebut merupakan salah satu habitat atau koridor migrasi mamalia laut sehingga kejadian mamalia laut terdampar acap terjadi di wilayah ini,” sebutnya.
baca : Seekor Paus Sperma Terdampar di Alor. Bagaimana Penanganannya?
Ditemukan Nelayan
Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi kepada Mongabay Indonesia, Kamis (6/1/2022) menjelaskan, Paus Sperma pertama kali ditemukan oleh Oktovianus Lay, seorang nelayan pada Rabu (29/12/2021) pukul 09.00 WITA.
Imam katakan, paus sperma tersebut ditemukan di Pantai Panfolok dan sudah dalam keadaan mati. Nelayan tersebut lalu meneruskan informasi tersebut ke Babinkatibmas setempat yang selanjutnya diinformasikan kepada Tim BKKPN Kupang pada Sabtu (1/1/2022).
Tim BKKPN Kupang kemudian bergerak menuju ke lokasi dan menemukan bangkai berada di muara sungai dengan posisi berada di seberang sungai dan kondisi air laut sedang pasang.
Karena sudah kondisi kode 4, bangkai paus sperma segera ditangani agar tidak menyebarkan penyakit dan menimbulkan bau yang tidak sedap ke warga sekitar.
baca juga : Bangkai Paus Sperma Ditemukan Tanpa Kepala dan Ekor di Sumba Tengah
Tim BKKPN Kupang bersama BBKSDA NTT, Polsek Sulamu, Pemerintah Desa Pantulan dan masyarakat kemudian menanganinya dengan cara dibakar.
“Hasil koordinasi disepakati bahwa bangkai paus dibakar karena merupakan pilihan metode penanganan yang mudah dilakukan di lokasi. Hal ini mengingat akses menuju lokasi yang jauh dan susah untuk dilalui oleh alat berat,” jelasnya.
Pembakaran dilakukan bertahap, karena posisi bangkai yang berada di lokasi pasang surut sehingga proses pembakaran hanya dapat dilakukan pada saat air surut.
Pada kesempatan tersebut, lanjutnya, tim BKKPN Kupang juga menyampaikan sosialisasi tentang jenis-jenis biota laut dilindungi kepada masyarakat.
Paus Sperma merupakan salah satu biota laut dilindungi penuh oleh negara berdasarkan PP No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.79/2018 tentang Rencana Aksi Nasional Konservasi Mamalia Laut.
Dalam Buku Pedoman Penanganan Mamalia Laut di Indonesia disebutkan, apabila saat mamalia laut ditemukan mati terdampar di perairan dangkal maka harus dipikirkan cara membuang mamalia laut tersebut.
Opsi penanganan bangkai dapat dilakukan dengan cara ditenggelamkan di laut (sea burial), dibakar serta ditanam di tanah atau pantai (land burial). Penanganan harus cepat dilakukan karena pada saat mamalia laut mati terdampar,proses dekomposisi sudah terjadi. Proses dekomposisi menyebabkan bakteri yang ada dalam tubuh mamalia laut tersebut menyebar.
baca juga : Seekor Paus Sperma Terdampar di Perairan Timor. Kenapa Sering Terjadi?
Daerah Migrasi
Dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.6/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi NTT tahun 2014-2034 disebutkan, Perairan Laut Sawu yang berbatasan dengan wilayah pesisir barat Timor Leste, merupakan wilayah lintasan arus lintas Indonesia (Arlindo), yang merupakan pertemuan dua massa arus dari Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Perairan Laut Sawu yang panjangnya 600 km dari barat ke timur dan 250 km dari utara ke selatan memiliki sebaran tutupan terumbu karang dengan keragaman hayati spesies sangat tinggi di dunia yang merupakan habitat kritis sebagai wilayah perlintasan 21 jenis setasea, termasuk dua spesies paus langka, yaitu paus biru dan paus sperma.
Perairan Laut Sawu juga merupakan habitat yang penting bagi duyung, ikan pari manta, dan penyu. Disamping itu, perairan Laut Sawu merupakan daerah utama jalur pelayaran di Indonesia. Wilayah ini juga merupakan salah satu instrumen penting dalam rangka mengatasi dampak perubahan iklim, ketahanan pangan dan pengelolaan laut dalam.
Selain sumberdaya hayati yang berada di wilayah pesisir, wilayah Laut Sawu dikenal sebagai daerah migrasi mamalia laut. Berdasarkan data dan informasi Benjamin Kahn (2009) dan Pemetaan Partisipatif TNP Laut Sawu (2010), wilayah perairan Laut Sawu khususnya TNP Laut Sawu mempunyai koridor-koridor penting perlintasan mamalia laut.
Perlintasan-perlintasan tersebut penting artinya terkait dengan upaya pengelolaan wilayah TNP Laut Sawu itu sendiri, sehingga perlu mendapatkan perhatian. Di perairan TNP Laut Sawu ditemukan mamalia laut sebanyak 22 spesies yang terdiri dari 14 spesies paus, tujuh spesies lumba-lumba, dan satu spesies dugong (Ped-Soede, 2002; dan Kahn, 2005).
Secara khusus, Kahn (2005) melakukan pengamatan di Laut Sawu dan menemukan beberapa jenis paus di Laut Sawu antara lain paus sperma (sperm whale), paus pembunuh kerdil (pigmy killer whale), paus kepala melon (melon headed whale) dan paus bryde (Bryde’s whale).
Selain itu ditemukan juga lumba-lumba paruh panjang (spinner dolphin), lumba-lumba totol (pan-tropical spotted dolphin), lumba-lumba gigi kasar (rough-toothed dolphin), lumba-lumba abu-abu (risso’s dolphin) dan lumba-lumba Fraser (Fraser’s dolphin).