Mongabay.co.id

Awal Tahun 2022, Aceh Kembali Terendam Banjir

Lumpur membuat sungai di Aceh Utara menjadi dangkal. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Awal tahun 2022, banjir kembali merendam Provinsi Aceh.

Badan Penanggulangan Bencana Aceh [BPBA] pada Senin [3/01/2022] merilis, banjir merendam  31 kecamatan di tujuh kabupaten/kota yaitu, Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Utara.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Kabupaten Aceh Timur menjelaskan, sebanyak 13.715 warga atau 3.942 kepala keluarga terpaksa mengungsi ke daerah lebih tinggi. Selama delapan kecamatan yang terendam adalah Bireum Bayeun, Indra Makmur, Sungai Raya, Idi Tunong, Rantau Selamat, Rantau Peureulak, Julok, dan Nurussalam.

“Ada yang mengungsi ke fasilitas publik seperti masjid atau mushola dan ada yang mengungsi ke rumah keluarga mereka,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Timur, Ashadi, Senin [03/01/2021].

Dia mengatakan, ketinggian air bervariasi, mulai satu hingga satu setengah meter. Tingginya curah hujan menyebabkan sungai meluap dan banjir meluas.

“Tim BPBD Aceh dan lembaga terkait terus membantu mengevakuasi warga dan melakukan pendataan,” ujarnya.

Idham, warga Kecamatan Rantau Selamat, Kabupaten Aceh Timur mengatakan, banjir di Aceh Timur mulai terjadi sejak 30 Desember 2021.

“Hujan mengguyur beberapa hari. Sungai meluap dan menggenangi permukiman penduduk,” ujarnya.

Banjir di Kabupaten Aceh Timur menelan tiga korban jiwa yaitu Farji [8] warga Seuneubok Buya, Kecamatan Idi Tunong; Muhammad Fiki Rehan [13], warga Desa Beurandang, Kecamatan Ranto Peureulak; dan Hamidah [65] warga Desa Paya Lueng Jalo, Kecamatan Pirak Timu.

Foto Udara: Melihat Langsung Penyebab Banjir di Aceh Utara

 

Pendangkalan sungai di Aceh Utara merupakan satu dari beberapa sebab terjadinya banjir di Aceh Utara. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Di Kabupaten Aceh Utara, bencana ini menyebabkan 32 ribu masyarakat mengungsi. Pelaksana Tugas Kepala BPBD Aceh Utara, Murzani mengatakan, jumlah desa yang terendam sebanyak 113 desa yang tersebar di 15 kecamatan. Dua korban meninggal karena tenggelam.

“Andika [11] warga Desa Meuria, Kecamatan Matangkuli dan M Rafa Alfarisi [6,5] warga Desa Beringin, Kecamatan Samudera,” ujarnya, Selasa [04/01/2022].

Banjir ini menyebabkan Kota Lhoksukon, Ibu Kota Aceh Utara, lumpuh total dan sempat memutuskan jalur transportasi Kota Banda Aceh – Medan, Sumatera Utara.

“Genangan air yang tinggi menyebabkan kendaraan tidak bisa lewat,” tambahnya.

Di Aceh Tamiang, banjir hingga ketinggian dua meter membuat 9.459 jiwa mengungsi. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Aceh Tamiang Syahri mengatakan, masyarakat mengungsi ke tempat lebih tinggi dan mendirikan tenda darurat.

“Pengungsi tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Karang Baru, Bendahara, Banda Mulia, Tenggulun, dan Kota Kuala Simpang. Tim juga mendata korban di Kecamatan Rantau, Kejuruan Muda, Kecamatan Seruway, Manyak Panyed, Sekerak, Bandar Pusaka, dan Tamiang Hulu,” jelasnya.

Baca: Aceh Banjir Lagi, Rusaknya Hutan Masih Jadi Sorotan

 

Banjir bandang yang melanda Aceh Tengah pada pertengahan Mei 2020 lalu. Foto: Istimewa/Badan Nasional Penanggulangan Bencana

 

Banjir dan longsor 

Banjir dan longsor juga melanda Kabupaten Bener Meriah yang berada di wilayah tengah Aceh. Bencana ini terjadi di Kecamatan Permata, Mesidah, dan Syiah Utama menyebabkan sembilan rumah masyarakat rusak parah.

Sri Wahyuni, pegiat lingkungan di Kabupaten Bener Meriah mengatakan, bencana terjadi akibat perambahan hutan dan pembalakan liar yang tidak terkendali.

“Gelondongan kayu yang terbawa bersama air dan lumpur saat banjir bandang merupakan bukti, kegiatan liar ini berdampak buruk terhadap masyarakat,” ungkapnya, Rabu [05/01/2022].

Sri Wahyuni mengatakan, terjadi banjir bandang di Kecamatan Permata salah dikarenakan rusaknya kawasan hutan di Pantan Rebol. “Sejak 2014, kami telah mengingatkan semua pihak, khususnya pemerintah agar tidak merusak kawasan hutan ini.”

Dia mengatakan, pembukaan kawasan hutan di Pantan Rebol dilakukan untuk kebun kentang dalam skala luas. “Kami bersama Jaringan Masyarakat Adat Aceh [JKMA] sudah mengingatkan untuk menjaga lingkungan. Begini dampaknya sekarang,” jelasnya.

Baca: Aceh Tengah Banjir Bandang, Walhi: Kembalikan Fungsi Hutan Sebagaimana Mestinya

 

Perambahan yang terjadi di hutan di Aceh Utara. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Direktur Walhi Aceh Ahmad Shalihin mengatakan, banjir di Aceh merupakan akumulasi dari dampak kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di hulu maupun hilir.

“Harus dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap peruntukan ruang yang telah ditetapkan dalam tata ruang. Misalnya, evaluasi izin hutan tanaman industri dan perkebunan monokultur sawit yang ada di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur,” ujarnya.

Shalihin mengatakan, Pemerintah Aceh berencana merevisi qanun atau peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] Aceh, tahun ini.

“Agenda revisi harus menjawab persoalan banjir  dan bencana alam. Jangan sampai, revisi RTRW Aceh hanya untuk kepentingan beberapa pihak dan abai akan penyelamatan kawasan hutan,” jelasnya.

Kehilangan tutupan hutan memang terjadi di sejumlah daerah. Hasil perhitungan tim Geographic Information System [GIS] Yayasan HAkA tahun 2019 menunjukkan, Kabupaten Aceh Utara kehilangan tutupan hutan mencapai 1.815 hektar. Sementara, Kabupaten Aceh Timur kehilangan 1.547 hektar, diikuti Kabupaten Aceh Tengah [1.924 hektar], dan Bener Meriah [951 hektar].

 

 

Exit mobile version