- Nelayan Desa Riangbaring, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, NTT menemukan seekor lumba-lumba hidung botol mati terdampar di Pantai Werabopore. Lumba-lumba tersebut ditangani secara adat sesuai kepercayaan masyarakat setempat
- Dalam publikasi Yayasan Misool tentang Megafauna Laut di Perairan Solor, Flores Timur, NTT hasil pengamatan selama Januari 2016-Oktober 2017, ditemukan megafauna yang mendominasi lumba-lumba sebesar 51%
- Sebanyak tujuh species Cetacea kecil dari keluarga lumba-lumba (delphindae) teridentifikasi ada di perairan Solor yaitu lumba-lumba paruh pendek, gigi kasar, fraser, hidung botol, abu-abu, totol dan Lumba lumba paruh panjang
- Penelitian Yayasan Misool itu juga menemukan lima jenis penyu yang ada di Perairan Solor yakni penyu sisik, tempayan, lekang, belimbing dan penyu hijau, yang didominasi penyu hijau sebesar 36%
Seekor lumba-lumba ditemukan mati terdampar di pantai Werabopore, Desa Riangbaring, Kecamatan Ile Bura, Kabupaten Flores Timur, NTT, Sabtu (29/1/2022).
Lumba-lumba tersebut ditemukan oleh Marselinus Longo Mare dalam keadaan mati di pesisir pantai sekitar pukul 16.30 WITA. Informasi tersebut pun segera disampaikan kepada aparat pemerintah desa dan tokoh adat di kampung tersebut.
Kepala Desa Lewotobi, Kecamatan Ile Bura, Tarsisius Muda kepada Mongabay Indonesia, Minggu (30/1/2022) menyebutkan, lumba-lumba tersebut merupakan lumba-lumba jenis Risco (Grampus griseus).
Tarsisius mengatakan lumba-lumba tersebut memiliki panjang sekitar empat meter dan lebar sekitar satu meter.
Staf Yayasan Misool Baseftin Flores Timur, Monika Bataona berdasarkan informasi dari Kepala Desa Riangbaring, lumba-lumba tersebut ditangani secara adat dengan cara dipotong terlebih dahulu.
Menurut kepercayaan masyarakat adat etnis Lamaholot, bila ada ikan atau mamalia laut berukuran besar mati terdampar maka ada pertanda tertentu, dengan melihat hati atau empedu hewan tersebut. Sehingga hewan itu harus dibedah. Biasanya ketua adat yang bisa membaca pertanda tersebut.
baca : Seekor Lumba-Lumba Mati Terdampar di Flores Timur. Apa Penyebabnya?

Apabila ikan atau mamalia laut tersebut sudah tidak bisa dikonsumsi maka akan dikubur dengan melaksanakan ritual adat terlebih dahulu dipimpin oleh ketua adat.
Sebelumnya, seekor lumba-lumba ditemukan oleh anak-anak mati terdampar di pasir di pesisir pantai Desa Kenere, Kecamatan Solor Selatan, Kabupaten Flores Timur, Kamis (9/9/2021).
Lumba-lumba yang diperkirakan berjenis hidung botol (Tursiops truncates) atau common bottlenose dolphin ini, setelah ditemukan dilaporkan kepada kepala desa. Oleh kepala desa, penemuan tersebut pun dilaporkan kepada Yayasan Misool Baseftin.
Hasil identifikasi, lumba-lumba ini berjenis kelamin betina dengan jumlah gigi 135 dan terdapat luka benturan di tubuhnya. Lumba-lumba ini memiliki panjang 150 cm, panjang ekor 19 cm dan lebar ekor 22 cm.
Lumba-lumba diperkirakan mati akibat terhempas gelombang. Lumba-lumba itu kemudian dikubur oleh kepala desa bersama masyarakat.
baca juga : Melihat Aksi Penyelamatan Penyu dan Identifikasi Lumba-Lumba di Flores Timur

Terdapat Tujuh Jenis
Dalam publikasi Yayasan Misool tentang Megafauna Laut di Perairan Solor, Flores Timur, NTT, disebutkan, selama periode pengamatan berlangsung dari Januari 2016 – Oktober 2017 telah dilakukan sebanyak 263 hari survei, dengan rata-rata 12 hari survei setiap bulannya.
Selama pengamatan berlangsung, komposisi kelompok megafauna laut dari lumba-lumba mendominasi setengahnya (51%) dari total perjumpaan selama 263 hari survei, dimana dugong adalah jenis megafuna laut yang sangat jarang dijumpai (0,5%).
Lumba-lumba sebagai kolompok jenis megafauna yang mendominasi telah tercatat sebanyak 10.574 individu dengan estimasi rata-rata 33 individu sampai dengan 300 individu pada setiap kelompok yang muncul.
Sebanyak 7 species Cetacea kecil dari keluarga lumba-lumba (delphindae) yang telah teridentifikasi selama periode pengamatan berlangsung.
Lumba-lumba tersebut yakni lumba-lumba paruh pendek (Delphinus delphis), lumba-lumba gigi kasar (Steno bredanensis), lumba-lumba fraser (Lagenodelphis hosei), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba abu-abu (Grampus griseus), lumba-lumba totol (Stenella attenuata) dan Lumba lumba paruh panjang (Stenella longirostris).
Selanjutnya, species lumba-lumba secara signifikan didominasi hampir setengahnya oleh lumba-lumba paruh panjang, dimana didapati 144 kali perjumpaan dengan rata-rata kemunculan 44 individu hingga maksimal 300 individu pada setiap kelompoknya.
baca juga : Adakah Paus dan Lumba-lumba di Perairan Laut Sawu NTT?

Sedangkan lumba-lumba paruh paruh pendek menjadi spesies yang sangat jarang dijumpai, dimana selama studi berlangsung hanya 3 kali perjumpaan saja dengan rata-rata 23 individu hingga maksimal 30 individu yang muncul pada setiap kelompoknya.
Berdasarkan studi sebelumnya yang dilakukan oleh Benjamin Khan pada tahun 2005, jenis lumba-lumba paruh panjang memang merupakan spesies yang mendominasi kelompok Cetacea di Perairan Solor (Meliputi Solor-Alor), dimana menyumbang ±28% dari total kemunculan selama studi berlangsung.
Dengan demikian eksistensi dan dominasi dari lumba-lumba paruh panjang ini masih tetap terjadi, meskipun dominasinya telah fluktuatif dengan lumba-lumba totol pada tahun 2001-2002.
Lepaskan Penyu Dewasa
Selain lumba-lumba, perairan Flores Timur menjadi tempat perlintasan paus dan dugong. Jenis ikan hiu paus dan pari manta yang dilindungi pun kerap terkena jaring atau pukat nelayan dan mati.
Yang paling banyak terkena jaring hanyut (gillnet) yakni penyu. Banyak sekali kasus penyu terkena jaring nelayan terutama di perairan Pulau Solor.
Ketua Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Jalur Gaza, Wilhelmus Wokadewa Melur kepada Mongabay Indonesia, Selasa (25/01/2022) mengatakan, dua nelayan di Desa Sulengwaseng bernama Konelius Ileama Kaha dan Alfonsius Narantake Kaha menemukan penyu tersangkut di jaringnya, Senin (24/01/2022).
baca juga : Penyu Belimbing Sering Terjaring Nelayan di Kupang. Dimana Saja Habitatnya di NTT?

Dua nelayan tersebut kemudian melaporkan tersangkutnya penyu hijau itu kepada Wilhelmus. Kedua penyu itu berhasil dibebaskan dari jaring dengan susah payah. Meski jaring nelayan rusak dan harus dijahit sendiri.
“Nelayan di Pulau Solor rata-rata sudah mengetahui adanya ikan dan mamalia laut yang dilindungi tidak boleh dikonsumsi meskipun sudah mati. Biasanya bila terkena jaring, mereka selalu menyampaikan kepada anggota Pokmaswas,” ujarnya.
Wilhelmus menjelaskan, penyu tersebut merupakan jenis penyu hijau dewasa. Keduanya berukuran hampir sama yaitu panjang sekitar 75 cm dan lebar 45 cm.
Kedua penyu tersebut pun berhasil dilepas kembali ke laut pantai selatan Pulau Solor tepatnya di Lakun Rua.Pelapasan dilakukan oleh Ketua Pokmaswas jalur Gaza bersama kedua nelayan pemilik pukat yang terjaring penyu.
baca juga : Belasan Tahun Menghilang, Penyu Belimbing Muncul Kembali di Pantai Paloh

Sementara itu, untuk tahun 2022, pelepasan tukik di Flores Timur pertama kali berlangsung di Desa Lewotobi, Kecamatan Ile Bura.Bila sebelumnya tukik selalu dilepas oleh 2 Pokmaswas di Pulau Solor yakni Jalur Gaza dan Pedan Wutun.
Kepala Desa Lewotobi, Tarsisius Muda menyebutkan pelepasan tukik sebanyak 25 ekor tersebut dilakukan di Pantai Nara, Desa Lewotobi.
Tarsisius menyebutkan, pelepasan tukik berlangsung pukul 17.55 WITA oleh nelayan yang menemukannya, Bonefasius Dulu Witi.
Dalam penelitian Yayasan Misool disebutkan ada lima jenis penyu yang ditemukan di Perairan Solor yakni penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta carretta), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Kemunculan penyu hijau secara signifikan mendominasi komposisi penyu di Perairan Solor dengan prosentase 36% dari 112 kali total perjumpaan kelompok penyu selama penelitian berlangsung tahun 2016-2017.