- Nelayan lokal dengan alat tangkap tradisional di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara mengeluhkan aktivitas kapal ikan bertonase besar dari luar Malut masuk sampai wilayah pulau-pulau di daerah tangkapan mereka, sehingga mereka semakin sulit memperoleh ikan tangkapan
- Mereka meminta ketegasan pemerintah untuk menangani masalah perikanan tangkap dari kapal-kapal tersebut yang diduga kuat tidak berizin agar tidak terjadi konflik dengan nelayan setempat
- Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Halmahera Tengah telah berulangkali menyampaikan masalah tersebut kepada DKP pemprov Malut dan kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP
- PSDKP KKP pada Sabtu (12/2/2022) telah menertibkan 10 kapal perikanan Indonesia yang beroperasi tidak sesuai aturan di Perairan Halmahera dan Banggai. Informasi di lapangan menyebutkan ada 13 kapal ikan yang ditangkap, dimana 10 kapal ditangkap di perairan Halmahera Tengah dan telah dibawa ke Pelabuhan Perikanan Bastiong, sementara 3 kapal ada di Pulau Bacan Halmahera Selatan.
Nelayan lokal dengan alat tangkap tradisional di Kabupaten Halmahera Tengah, provinsi Maluku Utara mengeluhkan aktivitas kapal ikan bertonase besar masuk sampai wilayah pulau-pulau di daerah tangkapan mereka.
Nelayan lokal yang biasa menangkap ikan pelagis kecil semakin sulit memperoleh ikan tangkapan karena mencurigai ikan-ikan di wilayahnya telah habis diambil salah satunya oleh kapal-kapal besar dari luar wilayah Maluku Utara itu.
“Kami sempat ada masalah dengan kapal bertonase besar itu. Seminggu lalu ada kapal yang hampir saja menghantam jaring ikan julung yang kami pasang. Kami tidak tahu kapal itu dari mana. Tetapi banyak informasi di lapangan menyebutkan kapal-kapal ikan besar itu asalnya dari Bitung, Sulawesi Utara. Mereka masuk menangkap ikan sampai dekat pulau membuat kami nelayan lokal terusir,” ujar Junaidi Mashur nelayan asal Weda, Halmahera Tengah, minggu lalu.
Dia cerita, nelayan Halmahera Tengah saat ini menghadapi dua masalah serius. Pertama masuknya kapal ikan besar dari luar Maluku Utara dengan armada tangkap lengkap. Kedua aktivitas kapal pengangkut ore tambang nikel yang berseliweran di laut Halmahera Tengah yang terkadang parkir di wilayah tangkap sehingga nelayan tak bisa menangkap ikan.
Jika terus dibiarkan, nelayan kecil tidak bisa lagi menangkap ikan. Bahkan dikhawatirkan ada konflik, jika tidak segera diatasi.
“Kami minta agar ada perhatian serius pemerintah dalam mengatasi hal ini,” keluh Junaidi.
Dia mempertanyakan izin kapal ikan luar yang masuk ke laut Halmahera Tengah. Semestinya mereka yang punya izin dengan armada besar, tidak masuk wilayah tangkap nelayan kecil. Sementara jika tidak punya izin, mestinya pemerintah daerah mengusir kapal-kapal ini.
“Sebagai nelayan kecil dengan alat tangkap tradisional merasa sangat terancam masa depan kami,” keluhnya.
baca : Dilema Nelayan Jambula : Tangkapan Ikan Tuna Makin Kecil dan Menjauh
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Halmahera Tengah Mufti Murhum pada Jumat (18/2) mengatakan sejak 2019, pihaknya telah berulangkali menyampaikan masalah tersebut kepada DKP pemprov Malut dan pemerintah pusat melalui kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Laporan ini langsung ditanggapi dan pernah dilakukan penangkapan kapal ikan dari luar Malut. Pada 2021 lalu pernah ditangkap beberapa kapal
“Proses di Pengadilan Negeri Bacan Halmahera Selatan. Sayang proses hukumnya kita tidak ketahui, apakah mereka dihukum penjara atau dibebaskan,” jelas Mufti.
Karena itu, pihaknya minta jika ada kapal yang masuk melewati wilayah tangkap harus diproses secara terbuka dan tuntas sehingga publik juga tahu pasti.
“Kita menantang KKP terutama PSDKP membukanya agar kita tahu aturan apa yang mereka langgar. Jangan setelah itu kasus hilang tidak tahu kemana,” ujarnya.
Soal kapal ikan dari luar Maluku Utara, terbaru kata Mufti, ada penangkapan 13 kapal oleh PSDKP. “Laporan secara tersurat kami belum terima. Informasi ini kami dapat dari staf PSDKP di Ternate, yang menyampaikan bahwa ditangkap 13 kapal di laut Halmahera Tengah. Hal ini juga sudah dipublikasi di media,” ujarnya.
Pihaknya mengaku mengapresiasi PSDKP KKP yang mengamankan kapal- kapal ikan ini. Sebab setidaknya menjawab keresahan nelayan di Halmahera Tengah saat ini.
baca juga : Ikan Napoleon yang Makin Langka di Laut Maluku Utara
“Kami juga menantang pihak PSDKP agar menuntut para pelakunya sampai ke pengadilan dan kasus ini dikawal tuntas. Pertanyaan kami kapal- kapal ini apakah punya izin atau tidak. Kalau tidak punya izin berarti melakukan aktivitas secara illegal. Harusnya mereka hanya tangkap ikan di atas 12 mil dan punya cek point pelabuhan sendiri bukan masuk ke kampung. Itu berarti tidak hanya menangkap ikan tetapi ada dugaan aktivitas illegal lain ikut dilakukan,”katanya.
Aktivitas mereka sangat merugikan nelayan lokal Halmahera Tengah karena mereka pasang rumpon dari pulau Mor, Gebe sampai Widi di Halmahera Selatan yang menutupi area masuk ikan tuna maupun pelagis kecil sampai ke daerah yang bisa ditangkap nelayan kecil.
13 Kapal Asal Sulut Diamankan
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan nelayan 13 kapal ikan asal Sulawesi Utara yang diamankan kapal patroli Ditjen PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di laut Halmahera Tengah diduga kuat melanggar zona wilayah izin penangkapan ikan dan melakukan alih muatan serta surat izin penangkapan ikan yang telah jatuh tempo.
Penangkapan ini dilakukan oleh kapal pengawas Dirjen PSDKP Paus 01 di perairan Halmahera Maluku Utara karena melanggar zona atau wilayah penangkapan. Dalam hasil pemeriksaan dua kapal diduga melakukan transshipment atau alih muatan di tengah laut. Untuk proses selanjutnya 10 kapal dibawa ke PSDKP Ternate dan diparkir di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate. Dari 13 kapal 10 kapal ditangkap di perairan Halmahera Tengah dan telah dibawa ke Pelabuhan Perikanan Bastiong, sementara 3 kapal ada di Pulau Bacan Halmahera Selatan.
Kepala Seksi Pengawasan DKP Maluku Utara Abdullah Togubu, Rabu (16/2/2021) mengakui mendapatkan laporan perkembangan penangkapan. “Kami belum mendapatkan informasi secara tersurat mengenai masalah ini,” ujarnya.
baca juga : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur
Staf Pengawasan PSDKP wilayah Halmahera Selatan Puji Winarso saat dihubungi Mongabay pada Sabtu (19/2) mengakui ada 13 kapal yang ditangkap. 3 kapal ada di Bacan, sementara 10 kapal saat ini ditarik masuk ke Pelabuhan Perikanan Bastiong Ternate Maluku Utara. “Informasi awalnya begitu, agar lebih jelas nanti ditanyakan ke bidang pengawasan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Ternate,” katanya.
Rizky Jatry dari Kantor Satwas PSDKP Ternate saat ditemui di kantornya Senin (21/2/2022) mengatakan kasus tersebut masih dalam penyelidikan PSDKP pusat. “Kalau sudah selesai kita undang media untuk sampaikan secara terbuka. Jadi tunggu saja,” katanya singkat.
Senada soal ini, Kepala Stasiun Pengawasan PSDKP Ambon Abdul Quddus mengatakan agar menunggu proses penyidikan yang masih berjalan. “Nanti kami undang media menyampaikan jika sudah selesai penyidikan oleh tim PSDKP,” katanya singkat.
Sebelumnya, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Adin Nurawaluddin dalam keterangan resmi KKP, Sabtu (12/2/2022) menjelaskan KKP menertibkan 10 kapal perikanan Indonesia yang beroperasi tidak sesuai aturan di Perairan Halmahera dan Banggai.
Adin menegaskan pengamanan terhadap kapal ikan Indonesia ini merupakan bukti KKP sangat serius mempersiapkan program penangkapan ikan terukur operasi untuk mendorong kepatuhan kapal perikanan Indonesia.
perlu dibaca : Beleid ini Bakal Memaksa Pemilik Kapal Perikanan Patuh pada Aturan
10 kapal yang ditangkap terdiri dari 9 kapal yang diamankan Kapal Pengawas (KP) Paus 01 di wilayah Perairan Halmahera yaitu KM Indo Marina 8, KM Indo Marina 10, KM Cancer 78, KM Teguh Jaya, KM Yasin 04, KM Mulia Jaya 6, KM Teguh Jaya 8, KM Yasin 09, dan KM Asmoro Jaya 8. Sedangkan KP Hiu Macan 06 mengamankan KM Budi Harapan 09 di Perairan Banggai.
Dalam penangkapan yang dilakukan oleh KP Paus 01 tersebut, diketahui 7 kapal beroperasi tidak sesuai dengan daerah penangkapan ikan (DPI). Sedangkan 2 kapal lainnya diindikasikan melakukan alih muatan (transhipment) tidak sesuai ketentuan, dan satu kapal habis masa berlaku Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).
“Untuk 7 kapal yang kami amankan karena beroperasi di luar wilayah operasinya merupakan penegasan bahwa penangkapan terukur salah satunya harus di wilayah yang sesuai izinnya,” tegas Adin. Lebih lanjut, 9 dari 10 kapal tersebut saat ini telah dilakukan ad hoc ke Satwas SDKP Ternate, sedangkan satu kapal lainnya diproses di Satwas SDKP Banggai. “Seluruh kapal saat ini sedang kami lakukan pemeriksaan lebih lanjut,” pungkas Adin.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono telah mencanangkan pemberlakuan penangkapan ikan terukur pada tahun 2022. Dalam skema tersebut akan ditetapkan zona dan pembagian kuota penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Kuota penangkapan ikan tersebut dialokasikan untuk nelayan lokal/tradisional, sementara sisanya dibagikan untuk kepentingan industri dan juga untuk hobi, pelatihan dan penelitian.