- Tempat sampah liar di bantaran Kali Cikarang Bekasi Laut, ditutup setelah beroperasi ilegal sekitar delapan tahun dan mencemari lingkungan sekitar.
- Satu orang pengelola tempat sampah ilegal ini pun ditahan. Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, pelaku berinisial ES menjadi tersangka. Selama ini, ES pengelola atau koordinator TPS ilegal ini. Kini, ES ditahan di rutan Bareskrim Polri.
- Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, penetapan tersangka pada kasus tempat pembuangan sampah ilegal ini hendaknya jadi pembelajaran dan peringatan bagi pengelola sampah ilegal maupun pemerintah daerah.
- Bella Nathania, peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, pemerintah daerah sangat berperan dalam kebijakan pembatasan plastik sekali pakai. Sejauh ini, baru 75 kabupaten/kota dan dua provinsi yang mengadopsi kebijakan pembatasan plastik sekali pakai dari 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi.
Lingkungan sekitar termasuk perairan tercemar tumpukan sampah di bantaran Kali Cikarang Bekasi Laut. Direktorat Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bergerak, tempat sampah liar ditutup, dan menetapkan satu orang tersangka, yang mengkoordinir pembuangan sampah ke tempat ini.
Tempat sampah ilegal di Desa Sumberjaya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi ini terus bertambah sejak 2014. Kini, luas tumpukan sampah mencapai 3,6 hektar dengan volume timbunan sampai 508.775,9 meter. Delapan tahun dibiarkan, akhirnya tempat pembuangan sampah liar ini ditutup.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana Direktorat Jenderal Penegakan Hukum, KLHK mengatakan, pelaku berinisial ES menjadi tersangka. Selama ini, ES pengelola atau koordinator TPS ilegal ini. Kini, ES ditahan di rutan Bareskrim Polri.
“Kami tetapkan saudara ES sebagai tersangka, dia berperan sebagai penanggung jawab kegiatan itu,” katanya, dalam temu media daring 25 Februari lalu.
TPS ini sudah beroperasi bertahun-tahun, dari 2014 sampai Januari 2022. Ada dua lokasi timbunan sampah ilegal ditemukan, yakni, di samping sungai dan dibatasi dengan jalan tol yang masih belum beroperasi. Tumpukan sampah ini menyebabkan banjir dan pencemaran air sungai.
Tindakan pelaku, katanya, mengakibatkan terlampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut maupun kriteria baku kerusakan lingkungan hingga melanggar Pasal 98 dan Pasal 99 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pelaku, katanya, terancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp15 miliar.
Penanganan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang menyebutkan ada TPS liar sepajang tiga km di Bantara Sungai Cikarang Bekasi Laut. Pejabat pengawas LHK meverifikasi pengaduan dan pemeriksaan ke lokasi.
Tak hanya menindak tersangka, pengawas pun mengambil sampel untuk menganalisa pencemaran sampah yang sudah terjadi sejak lama.
“Kami akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk melibatkan ahli dan instansi teknis untuk mendalami perkara guna memperkuat strategi penyidikan dan pemulihan lingkungan.”
Berdasarkan peta rencana pola ruang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 12/2011 tentang RTRW Kabupaten Bekasi 2011-2031 menunjukkan, TPS ilegal berada di area sempadan Sungai Cikarang Bekasi Laut. Ia bagian dari daerah aliran sungai (DAS) Citarum.
Menurut Yazid, mereka tidak akan berhenti di tempat pembuangan sampah ilegal di Kabupaten Bekasi ini, tetapi akan melakukan penegakan hukum terhadap pengelolaan sampah yang diduga mencemari lingkungan di wilayah lain.
“Saat ini Gakkum KLHK sudah menengarai ada beberapa lokasi TPS yang berpotensi mencemari lingkungan.’’
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK mengatakan, DAS Citarum ini merupakan sungai prioritas pemulihan berdasarkan Perpres Nomor 15/2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.
“Pengelolaan sampah dengan cara open dumping, dibuang langsung tanpa dikelola dan ilegal adalah dilarang dan merupakan kejahatan, tindak pidana,” kata Roy, sapaan akrabnya.
Baca: Kurangi Sampah Plastik dengan Membangun Budaya Isi Ulang
Penetapan tersangka pada kasus pengelolaan sampah ini, dia harapkan jadi pembelajaran dan peringatan bagi pengelola sampah ilegal maupun pemerintah daerah.
Pemerintah Kabupaten Bekasi mengatakan, TPS ini sudah ada sejak 2014 yang menyebabkan tumpukan sampah sepanjang tepi Kali Cikarang Bekasi. Pada Januari lalu, akses kendaraan ke TPS sudah ditutup dan disegel KLHK. Spanduk larangan membuang sampah di TPS itu juga dibikin.
“Solusinya, kalau ini tidak boleh dibuka lagi, memang harus ditutup, diberesi, sampai kita akan cari titik baru,” kata Plt Bupati Bekasi, Akhmad Marjuki, Januari lalu.
Sampah-sampah ini, segera dibereskan dan lahan jadi zona hijau. Sayangnya, penutupan TPS ini bisa menjadi masalah bagi TPA Burangkeng yang sudah kelebihan kapasitas.
Data Koalisi Persampahan Nasional, produksi sampah di Kabupaten Bekasi mencapai 2.700-2.900 ton per hari. Sampah ke TPA Burangkeng hanya 42-45%. Sampah tidak terangkut dibuang ke TPS Cikarang Bekasi Laut dan 114 TPS liar lain di Kabupaten Bekasi. Adapun, tinggi tumpukan sampah di TPA Burangkeng sudah mencapai 30 meter, idealnya tidak lebih dari 20 meter.
Kurangi sampah
Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI)–merupakan kumpulan lembaga non-pemerintah yang fokus terhadap isu lingkungan—mengatakan, transformasi kebijakan sangat penting dalam mendukung pengelolaan sampah berkelanjutan termasuklah tanggung jawab perusahaan terhadap sampah yang mereka produksi.
Kajian AZWI terkait sampah perusahaan menemukan, hanya sekitar 30 perusahaan mengajukan peta jalan pengurangan sampah ke KLHK. Sayangnya, informasi ini belum dapat terakses publik.
AZWI juga memantau perkembangan pembatasan plastik sekali pakai di sejumlah daerah, kebijakan larangan kantong plastik di Jakarta mengurangi 42% sampah plastik dalam enam bulan pertama. Di Bali, mengurangi 57% kantong plastik, 81% sedotan dan 70% busa pada tahun pertama.
Rahyang Nusantara, wakil koordinator AZWI mengatakan, pemerintah memiliki banyak regulasi persampahan, mulai dari UU hingga peraturan daerah. “Napasnya sama pengelolaan sampah itu dari penanganan dan pengurangan. Tapi menurut kami porsi pencegahan sebelum sampah ada itu penting.”
Tak bikin sampah (zero waste), katanya, sangat kompleks karena berhubungan dengan isu strategis, seperti advokasi hulu, plastik sekali pakai, kebijakan kota tanpa limbah, sampah impor dan transisi keadilan.
AZWI mencatat, hanya 9% sampah plastik didaur ulang, 12% dibakar dan 79% berakhir begitu saja di TPA dan lingkungan.
Menurut Rahyang, penanganan sampah plastik tidak cukup hanya dibebankan pada pengelolaan hilir, melainkan pengurangan produksi dari sisi hulu harus jadi prioritas.
Bella Nathania, peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan, pemerintah daerah sangat berperan dalam kebijakan pembatasan plastik sekali pakai.
Sejauh ini, katanya, baru 75 kabupaten/kota dan dua provinsi yang mengadopsi kebijakan pembatasan plastik sekali pakai dari 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi. “Tak ada alasan lain bagi pemda untuk menunda penyusunan kebijakan dalam upaya mengatasi persoalan sampah plastik di daerah masing-masing.”
ICEL meneliti 50 peraturan pembatasan plastik sekali pakai, terdapat 15 peraturan mengadopsi instrumen ekonomi.
“Instrumen ini penting sebagai bentuk penegakan hukum. Instrumen ekonomi ini juga tidak bisa diterapkan sembarangan sebelum ada penguatan instansi atau lembaga sumber daya manusia tiap daerah,” katanya.
AZWI juga mendampingi pengembangan model transformasi zero waste cities, di mana kota mengadopsi kebijakan tanpa limbah, seperti ekonomi sirkular, pengurangan dan penggunaan kembali.
Hingga kini, sudah ada 10 kabupaten/kota tersebar di Jawa, Bali, dan Sumatera yang mengembangkan zero waste cities.
Dalam model ini, sampah dipilah dari sumber dan dikumpulkan serta diolah sedekat mungkin dengan sumbernya melalui teknologi pengomposan di tingkat komunitas.
“Ini membuat sampah yang dibawa ke tempat pembuangan akhir makin berkurang,” kata Fictor Ferdinand, Direktur Harian Yaksa Pelestarian Bumi Bekelanjutan (YPBB).
Baca juga: Cerita Aeshnina, ‘Duta’ Anti Sampah Plastik dari Gresik
*******