- Nelayan Natuna dan pengamat kelautan meminta aturan Permen KP No.18/2022 tentang alat tangkap ikan berupa jaring tarik berkantong harus disosialisasikan lagi setelah ditemukan jaring itu pada kapal KM Sinar Samudra yang ditangkap aparat keamanan
- Perlu upaya untuk membuktikan secara transparan apakah alat perikanan tangkap berupa jaring tarik berkantong itu ramah lingkungan atau malah merusak ekosistem dan biota laut seperti cantrang. Sedangkan KKP menyatakan penerbitan Permen KP No.18/2021 sudah melalui analisis yang matang dan jaring tarik berkantong adalah alat tangkap ramah lingkungan.
- Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, langkah pemerintah mendorong nelayan beralih dari cantrang ke jaring tarik berkantong adalah salah satu bentuk pelanggaran regulasi.
- Perkumpulan Nelayan Mina Santosa menegaskan kapal yang berada dibawah perkumpulannya dari Jawa sudah sesuai aturan pemerintah. Jika, terdapat beberapa kapal yang melanggaran seperti yang terjadi di Natuna, itu adalah oknum.
Pengamat isu kelautan menilai aturan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No.18/2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas Serta Penataan Andon Penangkapan Ikan terutama tentang jaring tarik berkantong perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh nelayan. Nelayan Natuna juga menuntut aturan ini untuk dihentikan sementara sampai mereka betul-betul mengetahui dasar dibuatnya alat tangkap tarik berkantong tersebut.
“Membuat alat tangkap itu tidak mudah dan tidak secepat itu. Kami belum menemukan teori ilmiah tentang alat tangkap ini,” kata Hendri, Ketua Aliansi Nelayan Natuna (ANN) kepada Mongabay Indonesia, belum lama ini.
Hendri curiga alat tangkap jaring berkantong ini hanya akal-akalan pemerintah untuk melegalkan cantrang, yang bertujuan untuk mobilisasi nelayan Jawa ke Natuna. “Dari kasus kapal KM Sinar Samudra banyak kejanggalan alat tangkap itu,” katanya.
Hendri yang juga sebagai Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, meminta alat tangkap jaring tarik berkantong yang dilegalkan dalam Permen KP No.18/2021 itu dihentikan sementara penggunaannya. Sampai semua nelayan, khususnya Natuna diberikan kepastian terkait ramah lingkungan atau tidaknya alat tersebut. “Kalau bisa dimoratorium dulu,” katanya.
Menurut Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan, alat tangkap jaring berkantong perlu dilakukan uji coba dengan cara melibatkan pihak ketiga, salah satunya pakar dari perguruan tinggi. Setelah itu, secara terbuka pemerintah bisa membuktikan alat tangkap terbaru itu ramah atau tidak terhadap lingkungan.
“Jadi bisa membantah kecurigaan-kecurigaan nelayan selama ini. Kalau dari KKP sudah klaim itu ramah lingkungan,” katanya.
baca : Nelayan Natuna Protes Jaring Tarik Berkantong mirip Cantrang
Upaya lain yang harus dilakukan pemerintah, lanjut Suhufan, misalnya meminta kapal cantrang untuk tidak melaut dan memastikan mereka mengganti alat tangkap cantrang menjadi jaring tarik berkantong. Begitu juga meminta kapal cantrang mengurus surat izin baru, pasalnya beberapa tahun belakangan kapal cantrang diistimewakan bisa melaut hanya melalui Surat Keputusan Melaut (SKM) yang dikeluarkan gubernur. “Sekarang kapal itu harus mengurus surat izin baru, seperti Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan lainnya,” katanya.
Terkait Permen KP No.18/2021 tersebut, lanjutnya, perlu ada ketegasan KKP ketika mengimplementasikan aturan tersebut. Dia mencurigai alat tangkap jaring tarik berkantong mirip atau hanya manipulasi dari alat tangkap cantrang yang tidak ramah lingkungan.
Menurut Suhufan, melihat banyaknya jumlah nelayan cantrang tidak tertutup kemungkinan terjadi pelanggaran di laut terhadap Permen KP No.18/2021 itu. Dia berharap, PSDKP dan Polairud memahami aturan Permen tersebut secara detail. “Apalagi alat tangkap jaring tarik berkantong ini hampir sama dengan cantrang yang dilarang pemerintah,” katanya.
Terkait usulan moratorium alat tangkap jaring tarik berkantong, dia melihat moratorium penggunaan alat tangkap berpotensi menciptakan masalah sosial yang baru. Pasalnya, hal ini terkait mata pencaharian setidaknya 600 kapal yang dulu menggunakan cantrang di Indonesia. “Yang jelas kita mendorong penelitian melalui kapal-kapal patroli yang merangkul ahli dari perguruan tinggi, apakah benar alat tangkap itu ramah lingkungan atau akal-akalan melegalkan cantrang,” katanya.
Suhufan meminta nelayan ikut mengawasi kapal-kapal yang suka melanggar aturan melaut. Ia juga menyoroti kasus penangkapan kapal yang terjadi di Natuna. Apalagi nelayan lokal menemukan dua alat tangkap di atas kapal KM Sinar Samudra yaitu alat yang dilarang dan satu lagi diizinkan.
“Ini perlu edukasi kepada pemilik kapal, kita baru menemukan kasus seperti ini, multi alat tangkap di atas kapal satu ada izin satu lagi tidak. Bisa saja secara hukum pemilik kapal ngeles hanya menggunakan alat tangkap yang legal,” katanya.
Aparat harus jujur melihat kasus seperti itu. “Karena nelayan cantrang kita pintar-pintar,” katanya.
baca juga : Tepatkah Operasional Kapal Cantrang Sekarang?
Sedangkan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, langkah pemerintah mendorong nelayan beralih dari cantrang ke jaring tarik berkantong adalah salah satu bentuk pelanggaran regulasi. “Jaring tarik berkantong masih tergolong alat tangkap aktif yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan,” katanya.
Ia melanjutkan, kasus kapal yang membawa cantrang di Natuna sebenarnya sudah lama dikhawatirkan, yakni nelayan melakukan penyimpangan akibat keputusan pemerintah melonggarkan peraturan. Imbasnya, terjadi konflik horizontal antar nelayan di Natuna.
Halim mendesak agar pemerintah merevisi klausul izin penggunaan jaring tarik berkantong dalam Permen KP No.18/2021. “Pemerintah seharusnya memprioritaskan pemanfaatan sumber daya perikanan berbasis alat tangkap ramah lingkungan yang biasa digunakan oleh nelayan lokal,” katanya.
Bantah Jaring Tarik Berkantong Merusak
Perkumpulan Nelayan Mina Santosa Jawa Barat menegaskan kapal yang berada dibawah perkumpulannya dari Jawa sudah sesuai aturan pemerintah. Jika, terdapat beberapa kapal yang melanggar aturan seperti yang terjadi di Natuna, itu adalah oknum. Mereka juga menegaskan, alat tangkap jaring tarik berkantong sudah ramah lingkungan.
Ketua Perkumpulan Nelayan Mina Santosa, Heri Budiyanto membenarkan kapal yang ditangkap Polairud melanggar batas area tangkap di Pulau Subi Natuna merupakan anggota nelayannya.
Heri memastikan, bahwa seluruh kapal yang berada dibawah organisasinya sudah memiliki SIPI dari KKP. Namun, ketika ditemukan ada yang melanggar itu sepenuhnya adalah oknum. “Selama sudah ada SIPI berarti mereka menggunakan jaring tarik berkantong yang sudah legal dari pemerintah,” katanya saat dihubungi dari Batam, Senin (28/2/2022).
Tetapi organisasinya tidak bisa mengawasi setiap kapal yang melaut di laut Indonesia, meski setiap kapal yang berangkat dari Jawa ketika dicek sudah dipastikan menggunakan jaring tarik berkantong. “Saya tidak bisa mengawasi ketika sudah di lapangan,” ujarnya.
baca juga : Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing
Heri membantah, tuduhan jaring tarik berkantong yang disebut nelayan dan para ahli merusak. Menurutnya, alat tangkap jaring tarik berkantong persis seperti cantrang, tetapi tidak sama. “Perbedaan (jaring tarik berkantong dan cantrang) hanya dari kantong. Dulu mata jaring kantong satu inci sekarang jadi dua inci, artinya yang masuk jaring nelayan adalah ikan-ikan besar,” katanya.
Perbedaan selanjutnya, panjang tali selambar jaring tarik berkantong tidak boleh lebih dari 900 meter. “Yang tidak merusak,” katanya.
Ia menegaskan, jaring tarik berkantong disebut tidak merusak terlihat di proses pengoperasian. Jaring yang merusak biasanya ditarik oleh kapal dan menyapu dasar laut. Sedangkan Jaring tarik berkantong diangkat dan kondisi kapal tidak bergerak. “Bahkan nelayan kami menghindari dasar laut karena akan menciptakan kerugian kalau jaring menyangkut karang. Kalau kena karang, kita yang rugi,” katanya.
Heri berharap tidak ada yang mengadu domba antar nelayan Jawa dan Natuna. “Kita semuanya bersaudara, kita sampaikan apa adanya,” katanya.
Jika terdapat satu nelayan yang membuat kesalahan, bukan berarti semua nelayan di Pati melanggar. “Sekali lagi itu adalah oknum, sama dengan aparat kalau ada yang minta-minta itu adalah oknum,” tambahnya.
Heri melanjutkan, selalu menghimbau anggota Perkumpulan Nelayan Mina Santosa tidak melaut di bawah 30 mil dan nelayan diminta menggunakan jaring sesuai aturan pemerintah. “Kami juga minta kepada nelayan Natuna, kalau ada kesalahan kasih peringatan,” katanya.
Sedangkan Sekretaris Ditjen Perikanan Tangkap KKP Trian Yunanda mengatakan, seluruh aturan dalam Permen KP No.18/2021 sudah melalui analisis yang matang dari pemerintah. Jaring tarik berkantong, katanya, adalah alat tangkap ramah lingkungan. “Untuk standarnya silakan dilihat saja di Permen itu,” katanya saat dihubungi, Kamis (24/2/2022).
Ia menegaskan, jika alat tangkap cantrang sudah dimodifikasi menjadi jaring tarik berkantong sesuai dalam Permen, hal itu tidak perlu dipermasalahkan. “Kalau alat (tangkap) sudah dimodifikasi sudah tidak masalah, kalau kapal Natuna (KM Sinar Samudra) itu kan melanggar zona tangkap,” ujarnya.
Trian menegaskan, jika memang terdapat jaring cantrang di atas kapal, silakan proses kepada PSDKP. “Ya kalau ada cantrang, silakan diproses,” katanya.
Dalam Permen KP No.18/2021, pada pasal 6 disebutkan pukat tarik berkantong termasuk jenis alat penangkapan ikan (API) yang diperbolehkan. Dalam permen jaring tarik berkantong diatur sebagai berikut :
Pertama, ukuran mata jaring kantong ≥2 (lebih dari atau sama dengan dua) inci menggunakan mata jaring berbentuk persegi (square mesh), panjang tali ris atas ≤40 (kurang dari atau sama dengan empat puluh) meter, dan panjang tali selambar ≤300 (kurang dari atau sama dengan tiga ratus) meter untuk setiap sisi, dan kapal motor berukuran >5 (lebih dari lima) gross tonnage sampai dengan 10 (sepuluh) gross tonnage pada Jalur Penangkapan Ikan II di WPPNRI 712.
Kedua, ukuran mata jaring kantong ≥2 (lebih dari atau sama dengan dua) inci menggunakan mata jaring berbentuk persegi (square mesh), panjang tali ris atas ≤60 (kurang dari atau sama dengan enam puluh) meter, dan panjang tali selambar ≤900 (kurang dari atau sama dengan sembilan ratus) meter untuk setiap sisi, dan kapal motor berukuran >10 (lebih dari sepuluh puluh) gross tonnage sampai dengan 30 (tiga puluh) gross tonnage pada Jalur Penangkapan Ikan II dan Jalur Penangkapan Ikan III di WPPNRI 712.
Ketiga, ukuran mata jaring kantong ≥2 (lebih dari atau sama dengan dua) inci menggunakan mata jaring berbentuk persegi (square mesh), panjang tali ris atas ≤90 (kurang dari atau sama dengan sembilan puluh) meter, dan panjang tali selambar ≤900 (kurang dari atau sama dengan sembilan ratus) meter untuk setiap sisi, dan kapal motor berukuran >30 (lebih dari tiga puluh) gross tonnage pada Jalur Penangkapan Ikan III di WPPNRI 711 diatas 30 (tiga puluh) mil laut dan WPPNRI 712.