- Ecoton mencatat, sekitar 70 hingga 80 persen sungai di Indonesia dalam kondisi rusak, khususnya di Pulau Jawa.
- Hal ini tidak lepas dari populasi yang meningkat, masuknya investasi dan industri, serta tidak adanya upaya serius dari pemerintah untuk menjaga dan melestarikan sungai.
- Kandungan mikroplastik terdapat juga di sungai yang sangat membahayakan biota air.
- Mikroplastik merupakan serpihan kecil plastik kurang dari 5 mm, bersumber dari sampah plastik maupun popok bekas yang dibuang ke sungai. Mikroplastik ini, berdasarkan penelitian Ecoton, telah ditemukan dalam perut ikan.
Sekitar 30 siswa SMP Negeri 1 Wonosalam, Jombang, Jawa Timur, berkumpul di pinggir Sungai Gogor, Desa Wonosalam, yang merupakan hulu Sungai Brantas dari Gunung Anjasmoro.
Mereka tergabung dalam “Polisi Air” SMP Negeri 1 Wonosalam, bertugas mencari dan mengumpulkan sampel serangga air, sebagai indikator apakah sungai ini tercemar atau tidak.
Menurut Arum Wismaningsih, pendamping “Polisi Air” SMP Negeri 1 Wonosalam, aktivitas biotilik ini dilakukan dua minggu sekali.
“Kami menemukan larva serangga, kepiting, dan siput sungai. Intinya, bila banyak ditemukan biota yang toleran terhadap pencemaran, yang sensitif pencemaran sedikit, perlu diwaspadai bahwa sungai sudah tercemar. Hanya diukur tingkat pencemarannya, berat, sedang, atau ringan,” ungkapnya.
Chelsea Florensia Cantika Putri, siswi kelas 8, SMPN 1Wringinanom yang tergabung dalam “Polisi Air” menambahkan, beberapa jenis serangga air ditemukan mulai warna merah, abu-abu, hijau, dan biru. Untuk biota biru dan hijau, menandakan kondisi sungai masih bersih. Namun, bila banyak biota merah atau abu-abu, tandanya sungai mulai tercemar.
“Banyak serangga warna biru, artinya sungainya masih bersih,” ujarnya awal Maret 2022.
Baca: Ecoton: Pencemaran Sungai Surabaya Meningkat Selama Pandemi
Mereka juga melakukan uji sulfat, nitrat, dan nitrit, pada air sungai. Parameter lain yang diukur adalah TOC, COD, dan TDS. TOC merupakan indikator limbah organik, COD indikator limbah bahan kimia dan detergen, sedangkan TDS kadar ion terlarut dalam air. alami maupun kimia. Dari sampel air yang diambil, tercatat TOC pada angka 5, COD angka 6, dan TDS angka 43.
“TOC dan COD sedikit lebih tinggi dari batas atas yang diperbolehkan. Tapi masih bisa ditoleransi,” ujar Daru Setyorini, peneliti Ecoton.
Dari penelitian laboratorium Ecoton, terbukti adanya kandungan mikroplastik di air sungai Wonosalam.
“Dalam air Kali Gogor ditemukan 27 mikroplastik jenis fiber, 11 filamen, dan 8 fragmen. Totalnya 46 mikroplastik,” ungkap Irkham Maulana, mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo, Madura, yang merupakan bagian tim Ecoton.
Mikroplastik merupakan serpihan kecil plastik kurang dari 5 mm, bersumber dari sampah plastik maupun popok bekas yang dibuang ke sungai. Mikroplastik akhirnya ditemukan dalam perut ikan, serta sejumlah biota air lainnya.
Baca: Kurangi Sampah Pakaian, Komunitas di Mojokerto Jual Baju Bekas Berkualitas
Ekspedisi 68 Sungai
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi, mengatakan kegiatan yang melibatkan masyarakat untuk memulihkan sungai akan menjadi bagian Ekspedisi Sungai Nusantara, yang akan digelar hingga 10 bulan ke depan. Ekspedisi Sungai Nusantara akan menyasar 68 sungai di sejumlah kota di Indonesia, dengan melakukan sensus serangga air, brand audit sampah plastik di sungai, pengamatan mikroplastik, serta uji kualitas air.
“Kami juga akan mendokumentasikan, membuat buku, dan mengabarkan dengan nonton bareng bagaimana sungai-sungai kita sudah rusak, khususnya di Jawa,” ungkapnya, baru-baru ini.
Ekspedisi ini kata Prigi, terkait agenda politik 2024 yaitu pemilihan presiden. Pemimpin Indonesia kedepan perlu melihat sungai sebagai bagian penting kehidupan masyarakat, yang mesti dijaga dan dilestarikan.
“2024 adalah tahun politik. Mulai sekarang kami data dan advokasi kondisi sungai,” katanya.
Baca: Bahaya Mikroplastik! Bukan Hanya Ikan, Manusia Juga Terpapar
Ecoton mencatat, sekitar 70 hingga 80 persen sungai di Indonesia dalam kondisi rusak, khususnya di Pulau Jawa. Hal ini tidak lepas dari populasi yang meningkat, masuknya investasi dan industri, serta tidak adanya upaya serius dari pemerintah untuk menjaga dan melestarikan sungai.
“Padahal, sekitar 84 persen bahan baku air minum masyarakat diambil dari sungai, terutama di Pulau Jawa dan sebagian kota besar lainnya di Indonesia,” ujarnya.
Ekspedisi Sungai Nusantara, kata Prigi, juga bertujuan memproduksi informasi tentang sungai agar masyarakat makin memahami masalah di lingkungannya.
“Sumber pencemaran, kerusakan, dan siapa yang bertanggung jawab harus diketahui. Pemerintah dan wakil rakyat juga harus mengerti, bila sungai dibiarkan rusak maka biaya pemulihannya sangat tinggi,” papanya.