- Cecak jarilengkung papeda dari Kawasi, Pulau Obi, ditetapkan sebagai jenis baru yang telah diterbitkan di Jurnal Herpetologica, edisi 1 Maret 2022.
- Penemuan cecak bernama ilmiah Cyrtodactylus papeda tersebut berasal dari spesimen yang ditemukan tahun 2016 dan 2018 oleh Fata H. Faz dari Institut Pertanian Bogor.
- Awal Riyanto, Peneliti Zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense Pusat Penelitian Biologi Badan Riset Nasional dan Inovasi [BRIN], yang berhasil mengidentifikasi cecak tersebut mengatakan, genetik dan morfologi cecak ini mirip spesies Melanesia yaitu Cyrtodactylus papuensis.
- Penamaan “papeda” merupakan upaya untuk mempromosikan keragaman kuliner nusantara ke dunia.
Cecak jarilengkung dari Kawasi, Pulau Obi, berhasil diidentifikasi oleh Awal Riyanto, Peneliti Zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense Pusat Penelitian Biologi Badan Riset Nasional dan Inovasi [BRIN].
Penemuan cecak bernama ilmiah Cyrtodactylus papeda tersebut berasal dari spesimen yang ditemukan tahun 2016 dan 2018 oleh Fata H. Faz dari Institut Pertanian Bogor.
Cecak papeda, cecak jarilengkung jenis baru ini telah terbit di Jurnal Herpetologica, edisi 1 Maret 2022, 78 [1], 30–39.
Baca: Mengenal Cecak Jarilengkung Hamidy, Spesies Baru dari Kalimantan
Mengutip laman BRIN, Awal Riyanto menjelaskan genetik dan morfologi cecak ini mirip spesies Melanesia yaitu Cyrtodactylus papuensis.
“Bedanya terlihat pada ukuran tubuhnya yang lebih besar, baris sisik besar paha lebih dari satu baris, dan alur precloacal yang dalam pada jantan,” kata Awal, Maret 2022.
Awal menjelaskan, penamaan ”papeda” merupakan upaya mempromosikan keragaman kuliner nusantara ke dunia.
Papeda merupakan nama makanan tradisional dari Maluku dan Papua Barat yang terbuat dari sagu. Sagu ini makanan pokok masyarakat Papua yang menempati wilayah sungai, rawa, pesisir pantai, dan danau.
Awal mengatakan, cecak ini dapat ditemukan pada vegetasi rawa bakau, pinus, dan hutan sekunder yang berasosiasi dengan semak belukar.
“Biasanya aktif dan ditemukan malam hari, antara 30 cm sampai 3 m di atas tanah dan sebagian besar pada batang pohon.”
Analisis molekular mengindikasikan, spesimen Cyrtodactylus dari Pulau Obi masuk dalam kelompok C. marmoratus. Populasi Cyrtodactylus dari Pulau Obi memiliki kekerabatan dekat dengan sampel C. papuensis dari Pulau Buru, Raja Ampat, dan selatan Papua Nuigini.
Tubuh C. papeda memiliki panjang rata-rata sekitar 60,7 milimeter. Bagian dorsumnya cokelat muda, memiliki pola dengan tujuh atau delapan tanda cokelat gelap melintang sempit dan tidak beraturan antara ketiak dan selangkangan.
Sisi punggung ekor bengkok, di bagian dasar memiliki pita gelap menyempit, melebar saat ekor mengecil. Cecak ini memiliki keunikan saat berada di alam maupun ketika diawetkan.
“Semua area berwarna cokelat pucat dengan bagian dorsum bewarna abu-abu, krem, atau kuning kecokelatan, sedangkan supercilium dan canthus berwarna kuning keemasan,” papar Awal
Baca: Cyrtodactylus jatnai, Spesies Baru di Taman Nasional Bali Barat
Penemuan sebelumnya
Sebelumnya, Awal Riyanto dan kolega menemukan cecak jarilengkung jenis baru di Kalimantan. Namanya, cecak jarilengkung hamidy [Cyrtodactylus hamidyi], dengan panjang tubuh sekitar 63 milimeter.
Temuan ini sudah dipublikasikan di Jurnal Zootaxa, edisi 25 Agustus 2021.
Cecak hamidy ini memiliki warna dasar tubuh cokelat, bagian belakang kepalanya terdapat corak semilunar. Ada semacam garis melintang cokelat gelap pada punggungnya yang dibatasi pola jaringan putih. Pada bagian tubuhnya terdapat garis melintang yang terkadang membentuk garis vertebral, sedangkan ekornya cokelat gelap, selang seling dengan warna putih.
Secara morfologi C. hamidyi ini paling mirip sekali dengan C. matsuii. Dua spesies ini didokumentasikan dari dua tempat berbeda, yaitu Nunukan dan Tawau, dengan jarak sekitar 80 kilometer.
Nama Hamidy yang disematkan pada cecak jarilengkung ini merupakan bentuk penghargaan kepada Amir Hamidy, herpetologis terbaik Indonesia. Herpetologis adalah pakar atau ahli yang berfokus dalam bidang keilmuan reptil dan amfibi.
Baca juga: Cicak Jari Lengkung Petani, Spesies Baru di Penghujung 2015
Tahun 2020, Awal Riyanto dan rekan juga berhasil mengidentifikasi cecak jarilengkung di kawasan Taman Nasional Bali Barat [TNBB].
Cecak ini dinamakan Cyrtodactylus jatnai dan sudah dipublikasikan di Jurnal TAPROBANICA Vol. 09, No. 1, Mei 2020.
Cyrtodactylus jatnai pada individu jantan dewasa memiliki ukuran maksimum SVL 66.8 mm, panjang kepala 19.5 mm. warna punggungnya cokelat kekuningan dengan bercak gelap, delapan pasang bercak gelap berbentuk persegi.
Tak hanya itu, tampak juga sepasang bercak gelap membentuk huruf V di bagian belakang kepala. Terdapat garis gelap yang memanjang dari tepi lubang hidung bagian belakang menuju bagian depan dari sisik-sisik kecil yang mengelilingi mata, yang terputus di mata. Kemudian berlanjut hingga ke lubang telinga dan terputus bercak kekuningan di atas telinga.
Cecak ini memiliki 16 buah pita berwarna gelap pada ekor. Terdapat bintil bintil pada lipatan sisi tubuh dengan dua hingga tiga baris bintil kuning yang letaknya bersebelahan dengan lipatan sisi tubuh. Jantan memiliki lubang femoro-precloacal, sementara betina tidak punya. Panjang ekornya 82.5 mm.
Dari identifikasi, Cyrtodactylus jatnai sangat persis dengan jenis Cyrtodactylus batucolus di Pulau Besar, Malaysia. Mirip juga dengan Cyrtodactylus darmandvillei di Pulau Flores dan Kalao, Indonesia; Cyrtodactylus jellesmae di Pualu Sulawesi, Indonesia; Cyrtodactylus kimberleyensis di Pulau E. Montalivet, Australia; Cyrtodactylus petani di Pulau Jawa, Indonesia; Cyrtodactylus sadleiri di Pulau Christmas, Australia; dan Cyrtodactylus seribuatensis di Pulau Seribuat, Malaysia.
Namun jenis yang paling dekat secara morfologi dan filogeni adalah Cyrtodactylus seribuatensis dari Malaysia [Pulau Seribuat] dengan ukuran maksimum SVL 75 mm [vs 66.8], supralabial 8-13 [vs 9-11], dan infralabial 7-10 [vs 8 dan 9] dan sama-sama memiliki bintil pada bagian kepala.
Menurut Awal, nama cecak jarilengkung jatnai ini terinspirasi dari nama ahli konservasi, ekologi, dan primatologi, yaitu Profesor Jatna Supriatna, yang lahir di Bali.
“Dia adalah “The Conservation Warrior of Indonesia” untuk konservasi keanekaragaman hayati Indonesia,” tegasnya.