- Data estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) terakhir dipublikasikan oleh Pemerintah Indonesia pada 2016 dan 2017. Selama kurun waktu setelahnya hingga 2021, tidak ada data terbaru yang dilakukan melalui proses riset mendalam dengan menggabung metodologi rumit
- Setelah lima tahun, pada 2022, Pemerintah kembali mempublikasikan data estimasi potensi SDI yang dihasilkan melalui proses riset dengan menggunakan metodologi rumit. Salah satunya, menggunakan standar internasional
- Hasil dari riset tersebut kemudian disahkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
- Walau sudah jauh lebih baik, namun data yang disajikan dinilai masih terbatas. Diharapkan itu bisa diperbaiki di masa mendatang, sehingga bisa disajikan lebih detail berdasarkan spesies ikan, dan bukan lagi berdasarkan kelompok
Pengumpulan dan penghitungan data stok ikan terbaru yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada 2022, diklaim menjadi tahapan paling kompleks namun akurat. Proses tersebut dinilai menjadi tahapan terbaik selama pengumpulan dan penghitungan data stok ikan dilakukan dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan hasil akhir dari proses penghitungan data, stok ikan pada 2022 resmi berjumlah 12,01 juta ton. Angka tersebut menjadi paling mutakhir dibandingkan data stok ikan sebelumnya yang dirilis pada 2016 dan 2017 oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pengumpulan dan penghitungan data dipimpin langsung oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber daya Ikan (Komnas Kajiskan) dengan menggabungkan semua data yang sudah ada sejak 2005 hingga 2020. Penghitungan dilakukan terhadap estimasi potensi sumber daya ikan (SDI), jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan (JTB), dan tingkat pemanfaatan SDI.
Ketua Komnas Kajiskan Indra Jaya memaparkan, untuk mendapatkan jumlah akhir data stok ikan nasional 2022, tim menggunakan tiga metodologi berbeda yang memiliki akurasi sangat tinggi. Ketiganya adalah data set, metode dan analisis, serta output.
Rinciannya, metode data set terdiri dari data catch and effort yang mencakup data perikanan tangkap selama periode 2005-2016, dan onedata yang dimiliki KKP. Kemudian, metode data set juga menggunakan data biomassa dan sebaran.
Itu mencakup data fisheries hidroakustik hasil riset Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) yang berasal dari periode 2015 hingga 2020 dan dilakukan pada 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Data set juga menggunakan data biologi parameter populasi yang mencakup data hasil riset kajian stok sumber daya ikan oleh BRPL dari periode 2017 hingga 2019.
Metode kedua, adalah metode dan analisis yang mencakup analisis catch and effort, di dalamnya ada Equilibrium-BDM dari Schaefer (1954); Deterministic Non-Equilibrium-BDM dari Haddon (2011); dan Stochastic Non-Equilibrium-BDM dari Prager (1994). Kemudian, juga dari Estimator Gracia (Gracia et al. 1989).
Terakhir, metode output mencakup penghitungan angka potensi sumber daya ikan (maximum sustainable yield/MSY) pada sembilan kelompok jenis ikan di per WPPNRI, JTB per kelompok jenis ikan per WPPNRI, dan tingkat pemanfaatan SDI per kelompok jenis ikan per WPPNRI.
baca : Laut Arafura Jadi Panggung Pertunjukan Utama Penangkapan Ikan Terukur
Penggunaan ketiga metode tersebut, menjadikan hasil akhir dari data stok ikan menjadi sangat akurat dan dijamin lebih baik dibandingkan penghitungan yang sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Dari tiga metode itu juga, JTB bisa diputuskan sebanyak 8,6 juta ton per tahun.
Data terbaru itu kemudian disahkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2022 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan, Jumlah Tangkapan Ikan yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
“Penetapan estimasi potensi ikan ini lebih baik, karena menggunakan metodologi penghitungan yang semakin baik pula, untuk mendukung implementasi program pengelolaan perikanan berkelanjutan, salah satunya kebijakan penangkapan terukur,” ungkap Indra Jaya pekan lalu di Jakarta.
Sesuai Kepmen KP tersebut, estimasi potensi dibagi ke dalam sembilan kelompok SDI, yaitu ikan demersal, ikan karang, pelagis kecil, cumi, udang penaeid, lobster, rajungan , kepiting, dan pelagis besar.
Dia menerangkan, untuk bisa menghasilkan data akhir yang akurat dan bisa dipertanggung jawabkan, ada proses pengumpulan data yang dilakukan oleh para peneliti dari berbagai sumber. Sebut saja, dari survei dengan kapal riset, oberserver, dan memanfaatkan statistik perikanan.
Setelah itu, data kemudian diproses dan dianalisis dengan menggunakan sejumlah model pengkajian stok SDI yang ada. Dari proses tersebut, kemudian keluar hasil estimasi di semua WPPNRI dan juga per kelompok jenis ikan.
Menurut Indra Jaya, walau sudah ada data terbaru, namun di masa mendatang harus terus dilakukan peningkatan akurasi data dan mengurangi tingkat ketidakpastian estimasi potensi SDI. Untuk itu, diperlukan dukungan kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) dari Menteri KP, agar seluruh pengumpul dan pengolah data di bawah KKP bisa bekerja memadai.
Kemudian, diperlukan juga dukungan bagi pengumpulan data statistik perikanan, riset perikanan atau pengkajian stok SDI, dan operasional data logbook, serta oberserver. Terakhir, data yang sudah dihasilkan beserta rekomendasinya, bisa menjadi dasar untuk pengambilan keputusan dan dasar penyusunan peraturan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
baca juga : Apakah Laut Jawa Masih Potensial untuk Perikanan?
Standar Internasional
Direktur Pengelolaan Sumber daya Ikan KKP Ridwan Mulyana pada kesempatan yang sama menjelaskan, penghitungan potensi SDI pada tahun ini jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, karena menggunakan metodologi yang berstandar internasional, yaitu fisheries hidroakustik.
Selain berstandar internasional, penghitungan tahun ini diklaim lebih baik, karena ada sejumlah perbaikan yang dilakukan dan berbeda dibandingkan pada 2016 dan 2017. Sejumlah perbaikan itu, di antaranya adalah data tangkapan ikan yang sebelumnya mengggunakan perikanan pantai, kini sudah berbasis WPPNRI.
“Ada juga penggunaan onedata yang lengkap terintegrasi,” sebut dia.
Khusus untuk data hidroakustik, itu digunakan dalam pengumpulan data biomassa dan sebarannya. Data tersebut diklaim sudah mengikuti standar Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
“Kalau sekarang kan juga ada akustik dengan split sistem. Kalau dulu namanya dual beam, sekarang split beam yang sudah bisa mengetahui jenis ikan,” tambah dia.
Kemudian, melalui Kepmen KP 19/2022, penentuan JTB untuk masing-masing SDI juga memiliki perbedaan dari tahun sebelumnya. Sebelumnya, estimasi potensi di setiap WPPNRI ditetapkan sebesar 20 persen, namun kini tergantung pada kondisi SDI yang dimaksud.
Indra Jaya menyebutkan, jika kondisi potensi SDI di salah satu WPPNRI sudah mengkhawatirkan untuk ditangkap, maka JTB boleh ditetapkan lebih dari 20 persen terhadap potensi SDI yang ada. Kebijakan tersebut disepakati, karena mempertimbangkan kesehatan laut.
Dengan kata lain, Pemerintah mempertimbangkan status ikan jika kondisinya sudah mengalami eksploitasi yang berlebihan, maka tidak akan dipukul rata hingga 20 persen JTB terhadap potensi SDI yang ada.
“Sederhananya begini, kalau ikan itu memang rentan terhadap eksploitasi, biasanya nilai kehati-hatiannya juga lebih besar di atas 20 persen,” ungkapnya.
baca juga : Seberapa Banyak Potensi Stok Ikan di Perairan Selat Malaka?
Perlunya dilakukan spesifikasi data estimasi potensi SDI berdasarkan jenis ikan, karena saat ini masih ada penyajian data dilakukan berdasarkan pengelompokan ikan. Misalnya, ada kelompok ikan pelagis besar, pelagis kecil, demersal, dan ikan karang. Kemudian, jenis ikan yang masuk penghitungan juga harus diperbanyak.
Oleh karena itu, pada masa mendatang, penguatan dan penambahan jenis komoditas akan terus dilakukan. Meskipun, sampai sekarang untuk kelompok jenis ikan masih ada yang belum lengkap, seperti kelompok lobster dan kepiting.
Secara keseluruhan, pengesahan hasil riset tentang estimasi potensi dan JTB SDI akan mendukung penerapan program prioritas yang dilaksanakan mulai 2022, yakni kebijakan penangkapan ikan dengan terukur.
Angka estimasi potensi dan JTB menjadi dasar bagi KKP untuk menentukan jumlah kuota penangkapan yang akan diberikan kepada nelayan lokal, industri dan juga nonkomersial. Mengenai kuota penangkapan ini, Ridwan pun memastikan utamanya untuk nelayan lokal.
Tentang penggunaan metode pengumpulan dan penghitungan data, serta instrumen yang dipakai, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran Yudi Nurul Ikhsan menyebut bahwa itu patut untuk mendapatkan apresiasi.
Menurut dia, data estimasi potensi SDI yang dihasilkan dari proses tersebut menjadi sangat penting karena bisa mendukung tata kelola perikanan berkelanjutan. Utamanya, jika kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota mulai diterapkan nanti.
“Khusus untuk penangkapan terukur, perlu juga data terbaru jumlah kapal nelayan lokal di seluruh Indonesia sesuai gros ton-nya. Sebab, pihak yang menjadi prioritas mendapat kuota penangkapan adalah nelayan lokal,” tegas dia.
Dalam penilaian Yudi, kebijakan penangkapan terukur adalah kebijakan yang bagus karena bisa dipertanggungjawabkan. Dengan dukungan data estimasi potensi SDI yang baru disahkan, kebijakan tersebut akan bisa menjaga kelestarian sumber daya perikanan di laut.
baca juga : Lumbung Ikan Nasional Manjakan Industri Skala Besar?
Setelah data SDI ada dan mutakhir, langkah berikut yang perlu dilakukan adalah menghitung berapa jumlah kapal perikanan yang ada saat ini dengan ukuran dari mulai di bawah 30 gros ton (GT) hingga di atas 30 GT.
“Dari situ nanti kita bisa mengukur juga, kalau perikanan terukur ini diterapkan kemudian kontraknya diberikan kepada nelayan lokal, apakah SDI itu terpenuhi? Apakah akan habis dimanfaatkan atau tidak? Kalau misalnya ada sisanya baru kemudian diberikan untuk di luar nelayan lokal,” terangnya.
Walaupun sudah mendapat penilaian jauh lebih baik dibandingkan data serupa yang diterbitkan pada 2016 dan 2017, namun data yang disajikan dinilai masih terbatas. Hal tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Asosiasi Demersal Indonesia Muhammad Mukhlis Kamal.
Keterbatasan data tersebut diharapkan bisa diperbaiki di masa mendatang, sehingga bisa disajikan lebih detail berdasarkan spesies ikan, dan bukan lagi berdasarkan kelompok. Namun diakuinya, untuk sekarang memang yang terbaik adalah data yang ada.
Sebagai informasi, Kepmen KP Nomor 19/2022 ini juga mengamanahkan dilakukannya pengkajian dan telaah secara periodik atas estimasi potensi ikan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di WPPNRI yang telah ditetapkan. Pengkajian dan telaah dilakukan paling sedikit sekali dalam tiga tahun.