- Rajawali Laut Timur mengespor 18 ton ikan kerapu hidup dari Maluku ke Hong Kong. Di triwulan pertama 2021, ekspor ikan sebanyak 19.720 dengan nilai komoditi sebesar Rp6,9 miliar lebih.
- Untuk penghasilan ikan kerapu, PT. Rajawali Laut Timur bekerjasama dengan nelayan-nelayan yang berada di 21 titik, di wilayah Maluku.
- Perusahaan itu menggunakan Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB) yang mempercepat proses ekspor ikan
- Setiap komoditas perikanan yang akan diekspor wajib memenuhi persyaratan negara tujuan, sekaligus mempunyai keunggulan mutu, sehingga dapat diterima di negara tujuan dan mampu bersaing dengan produk perikanan dari negara lain.
Rajawali Laut Timur melakukan aktivitas perikanan dengan mengekspor belasan ton ikan kerapu hidup dari Maluku ke Hong Kong. Ikan kerapu yang diekspor ini dari berbagai jenis, yakni kerapu macan, kerapu hitam, kerapu rajabau, juga kerapu bebek. Sebanyak 18 ton yang diekspor dengan nilai komoditi sebesar Rp4,1 miliar lebih.
Aktivitas ekspor ikan kerapu hidup ini, sebelumnya juga sudah dilakukan oleh perusahaan ikan ini di tahun 2021. Pada 2021 mencapai 81.720 dengan nilai Rp19,9 miliar lebih. Di triwulan pertama 2021, ekspor ikan sebanyak 19.720 dengan nilai komoditi sebesar Rp6,9 miliar lebih.
Jika dibandingkan dengan triwulan pertama di tahun 2022 sedikit mengalami kenaikan volume ekor, yakni sebesar 60,5 persen. Dimana pada triwulan pertama mencapai 31.661 ekor dengan nilai komoditi Rp7,7 miliar lebih.
Daniel Liaw, salah satu fungsionaris PT. Rajawali Laut Timur mengatakan, dokumen ekspornya menggunakan mutu Cara Karantina Ikan yang Baik (CKIB). Dia mengaku, CKIB baru diterima dari pihak Balai Karantina Ikan, Pengedalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Ambon.
“Kita baru saja dapat sertifikat CKIB. Yang sebelumnya agak sulit, karena memang proses CKIB tidak berlangsung dalam sistem yang terbuka,” katanya kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).
baca : Menteri KKP Ubah Kebijakan untuk Tingkatkan Ekspor Ikan Kerapu
Dia mengatakan, sejauh ini pihak Karantina sudah berusaha membantu. Sisi lain, ada tindakan proaktif yang dilakukan perusahaan Rajawali Laut Timur, sehingga berhasil menerima dokumen mutu atau sertifikat CKIB.
“Proses ekspor dengan menggunakan CKIB saat ini berlangsung cepat, tidak seperti sebelumnya. Dulu agak terkendala karena prosesnya berjenjang, sekarang sudah didukung oleh pihak Karantina dan pusat, sehingga semuanya berjalan lancar,” ujarnya.
Untuk proses ekspor kerapu hidup ini, sambung dia, akan berlangsung selama 10 hari dari Indonesia ke Hong Kong. Menurutnya, sebanyak 18 ton kerapu dari berbagai jenis yang diekspor. Setiap jenis kerapu yang diekspor memiliki berat bervariasi, dari puluhan hingga ratusan kilogram.
Untuk penghasilan ikan kerapu, pihaknya bekerjasama dengan nelayan-nelayan yang berada di 21 titik, di wilayah Maluku. Jadi, kata dia, perusahaannya tidak saja membeli, namun juga melakukan pembinaan kepada para nelayan.
“Jadi dimana perusahaan kita masuk, maka kita akan melakukan pembinaan di situ. Nelayan-nelayan awalnya agak merasa kesulitan menjaga ikan tetap hidup, karena itu kita lakukan pembinaan,” katanya.
baca juga : Sinyal Pemanfaatan Berlebih pada Komoditas Sidat, Kerapu, dan Kakap
Biasanya, sambung Daniel, nelayan tahunya hanya memancing, sehingga ikan pun dalam kondisi sudah lemas, stres bahkan bisa sampai mati. Karena itu perusahaan memberikan edukasi agar ikan yang dipancing tetap hidup dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
“Jadi ada 21 titik, tempat kita bekerjasama dengan para nelayan. Di tahun ini kita rencananya akan menaikannya menjadi 51 titik,” terangnya.
Jaminan Kesehatan
Kepala BKIPM Ambon, Muhammad Hatta Arisandi mengatakan, dulunya kalau tidak menerapkan sistem jaminan kesehatan, maka akan melalui proses yang panjang, baru bisa melakukan aktivitas ekspor ikan. Karena harus mengikirim sampel lebih awal, kemudian diperiksa sampelnya dan lain-lain.
Menurutnya, proses untuk pengiriman bisa sampai 7 hari baru bisa dilakukan aktivitas ekspor. Pasalnya harus menunggu dulu, apakah ikan yang mau diekspor terpapar penyakit atau tidak. Namun kalau sudah menerapkan sistem jaminan mutu, katanya, proses ekspor bisa berlangsung cepat, hanya dalam hitungan jam.
“Kalau sudah punya CKIB, tinggal mengajukan permohonan lalu kita cek di lapangan dan langsung diekspor. Untuk memastikan kualitas ikan dalam arti kesehatan dan bebas penyakit, harus menggunakan CKIB, karena sistemnya yang dikontrol,” katanya.
Dia mengatakan, untuk mendapat CKIB prosesnya tidak sulit, karena menggunakan sistem online. Tinggal diajukan permohonannya, lalu Tim BKIPM melakukan verifikasi kelengkapan dokumen.
Namun dia memastikan, sejauh ini ikan-ikan di Maluku sehat dan bermutu tinggi. Meski begitu di keramba-keramba, ada ikan-ikan yang dipisahkan.
“Kalau kedapatan ada ikan yang sakit akan disekat atau dipisahkan ke keramba khusus. Sudah ada regulasi dan itu diatur oleh negara, sehingga harus benar-benar bermutu dalam hal kesehatan,” ungkapnya.
baca juga : Menjaga Kelestarian Rajungan, Kakap, dan Kerapu
Menurutnya, setiap komoditas perikanan yang akan diekspor wajib memenuhi persyaratan negara tujuan, sekaligus mempunyai keunggulan mutu, sehingga dapat diterima di negara tujuan dan mampu bersaing dengan produk perikanan dari negara lain.
Beberapa persyaratan negara tujuan ekspor antara lain, ikan harus bebas hama dan penyakit ikan (HPI) tertentu, Unit Usaha Pembudidayaan Ikan (UUPI) menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti, serta memiliki data kesehatan ikan yang tertelusur.
Berkaitan dengan tuntutan terhadap kesehatan dan kualitas ikan yang diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor maupun impor dan antar area di dalam negeri, BKIPM melalui Pusat Karantina Ikan (PUSKARI) telah mengembangkan cara karantina ikan dengan baik.
CKIB ini, kata dia, merupakan metode yang berisikan standar operasional prosedur (SOP) yang digunakan untuk memastikan bahwa semua tindakan dan penggunaan fasilitas instalasi karantina dilakukan secara efektif, konsisten, sistematis dan memenuhi standar biosekuriti untuk menjamin kesehatan ikan.
Tujuan penerapan CKIB, kata dia, adalah mendorong UUPI melaksanakan manajemen kesehatan ikan yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti pada setiap tahapan produksi budidaya.
Selain itu, pada pencatatan atau pendokumentasian kegiatan, harus dilakukan selama proses produksi hingga distribusi. Melalui penerapan CKIB di UUPI juga, komoditas perikanan yang dihasilkan diharapkan dapat memenuhi jaminan kesehatan ikan, agar daya saing komoditas perikanan yang diekspor meningkat.
baca juga : Demi Keberlanjutan, Tata Kelola Perdagangan Kerapu Dibenahi
Ihwal itu, Sabtu 16 April 2022, BKIPM Ambon menyerahkan sertifikat Instalasi Karantina Ikan (IKI) dan sertifikat CKIB kepada PT. Rajawali Laut Timur.
“Penyerahan sertifikat CKIB di Keramba Jaring Apung (KJA) milik perusahaan ikan ini, merupakan yang pertama kalinya,” kata dia.
Menurutnya, sertifikat IKI dan CKIB ini sangat berguna, dan mempermudah kelancaran usaha perikanan yang dijalankan, karena dapat memangkas waktu layanan ekspor dari 7 hari menjadi 1 hari, bahkan hanya dalam hitungan jam.
“Sertifikasi CKIB merupakan sistem jaminan kesehatan ikan berbasis biosecurity bertujuan untuk mendorong Unit Usaha Pembudidaya Ikan (UUPI) melaksanakan manajemen kesehatan ikan yang baik dengan menerapkan prinsip-prinsip biosekuriti pada setiap tahapan produksi budidaya,” pungkasnya.