- Pondok Pesantren Adduriyah, Dusun Embung Barat Tengah, Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, bikin sumor bor untuk penuhi keperluan air mereka. Setelah bor mencapai 120 meter, air malah bercampur gas.
- Miftahol Munir, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah — masih di bawah naungan pesantren– menuturkan, sumur itu dalam 120 meter berlokasi di sebelah utara gedung pesantren. Pengeboran sumur itu, untuk mengupayakan kebutuhan air santri.
- Mereka tetap akan gunakan air bercampur gas itu karena tak ada sumber lain yang memadai. Kemungkinan akan disaring atau disuling dulu. Air agak asin, dan mengalir normal.
- Peristiwa serupa pernah terjadi di Pamekasan, Dusun Bujudan, Desa Pamoroh, Kecamatan Kadur. Sumur sedalam 110 Meter 24 Desember 2014, semburkan lumpur. Ada juga sumur bor yang menyemburkan lumpur bercampur gas milik warga Dusun Prempengan, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan, Madura, 7 April 2020.
Warga sekitar Pondok Pesantren Adduriyah, Dusun Embung Barat Tengah, Desa Bangkes, Kecamatan Kadur, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, dikejutkan dengan air sumur bercampur gas pada 18 April 2022.
Dalam video yang beredar, warga berdatangan dan sebagian mereka bergantian memancing dengan korek api bahkan ada yang memanggang daging.
“Wah, ini salah satu pertanda di bumi ini ada dingin dan panas. Awas, hati-hati…..Meskipun bisa nyalakan api, tapi air yang keluar tetap dingin. Boleh nih, dicoba buat ambil wudhu dari api ini. Ha…ha….” begitu suara riuh warga di video itu.
Miftahol Munir, Kepala Sekolah Madrasah Aliyah — masih di bawah naungan pesantren– menuturkan, sumur itu dalam 120 meter berlokasi di sebelah utara gedung pesantren. Pengeboran sumur itu, untuk mengupayakan kebutuhan air santri.
Setelah bercampur dengan gas ini, katanya, kalau nyalakan api jarak dekat, air akan menyala seperti bahan bakar.
Dia cerita, pengeboran itu mulai tiga hari sebelum puasa. Sekarang sudah setop karena sudah dapat air. “Airnya bau gas. Warna air sedikit keruh.” Pengasuh pesantren pun mengimbau air itu tidak diminum.
“Sejauh ini, tidak ada kejadian yang sama dekat lokasi. Tapi di desa lain ada kejadian serupa. Bor sudah dihentikan. Meskipun air diniatkan untuk kebutuhan santri di pondok, sampai saat ini belum dipakai untuk mandi, cuci dan kakus (MCK).”
Dia bilang, sejak kejadian, belum ada peninjauan dari instansi terkait.
Abdul Karim, Ketua Bidang Pembangunan Pesantren mengatakan, pengeboran itu dari pesan kiai sepuh, almarhum Kiai Syafiuddin Nahrawi, kepada Kiai As’ad Syafiuddin bahwa kalau mau bor air bisa di lokasi itu. Kebetulan lokasi itu belum ada gedung. Mereka pun ngebor di sana sekitar sebulan dari wafatnya Kiai Syafiuddin.
Anehnya, kata Karim, sapaan akrabnya, sempat ada ikan keluar dari dari boran itu. Air baru keluar normal pada kedalaman sebelum 100 meter. Sedang gas baru diketahui pada kedalaman 120 meter.
“Pondok kami memang kurang air. Sebenarnya, dulu pernah ngebor sana sini, tetap saja hasilnya kurang maksimal. Kalau kemarau, kebutuhan air santri kami alirkan dari tetangga, dari jarak satu km. Itupun tidak memadai.”
Mereka tetap akan gunakan air bercampur gas itu karena tak ada sumber lain yang memadai. “Kemungkinan akan disaring atau disuling dulu. Air agak asin. Air mengalir normal. Air belum dipakai, karena santri juga sedang libur.”
Beberapa hari kejadian, mereka coba memindahkan gas ke kompor dengan bantuan pipa karet. Hasilnya, kompor menyala seperti gas elpiji.
Bukan kali pertama
Peristiwa serupa pernah terjadi di Pamekasan, Dusun Bujudan, Desa Pamoroh, Kecamatan Kadur. Sumur sedalam 110 Meter 24 Desember 2014, semburkan lumpur. Ada juga sumur bor yang menyemburkan lumpur bercampur gas milik warga Dusun Prempengan, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan, Madura, 7 April 2020.
Kejadian lain, warga Dusun Klompek, Desa Pamoroh, Kecamatan Kadur, Pamekasan dikagetkan dengan sumur bor mengeluarkan api, 27 Oktober 2018. Kemudian,sumur bor yang mengeluarkan api setinggi 50 cm di Dusun Bunut, Desa Plakpak, Kecamatan Pegantenan, Kabupaten Pamekasan, Madura, 24 Januari 2020.
Ada lagi, Desa Kertagena Tengah, juga terdapat kandungan gas yang berfungsi dan bisa digunakan sekitar 10 keluarga pada 10 Juli 2011.
Oni Setiawan, Kepala Bidang (Kabid) Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Timur bilang, fenomena serupa sering ditemukan di daratan Kepulauan Madura, baik di Pamekasan, Sampang dan Sumenep. Hal itu, katanya, karena ada potensi gas biogenik dalam jebakan batu gampingan karena rekahan, proses penggalian atau pengambilan air tanah hingga gas merembes keluar bersama air tanah ke permukaan.
“Melihat dari video yang saya dapat, nyala api kecil dan diperkirakan cadangan kecil, bila dibakar akan habis sendiri. Sebaiknya lokasi itu diisolir, jauhkan dari aktivitas warga. Bila perlu, pasang police line demi keselamatan. Segera koordinasi dengan pemerintah di Pamekasan,” katanya 21 April lalu.
Dia tidak bisa memprediksi sampai kapan gas itu bertahan. Mestinya sumur itu tak boleh digunakan karena berisiko menimbulkan bahaya.
“Selain itu, harus juga dipastikan mutu airnya. Semisal air asin dan keruh, maka potensi gas kecil. Dulu, di Sampang semburan gas sampai tujuh meter setelah dibiarkan tiga minggu habis sendiri. Beberapa waktu lalu, di Sumenep tinggi api dua meter sekarang mengecil,” katanya.
Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur mengatakan, fenomena itu masuk situasi berbahaya bagi keselamatan warga karena risiko bencana seperti ledakan cukup besar.
“Air yang mengeluarkan api kemungkinan bercampur dengan gas atau senyawa lain. Perlu ada pemeriksaan dan pengujian dari pihak yang berkompeten,” katanya.
Kondisi itu menunjukkan, ada situasi alam cukup berbahaya bagi masyarakat, di mana potensi bencana cukup tinggi hingga perlu ada penanganan lanjutan.