Mongabay.co.id

Nyatoh, Flora Identitas Bangka Belitung yang Terlupakan

 

 

Pohon nyatoh [Palaquium rostratum] merupakan flora identitas Provinsi Bangka Belitung. Meski begitu, tidak banyak yang mengenal tumbuhan dari keluarga sawo-sawoan [Sapotaceae] ini.

Di Desa Air Bulin, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat, banyak ditumbuhi pohon nyatoh. Hutan Nyatoh, namanya, terletak di antara Dusun Bulin dan Dusun Payak dengan luas 315,25 hektar, yang masuk kawasan HP [Hutan Produksi] Blok Pemberdayaan Masyarakat atau Konservasi. Produk yang dihasilkan berupa hasil hutan kayu [HHK] dan hasil hutan bukan kayu [HHBK].

Disebut Hutan Nyatoh, karena hutan ini didominasi pohon nyatoh. Pohon endemik Asia Tenggara yang di Indonesia memiliki sejumlah nama, seperti nagasari, balam bakulo, balam pucung, nyatoh darat, nyatoh pisang, nyatoh terung, serta pulai pipit. Nyatoh dapat tumbuh mulai dataran rendah hingga ketinggian 1.500 meter dari permukaan laut.

Hutan nyatoh di Air Bulin bukan hutan alami. Sebab ditanam dan merupakan program pemerintah tahun 1960-an. Saat itu Kepulauan Bangka Belitung masih bagian Sumatera Selatan.

“Kawasan hutan ini dijadikan hutan produksi [HP] karena ada pemutihan HP di Sumatera Selatan [menjadi APL]. Tepatnya, HP di sini sebagai pengganti HP di Sumatera Selatan yang diputihkan,” kata Kalmin [50], mantan Kepala Desa Air Bulin [2000-2013].

“Awal penanaman pohon nyatoh pada 1969. Terakhir kali ditanam lagi tahun 2000-an,” jelas Kalmin, Senin [21/03/2022].

 

Kawasan Hutan Nyatoh di Desa Air Bulin, Kecamatan Kelapa, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. Foto: Shellia Gladia/Mongabay Indonesia

 

Pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 48 Tahun 1989 tentang Pedoman Penetapan Identitas Flora dan Fauna Daerah, menyebutkan pohon nyatoh merupakan flora identitas Kepulauan Bangka Belitung.

Di Kepulauan Bangka Belitung, secara umum pohon nyatoh masih ditemukan di sejumlah hutan.

“Pohon nyatoh masih ada di kawasan konservasi yang kami kelola seperti, TWA [Taman Wisata Alam] Jering Menduyung, TWA Gunung Permisan, dan TN [Taman Nasional] Gunung Maras. Namun, saat ini kami baru tahap identifikasi, belum ke tahap INP [Indeks Nilai Penting] yang biasa digunakan untuk menggambarkan frekuensi jenis suatu tumbuhan di suatu wilayah,” jelas Shabiliani Mareti, dari BKSDA [Balai Konservasi Sumber Daya Alam] Sumatera Selatan, dengan wilayah kerja  Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung], Selasa [29/03/2022].

Di Kepulauan Bangka Belitung, ada dua jenis pohon nyatoh. Tapi bukan endemik. “Yaitu Palaquium burckii dan Palaquium rostratum,” kata Eddy Nurtjahya, Dosen Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi [FPPB] Universitas Bangka Belitung.

“Di dunia perdagangan kayu, nyatoh lebih dari dua spesies tapi dari Genus [Palaquium] dan Famili [Sapotaceae] yang sama,” lanjutnya.

Berdasarkan keterangan sejumlah warga Desa Air Bulin, mereka hanya memanfaatkan pohon nyatoh sebagai bahan bangunan rumah. Misalnya, dijadikan kusen pintu dan jendela.

“Masyarakat di sini, biasanya menebang pohon nyatoh untuk keperluan bangunan rumah atau dibuat papan, yang kemudian dijual. Sedangkan pemanfaatan biji, buah, bunga dan sebagainya, belum ada, karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan hal tersebut,” kata Tarmizi [42], petani di Desa Air Bulin, Senin [21/03/2022].

 

Pohon Nyatoh merupakan flora identitas Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Foto: Shellia Gladia/Mongabay Indonesia

 

Tidak adanya pengetahuan obat-obatan terkait pohon nyatoh cukup mengejutkan. Sebab Suku Jerieng, Maras dan Mapur yang hidup di Pulau Bangka, memiliki pengetahuan obat-obatan dari pohon nyatoh, seperti bunga, daun, dan akarnya. Sebagai obat diare, demam, dan lainnya.

Dikutip dari artikel Seri Pohon Langka: Nagasari, pohon nyatoh bukan hanya untuk bahan bangunan rumah. Bunganya dapat dimanfaatkan untuk mengobati diare, menghasilkan wangi aromatik, sebagai ekspektoran, hingga mengobati penyakit lain.

Sementara benang sari bisa digunakan untuk mengobati sakit panas atau demam. Bijinya dapat dimanfaatkan berbagai macam keperluan dan pengobatan. Minyak biji nyatoh bisa dimanfaatkan sebagai minyak lampu, minyak goreng atau minyak padat, bahan baku pembuatan mentega, sabun dan sejenisnya. Sementara getahnya yang disebut getah perca dapat digunakan sebagai bahan bola golf, isolasi kabel listrik, pembalut pipa, juga pelindung luka.

 

Perakaran pohon nyatoh di kawasan Hutan Nyatoh di Desa Air Bulin yang terlihat kokoh. Foto: Shellia Gladia/Mongabay Indonesia

 

Dijelaskan Wahdini [59], warga Desa Air Bulin, nama desanya berasal dari nama Sungai Air Bulin yang bermuara di Teluk Kelabat. Di sekitar sungai tersebut dipenuhi pohon bulin atau kayu besi [Eusideroxylon Zwageri], yang juga terdapat di Kalimantan [pohon ulin] dan di Sumatera Selatan [unglen].

Awalnya, desa ini berupa kebun yang dibuka masyarakat Suku Ketapik, berasal dari Desa Dendang. Mereka berkebun lada dan karet. Selanjutnya berkembang menjadi Dusun Bulin dan Dusun Payak.

Tahun 1980-an, muncul pabrik pengolahan kayu milik pengusaha dari Parit Tiga, Jebus. Pabrik kayu ini mengambil semua pohon di hutan yang memiliki nilai jual, terutama kayu bulian, mentangor [Calophyllum inophyllum L.], nyatoh, dan lainnya. Perusahaan ini mendatangkan para pekerja dari luar Bangka [Sumatera Selatan].

“Kayu-kayu ini diproduksi secara massal,” kata Wahdini.

Awal 1990-an, setelah hutan habis, pabrik pengolahan tersebut tutup. Sebagian besar pekerja pabrik pulang ke kampungnya.

“Ketika hutan habis, sejak itu muncul sejumlah warga yang mengelola gundul. Mereka mengklaim kepemilikan tanah, dijadikan kebun karet atau lada. Aktivitas ini berlanjut, hingga banyak ditanami sawit,” jelas Wahdini.

 

Begini ciri khas daun pohon nyatoh. Foto: Shellia Gladia/Mongabay Indonesia

 

Memprihatinkan

Saat melintas Hutan Nyatoh di tepi Jalan Raya Rukam, yang menghubungkan Kecamatan Kelapa dengan Kecamatan Jebus, terlihat pohon nyatoh rimbun di tepian hutan. Tapi, saat masuk ke hutannya, sebagian ada kebun sawit dan lada.

Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah [UPTD] Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Jebu Bembang Antan, Hutan Nyatoh yang masih baik, saat ini tersisa 67 hektar dari 315,25 hektar.

“Pada dasarnya hutan produksi [Hutan Nyatoh] seluas 300-an hektar ini untuk masyarakat. Tapi jika semuanya dibabat habis, dijadikan perkebunan maka hanya sedikit manfaat yang didapat,” kata Adi Trimulyanto, penyuluh kehutanan di Unit Pelaksana Teknis Daerah [UPTD] Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Jebu Bembang Antan, Senin [21/03/2022].

Dengan fakta tersebut, UPTD KPH Jebu Bembang Antan mendorong pengelolaan [tahap verifikasi perizinan] Hutan Nyatoh oleh masyarakat menjadi lokasi ekowisata dan pembibitan.

“Kawasan hutan ini memang bagusnya untuk masyarakat, tapi bukan berarti ditebang habis kemudian dijadikan perkebunan. Hutan ini kita manfaatkan agar lestari, bagus, dan berguna  bagi semua masyarakat,” lanjutnya.

Selain itu, rusaknya kawasan Hutan Nyatoh dikhawatirkan dapat mengancam keberadaan sumber mata air yang dinamakan masyarakat sekitar Air Kelip. Lokasinya di sekitar kaki Bukit Kelip, bukit di kawasan Hutan Nyatoh.

“Air Kelip ini tidak pernah kering, saat kemarau panjang  masyarakat di Desa Air Bulin bergantung pada sumber mata air ini,” kata ujar Zuriadi, Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Air Bulin.

 

Air Kelip yang menjadi sumber mata air masyarakat Desa Air Bulin. Foto: Shellia Gladia/Mongabay Indonesia

 

Upaya Penyelamatan

Pada 2021, Hutan Nyatoh menjadi sentra pembibitan pohon nyatoh di Kepulauan Bangka Belitung.

“Seribu batang bibit yang disediakan merupakan anakan yang tumbuh di tanah sekitar hutan ini. Anakan dipindahkan ke polybag, lalu dibagikan ke masyarakat. Karena lokasi kantor KPH UPTD KPH Jebu Bembang Antan di Parit, kami prioritaskan pada masyarakat sekitar Kecamatan Parit dan Jebus. Sementara bibit yang dihasilkan dari penyemaian biji belum ada,” jelas Adi.

Dengan pengalaman tersebut, kata dia, jika izin pengelolaan Hutan Nyatoh turun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], pihaknya akan menggalakkan penyemaian biji nyatoh.

Dikutip dari artikel “Perkecambahan dan Penyimpanan Biji Nyatoh [Palaquium rostatum (Miq.) Burck]” yang ditulis Elly Kristiati Agustin dan Hary Wawangningrum terbitan LIPI [2016], perbanyakan pohon nyatoh dapat dilakukan dengan stek, cangkok, dan biji. Namun, perbanyakan dengan stek dan cangkok tingkat keberhasilannya rendah dibandingkan biji. Pohon nyatoh memiliki tipe perkecambahan epigeal, artinya kotiledo [keeping biji] berada di atas tanah.

 

Hutan Nyatoh di tepi Jalan Raya Rukam, yang menghubungkan Kecamatan Kelapa dengan Kecamatan Jebus. Foto: Shellia Gladia/Mongabay Indonesia

 

Zuriadin [25], Ketua Kelompok Sadar Wisata [Pokdarwis] Desa Air Bulin, menyatakan upaya menjadikan Hutan Nyatoh sebagai ekowisata sudah digagas sejak 2016-2017.

“Tahun 2016-2017, ketika Hutan Nyatoh masih lebat, saya dan sejumlah pemuda di Desa Air Bulin diarahkan penyuluh dari kehutanan [KPH UPTD KPH Jebu Bembang Antan] membentuk kelompok bernama Tani Hutan. Saat itu baru sebatas rancangan, sebab ada penolakan dari beberapa warga terkait pengelolaan hutan sebagai ekowisata. Penolakan dikarenakan ada isu lokasi Hutan Nyatoh masuk kawasan izin konsesi HTI [Hutan Tanaman Industri],” katanya, Sabtu [19/02/2022].

Rencana baru berjalan awal 2020, setelah Hutan Nyatoh dirambah, dijadikan kebun sawit dan lada, serta diklaim sebagai milik pribadi.

“Kami bersama masyarakat yang mendukung penyelamatan Hutan Nyatoh tersisa, bermusyarawarah dengan warga yang ingin mengklaim kepemilikan pribadi itu.”

Selanjutnya, Pemerintah Desa Air Bulin mengundang seluruh masyarakat membahas konflik perebutan lahan di Hutan Nyatoh, yang dihadiri perwakilan KPH UPTD KPH Jebu Bembang Antan.

“Hasilnya, kami semua sepakat bahwa Hutan Nyatoh dari ujung Dusun Bulin dan Dusun Payak jangan dirambah lagi. Alhamdulillah, sampai sekarang tidak ada lagi kegiatan merusak hutan, terutama di pinggir Jalan Raya Rukam,” jelas Zuriadin.

Walaupun kawasan hutan tersebut masuk Hutan Produksi untuk Blok Pemberdayaan Masyarakat, tetap diperlukan perizinan untuk melakukan usaha.

“Sebenarnya, tidak ada masalah jika masyarakat ingin membuka lahan di kawasan tersebut selama memiliki izin yang diterbitkan dari pusat [KLHK]. Termasuk, upaya perlindungan hutan kami dengan menjadikannya lokasi ekowisata. Saat ini, izin yang kami ajukan sudah diverifikasi, tinggal menunggu surat keputusan,” paparnya.

 

*  Shellia Gladia [Mahasiswa Fakultas Ekonomi & Ketua Umum Lembaga Pers Mahasiswa] dan Dhimas Rivaldi Pratama [Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan] Universitas Bangka Belitung, mengikuti pelatihan jurnalisme lingkungan yang diselenggarakan Mongabay Indonesia dan Universitas Bangka Belitung, 24-26 Januari 2022.

 

Exit mobile version