- KKP menyegel 4.7 ton ikan baku impor ilegal dari Tiongkok dan Malaysia di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Impor ilegal ini diduga sudah berlangsung sejak lama.
- KKP melalui PSDK akan melanjutkan temuan kasus tersebut. Untuk memberantas rantai penyelundupan sampai ke akar-akarnya.
- Pengamat perikanan dan kelautan mengatakan pemerintah harus memperketat aturan impor perikanan di Indonesia. Selain itu, solusi membudidayakan perikanan di daerah bisa menjadi solusi agar impor ilegal tidak terjadi.
- Impor ilegal ini akan berdampak kepada nelayan dan perikanan lokal. Dinas Karantina Ikan juga khawatir mutu ikan yang impor ilegal beredar di masyarakat, tetapi tidak melalui prosedur semestinya.
Provinsi Kepulauan Riau merupakan daerah yang memiliki geografis 90 persen adalah lautan. Rata-rata di setiap kabupaten dan kota, masyarakat berprofesi sebagai nelayan tangkap dan budidaya perikanan. Bahkan potensi perikanannya bisa mencapai 1,1 juta ton per tahun, meskipun baru termanfaatkan 3,3 persen.
Ditengah kondisi itu, sebanyak 4,748 ton ikan impor ilegal malahan masuk ke Kota Batam, Kepulauan Riau. Ikan tersebut berasal dari Tiongkok dan Malaysia. Tidak hanya merugikan industri perikanan lokal, penyelundupan ini juga membuat mutu ikan yang beredar di pasar tidak terjamin.
Untungnya proses penyelundupan 4,7 ton ikan kali ini digagalkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal PSDKP Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin. PSDKP menduga praktik penyelundupan ini sudah berlangsung sejak lama.
Penyelundupan terbongkar saat operasi pengawasan importasi ikan di beberapa perusahaan Batam, Kepulauan Riau , Sabtu, 4 Juni 2022. Sebanyak 4.7 ton ikan tersebut ditemukan di dua perusahaan yang berbeda. Diantaranya di perusahaan PT. SLA 4.25 ton ikan jenis makerel atau makeral (Scomber scombrus). Kemudian, di PT ATN ditemukan 498 kg ikan bawal emas (gold pompano) dari Malaysia.
baca : Laut Natuna Diatur Zonasi, Nelayan: Jangan Batasi Kami
Kedua jenis ikan ini masuk Indonesia tidak dilengkapi dengan persyaratan impor sesuai ketentuan di Batam-Kepulauan Riau. PSDKP menegaskan, pengawasan ini adalah untuk memastikan kegiatan impor produk perikanan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga tidak merugikan nelayan dan industri perikanan dalam negeri.
“Indikasinya produk ini masuk secara ilegal, kedua komoditas perikanan tersebut masuk tanpa dilengkapi Persetujuan Impor (PI) dan Sertifikat Kesehatan Ikan (health certificate),” kata Adin dalam siaran pers yang diterima Mongabay Indonesia, Senin, 6 Juni 2022.
Adin juga memastikan, kedua jenis ikan ini bahkan sudah ada yang beredar di masyarakat. Sampai saat ini, katanya, 4,748 ton ikan impor ilegal tersebut dalam pengawasan jajaran Pangkalan PSDKP Batam. “Sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada kami, seluruh ikan tersebut sudah kami segel sebagai upaya melindungi masyarakat dari komoditas perikanan yang masuk tidak sesuai ketentuan,” ujarnya.
Terkait temuan tersebut, Adin menegaskan bahwa kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di bidang importasi komoditas perikanan mengedepankan perlindungan industri perikanan dalam negeri dan menjaga stabilitas harga ikan untuk nelayan.
“Oleh sebab itu, praktik impor komoditas perikanan ilegal ini akan diusut sampai ke akar-akarnya, sesuai dengan arahan Bapak Menteri Trenggono, kami akan tindak lanjuti temuan ini agar tidak mengganggu iklim usaha perikanan dalam negeri,” ujarnya.
baca juga : Banyak Kapal Asing di Natuna, Sayangnya Patroli Laut Terbatas
Adin bilang, pihaknya saat ini terus mendalami kasus tersebut. Diduga praktik importasi komoditas perikanan secara ilegal ini telah berlangsung lama. “Sedang kami dalami posisi kasusnya dan tidak menutup kemungkinan kami akan kembangkan lebih lanjut,” ujarnya.
Kebijakan impor komoditas perikanan dilaksanakan secara ketat untuk melindungi industri dalam negeri dan nelayan Indonesia. Sebelumnya Menteri Trenggono juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2021 yang salah satunya mengatur Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) termasuk bagi usaha importasi komoditas perikanan.
Dihubungi terpisah, Kepala Kantor Perikanan BKIPM Kota Batam Darwin Syah Putra mengatakan, impor yang dilakukan dua perusahaan tersebut dipastikan ilegal, karena tidak ada permohonan impor ikan dalam tahun ini di sistem BKIPM. “Kita mendukung tindakan PSDKP,” kata Darwin kepada Mongabay Indonesia, Senin, 6 Juni 2022.
Darwin berharap kasus ini dituntaskan terkait jalur masuk dan proses masuknya ke Kota Batam, karena mempengaruhi kualitas apalagi sampai beredar di tengah masyarakat. “Karena tidak ada jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan jika tidak melalui jalur resmi,” katanya.
baca juga : KIA Vietnam Makin Berani di Natuna, Nelayan: Kami Mau Makan Apa?
Merusak Industri Perikanan Lokal
KKP akan terus memberantas praktik impor ikan ilegal. Selain merugikan nelayan, penyelundupan ini juga merusak pasar industri dalam negeri. Sejalan dengan itu beberapa pengamat menawarkan solusi, mulai dari budidaya jenis ikan di Kepri hingga meningkatkan pengawasan aparat.
Seperti yang dikatakan Ketua Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Kepri Dony Apdillah. Menurut Dony, impor ilegal dengan jumlah banyak ini berpengaruh kepada produk perikanan dalam negeri, terutama kepada nilai jual. “Impor ilegal memang banyak terjadi di Batam, baik elektronik dan lainnya, sekarang masuk sektor ikan,” kata Dony saat dihubungi Mongabay Indonesia, Senin, 6 Juni 2022.
Dony menduga impor ikan ilegal terjadi karena dipasaran sangat langka, seperti komoditas bawal di Batam ada secara musiman. “Karena musiman, makanya impor bawal terjadi,” katanya.
Kasus ini, lanjutnya , menjadi tantangan pemerintah Provinsi Kepulaun Riau untuk membangun budidaya bawal yang lebih banyak di Kepulauan Riau. “Kalau harga bersaing, impor pasti tidak terjadi, karena biayanya besar,” kata Dony.
“Impor ilegal ini menurutnya, tidak semata-mata kesalahan pengawasan, tetapi memang niat dari para perusahaan. Penangkapan yang terjadi sudah termasuk pengawasan yang sangat baik dari pemerintah. “Tinggal lagi pencegahan agar tidak terjadi kembali, salah satu solusinya pemerintah memastikan bahwa produk itu tersedia di Kepri,” katanya.
Ia melanjutkan, pemerintah sebenarnya sudah membuat budidaya bawal di Batam oleh KKP. Namun, perlu waktu yang cukup lama untuk mengembangkan budidaya tersebut apalagi tantangannya mengubah kultur masyarakat yang awalnya sistem tangkap menjadi budidaya. “Apalagi budidaya ikan resiko kegagalan dan kematian sangat besar, beda dengan perikanan tangkap, memang butuh tantangan,” kata Dosen Kelautan Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) itu.
baca juga : Subsidi Pemerintah, Solusi untuk Nelayan Natuna Saat Paceklik
Dony juga menyebutkan, saat ini pemerintah provinsi sudah memproklamirkan orientasi perikanan kedepan akan diubah dari perikanan tangkap menjadi budidaya. “Karena overfishing mengancam kita,” tegasnya.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim mengatakan, modus kejahatan perikanan dari masa ke masa kian canggih. Hal ini terjadi karena memanfaatkan kelengahan aparat keamanan dalam pengawasan.
“Ironisnya praktek ini melibatkan pelaku usaha di dalam negeri, artinya ada unsur kesengajaan dalam tindak pidana perikanan ini,” kata Halim. Menurutnya, pemerintah harus melakukan pengetatan mekanisme importasi perikanan dan juga pengawasannya di lapangan.