- Pihak Polairud Polda NTT bersama aparat Polres Lembata melakukan penangkapan terhadap 3 pelaku pengeboman ikan asal Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur di perairan Teluk Hadakewa, Kabupaten Lembata. Sementara 4 pelakunya melarikan diri dan belum tertangkap
- Polikarpus Bala, pegiat lingkungan dan pendiri Sahabat Penyu Loang menyebutkan aksi pengeboman ikan masih banyak terjadi hingga ke perairan Pantai Selatan Lembata. Dahulu paling banyak di Loang dimana dalam sehari bisa mencapai 5-6 kali. Namun sejak ada Sahabat Penyu Loang tahun 2016, aktititas pengeboman ikan sudah mulai hilang
- Saat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyelam di Perairan Lembata tahun 2016, dirinya mengatakan Lembata ini hanya indah terlihat di bagian atas saja sementara di dalam lautnya karangnya hancur semua
- Direktur LSM Barakat Benediktus Bedil mengakui aktifitas pengeboman ikan di Perairan Lembata marak sejak tahun 2022. Menurutnya pemahaman pemangku kepentingan tentang dampak pengeboman ikan terkait pemanasan global dan perubahan iklim mash minim
Polairud Polda NTT bersama aparat Polres Lembata berhasil menangkap pelaku pengeboman ikan di perairan Desa Bao Lali Duli, Kecamatan Ile Ape Timur pada Minggu (29/5/2022).
Penangkapan pelaku dilakukan ketika pihak kepolisian sedang melakukan patroli rutin di sekitar perairan Lebatukan, Kabupaten Lembata.
Kasat Reskrim Polres Lembata Iptu Yohanes Mau Blegur di Mapolres Lembata dikutip dari lidiknews.com, menyebutkan lokasi pengeboman ikan berada di Nuhanera.
Yohanes menjelaskan, saat aksinya ketahuan, para pelaku melarikan diri. Pihak kepolisian pun melakukan pengejaran dan berhasil meringkus 3 orang pelaku pengeboman ikan.
“Polisi berhasil menangkap 3 orang pelaku pengeboman ikan asal Dusun Kelapa III Desa Sagu,Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur,” ujarnya.
Yohanes menambahkan, dari 2 kapal nelayan yang melakukan aktivitas pengeboman ikan, satu kapal berisi 4 orang nelayan berhasil melarikan diri di areal hutan bakau Desa Lamatokan.
Perahu yang dipergunakan ditinggalkan di dalam hutan bakau sedangkan 4 pelakunya berhasil melarikan diri.
baca : Pengeboman Ikan Kembali Terjadi di Perairan Utara Flores. Kenapa Masih Marak Terjadi?
Sementara itu Barang Bukti (BB) yang berhasil diamankan yakni 2 buah perahu dengan ukuran 2 GT, 2 kompresor dan selang sekitar 60 m, 2 dakor, 3 kacamata selam, 2 box ikan hasil pengeboman sekitar 80 kg, 1 buah hp Nokia type 1100, 1 buah teropong merek kepala elang, 2 pemantik, rokok 2 bungkus dan uang senilai Rp.50 ribu.
Lanjut Yohanes, untuk saat ini 2 unit perahu dan barang bukti lainnya telah diamankan di Mapolres Lembata.
“Kami telah mengirim 10 ekor sampel ikan untuk dicek di laboratorium Polda NTT. Hasilnya positif, ikan tersebut merupakan hasil dari aksi pengeboman tersebut,” ucapnya.
Yohanes menjelaskan,para pelaku dijerat dengan pasal 84 ayat 1 Junto pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No.45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Ia tegaskan, para pelaku akan dijerat dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara. Polres Lembata pun sedang bekerja keras agar kasusnya segera dilimpahkan kepada Kejaksaaan Negeri Lembata mengingat masa penahanan tersangka hanya 30 hari.
“Para pelalu untuk sementara waktu ditahan di sel tahanan Polres Lembata.Kami sedang berupaya agar kasusnya bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Lembata agar segera disidangkan,” ungkapnya.
Yohanes menambahkan, pihaknya pun sedang melakukan pengejaran terhadap 4 orang pelaku yang melarikan diri.
baca juga : Penjual Detonator Bom Ditangkap di Flores Timur. Kenapa Pengeboman Ikan Masih Marak?
Pengeboman Ikan Marak
Pegiat lingkungan dan pendiri Sahabat Penyu Loang, Polikarpus Bala kepada Mongabay Indonesia, Selasa (7/6/2022) mengakui banyak sekali aksi pengeboman ikan di perairan Kabupaten Lembata.
Menurut Polikarpus baru satu kapal nelayan asal Desa sagu yang bisa ditangkap meskipun banyak yang melakukan aksi ini dan tetap berkeliaran melakukan aksinya.
Ia sebutkan, banyak masyarakat yang melapor namun susah direspon sehingga kadang masyarakat jadi acuh tak acuh.
“Dulu paling banyak di Loang dalam sehari bisa mencapai 5-6 kali. Namun sejak tahun 2016 dan ada Sahabat Penyu Loang, aktivitas pengeboman ikan sudah mulai hilang,” ujarnya.
Polikarpus sebutkan para pengebom ikan mulai bergeser ke Tanjung Naga Kecamatan Nagawutung, Kecamatan Atadei sampai Pantai Selatan Lembata. Kalau di Kecamatan Lebatukan yang dekat kota Lewoleba saja masih marak pengeboman ikan apalagi di wilayah Pantai Selatan Lembata.
Lanjutnya,mungkin yang tertangkap kebetulan saat ada patroli oleh Polairud jadi bisa dibekuk.
Saat Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyelam di Perairan Lembata tahun 2016, mengatakan Lembata ini hanya indah terlihat di bagian atas saja sementara di dalam lautnya karangnya hancur semua.
“Banyak kapal pengebom ikan diduga berasal dari Sagu, Kabupaten Flores Timur, Pulau Pemana Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende bahkan ada yang dari Provinsi NTB,” ungkapnya.
baca juga : Pelaku Pengeboman Ikan Kembali Ditangkap di Perairan Flores Timur. Kenapa Pelaku Terus Beraksi?
Polikarpus minta agar harus dilakukan pengecekan kapal termasuk kelengkapan surat-suratnya oleh pihak terkait saat melakukan pengawasan.
Menurutnya,rata-rata kapal yang dipergunakan para pengebom ikan tidak memiliki nama sehingga menyulitkan masyarakat saat melapor.
“Waktu bertemu Danrem saya meminta izin agar kami dari Sahabat Penyu Loang mencetak banner tapi mencantumkan juga logo TNI dan Polri serta KKP. Isi di banner tersebut berisi pesan menjaga ekosistemm laut,” tuturnya.
Minim Pemahaman
Direktur LSM Barakat Benediktus Bedil mengatakan,pihaknya fokus pada kawasan Muro yang dijaga masyarakat sementara wilayah lainnya ada Pokmaswas di setiap kecamatan yang harus melaporkan aktivitas merusak ekosistem laut.
Ben sapaannya menyebutkan, Barakat melihat aksi pengeboman ikan masih marak terjadi sejak awal tahun 2022 termasuk di Teluk Hadakewa namun penanganannya agak lambat.
Padahal sesalnya, bumi kita sedang mengalami pemanasan global dan perubahan iklim yang berdampak terhadap panas ekstrem, hujan ekstrem yang menyebabkan banjir di wilayah pesisir dan banjir bandang yang juga melanda Lembata.
“Apa yang terjadi sekarang tidak dikaitkan dengan persoalan itu padahal bumi sebagai rumah kita sedang benar-benar terbakar. Kalau masih ada pengeboman ikan maka pemahaman kita terhadap dampak perubahan iklim masih sangat rendah sehingga membiarkan aksi ini terus berlangsung,” sesalnya.
baca juga : Pengeboman Ikan Terus Terjadi di Flores. Perlukah Pengawasan Diperketat?
Ben tegaskan,pengeboman ikan merusak karang, lamun dan mangrove padahal padang lamun memiliki kontribusi besar terhadap ketahanan iklim. Padang lamun seluas 1 ha bisa menghasilkan 100 ribu kg oksigen. Mangrove bisa merubah CO2 menjadi O2 dan menyaring racun sehingga tidak merusak laut.
Ia akui banyak yang belum memahami ini sehingga Barakat sedang mengadvokasi pemerintah agar aktivitas pengrusakan ekosistem laut harus segera dihentikan dengan melakukan kolaborasi termasuk melibatkan pihak desa.
Lanjutnya, Pokmaswas juga kan tidak memiliki kewenangan melakukan penindakan sebab hanya melaporkan ke pihak bewenang dengan melampirkan dengan data.
“Pengeboman ikan kian gencar padahal di Lembata ada Polairud dan TNI AL. Mungkin laporan dari masyarakat tidak sampai ke atas. Atau bisa saja laporannya secara sporadis dan tidak tertuju kepada pihak-pihak yang berwenang,” ucapnya.
Ben paparkan, di Teluk Hadakewa ikan teri sudah mulai hilang. Mungkin saja karena keasaman laut, pengrusakan hutan bakau oleh pengusaha untuk tambak udang, juga over fishing karena adanya penggunaan pukat harimau.
Ia meminta pihak berwajib menertibkan pukat harimau dan rumpon liar di Teluk Hadakewa yang jumlahnya bisa mencaai 20 buah. Ada rumpon liar yang diduga dimiliki anggota polisi.
Selain itu tegasnya, aparat Polairud Polda NTT juga harus segera menangkap 4 pelaku pengeboman ikan yang melarikan diri. Apabila pelaku tidak tertangkap maka akan berdampak terhadap tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pihak kepolisian.
Kepada pemerintah, pihaknya telah minta agar isu penyelamatan lingkungan dimasukan dalam RKA atau RKPD masing-masing OPD di Kabupaten Lembata. Barakat juga melakukan advokasi ke DPRD Lembata terkait perubahan iklim.
“Pemahaman-pemahaman semacam ini yang hampir tidak ada di pemerintah dan para pengambil keputusan.Makanya kami juga menyampaikan ke DPRD Lembata bahwa perubahan iklim merupakan masalah yang sangat serius,” pungkasnya.